Pages


Senin, 01 Agustus 2016

Memahami Pelemahan Rupiah Secara Benar

Memahami Perubahan Kurs Rupiah (Secara Benar)

Indonesia yang merupakan negara berkembang sangat bergantung dengan perekonomian negara lain, ketika negara lain mengalami penurunan dalam ekonomi maka akan berpengaruh terhadap negara-negara disekitarnya terutama negara yang banyak melakukan kerja sama dengan negara tersebut dalam bidang ekonomi.
Dan seperti biasa ketika negara mengalami penurunan mata uang yang mengakibatkan harga-harga barang secara relatif dapat menjadi lebih mahal, maka pemerintah lah yang menjadi pihak pertama yang langsung disalahkan oleh masyarakat.
Dengan demikian sebelum saya menjelaskan lebih mendalam mengenai perubahan kurs rupiah, kita harus mengubah pemikiran dasar dari kebanyakan kita. Bahwa Rupiah yang menguat adalah selalu baik, sedangkan rupiah yang melemah adalah selalu buruk. Apakah benar pemikiran dasar berikut? Maka dari itu mari kita perjelas.

Quote:Penjelasan 1 : Mengapa Rupiah Melemah
Memahami Pelemahan Rupiah Secara Benar
Kita memulai penjelasan ini dengan melihat apa yang terjadi apa di luar Indonesia. Apakah kalian pernah mendengar pada tahun 2016 ini The FED (Bank Sentral AS) pernah berencana untuk mengeluarkan meningkatkan tingkat suku bunga. Lalu apa dampaknya dengan negara-negara lain terutama Indonesia? Sebelum terlalu jauh saya menjelaskan dampaknya, kita mengetahui dulu apakah itu tingkat suku bunga. Jadi suku bunga adalah harga dari uang. Cara The FED untuk meningkatkan suku bunga adalah untuk menaikan harga uang dan yang berdampak menurunkan jumlah uang yang beredar (ingat, dalam hukum penawaran ketika penawaran suatu barang turun maka harga barang akan naik). apa akibatnya? Kalau jumlah USD yang beredar turun, sedangkan nilai mata uang lain tetap, maka nilai USD akan meningkat.
Lalu muncul permasalahan, suku bunga AS naik kenapa bisa membuat semua negara heboh? Kita semua tau bahwa AS merupakan salah satu negara terbesar di dunia. selain itu juga AS juga merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia. bahkan sampai 20% dari seluruh barang dan jasa di dunia di produksi oleh AS dan USD merupakan mata uang de facto internasional. Bayangkan begini misalkan ada seekor gajah masuk ke dalam sebuah kolam berenang dimana ukuran kolam berenang itu 2/10 dari ukuran badannya. Walaupun gajah tersebut masuk ke dalam kolam secara pelan-pelan namun tetap saja ombak nya atau pergerakan airnya yang diciptakan akan cukup besar. Begitu juga dengan amerika serikat.
Kemudian munculah China. Kalau amerika serikat merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia, China kurang lebih adalah pabrik terbesar di dunia. China membeli banyak barang mentah setengah jadi dari brazil hingga rusia termasuk Indonesia. Sekarang bayangkan kalau ekonomi China melambat, sehingga china mengurangi belanjanya, maka secara langsung pembelian barang untuk produksi juga akan berkurang. Termasuk Indonesia, china akan mengurangi belanja barang mentah atau barang setengah jadi. Maka dari itu perlambatan ekonomi di China maka akan berpengaruh terhadap ekspor ekspor negara neagara di dunia termasuk indonesia.

Apa yang terjadi kalau ekspor melemah?
Perlu diketahui bahwa ekspor adalah salah satu sumber utama penerimaan mata uang asing, terutama USD. Jadi, ekspor dapat digunakan untuk mewakili supply (penawaran) USD di Indonesia. Kebalikannya, karena biaya impor dibayar dengan USD, maka impor dapat digunakan untuk mewakili permintaan USD. Kalau misalkan ekspor turun, maka penawaran USD akan turun, dan (lagi-lagi), harga USD akan naik.
Efek dari pelemahan ekonomi tersebut ditambah dengan kejutan tiba-tiba dari Beijing, yaitu pelemahan nilai Renminbi terhadap Dollar (walaupun tidak lebih dari 3%) secara tiba-tiba. Walaupun mungkin terkesan kecil, aksi ini memberi sinyal kepada pasar bahwa pelemahan ekonomi China ternyata jauh lebih serius dari yang kita duga selama ini.
Analogi nya begini jika tadi amerika serikat sebagai seekor gajah yang masuk ke dalam kolam yang berukuran 2/10 dari tubuhnya secara pelan-pelan namun tetap akan memberikan ombak yang cukup bagi kolam tersebut (dalam artian ketika AS meningkatkan tingkat suku bunga mereka), kalau china di analogikan bagai seekor gajah yang yang pingsan pada tepian kolam dan terjatuh di dalam kolam maka ombak yang dihasilkan sangatlah besar (dalam artian ketika ekonomi china melemah).

Memahami Pelemahan Rupiah Secara Benar



Quote:Penjelasan 2 : Apakah Semua Pelemahan Rupiah Akibat Faktor Luar Negeri?
Kalau dari penjelasan 1 tadi kita hanya menjelaskan faktor dari luar negeri, apakah berarti di dalam negeri sendiri tidak akan berpengaruh pada perekonomian kita?
Jawabannya tidak, namun mungkin tidak seperti dengan apa yang kita bayangkan. Kita bisa bagi faktor pelemahan rupiah dalam negeri menjadi dua yaitu cacat bawaan pemerintahan sebelumnya dan juga cacat bawaan pemerintahan era saat ini.
Cacat bawaan Indonesia merupakan faktor serius yang memperparah efek dari China dan Amerika Serikat. Tapi apa saja cacat bawaan Indonesia?
1. Pola pembangunan dari zaman dahulu yang fokus ke industri ekstraktif, sehingga tergantung pada ekspor komoditas.
Pendeknya, kekayaan sumber daya alam Indonesia adalah kutukan Indonesia. Selama berpuluh-puluh tahun, pembangunan Indonesia sangat bertumpu pada sektor pertambangan atau tanaman perkebunan (minyak, batubara, kelapa sawit), yang juga menjadi tumpuan ekspor Indonesia. Tanpa perlu membangun infrastruktur yang efisien atau memberdayakan manusia Indonesia lewat pendidikan yang mampu bersaing di pasar internasional pun ekonomi Indonesia bisa tumbuh. Sebagai akibatnya, sektor yang memerlukan SDM yang kuat, seperti industri elektronik maupun industri-industri canggih (yang bernilai tambah tinggi dan tidak terlalu terpengaruh pelemahan China), tidak bisa berkembang.

2. Industri yang terlalu dimanja pemerintah dan kurang berdaya saing, sehingga makin tergantung pada ekspor komoditas
Kalau kita melihat pola industri di Indonesia, bahkan setelah 70 tahun merdeka, masih banyak industri yang ingin dilindungi pemerintah dari persaingan dengan produk luar negeri. Anda mungkin menganggap hal itu perlu, tapi tidakkah anda curiga ketika berbagai industri, dari pertanian hingga manufaktur, terus menerus minta dilindungi dari persaingan dengan alasan belum mampu bersaing? Seharusnya kalau memang alasannya demikian, akan datang saatnya ketika industri sudah maju dan bisa dibiarkan bersaing di kancah internasional. Namun sayangnya, kecenderungan industri ketika diproteksi adalah bahwa industri tersebut mampu meraih keuntungan tanpa melakukan inovasi atau melakukan efisiensi, sehingga kalau dilepas, memang tidak akan mampu bersaing. Jadi, perlindungan dari persaingan asing malah hanya membuat industri dalam negeri tidak efisien
Anda bisa bayangkan cacat bawaan Indonesia, yaitu industri yang diproteksi dari persaingan dengan pihak asing. mirip seperti anak orang kaya yang manja dan tidak pernah dipaksa untuk belajar atau bekerja (karena toh sudah kaya, buat apa belajar/bekerja). Ketika sudah besar, anak tersebut tidak mampu bersaing dengan anak orang-orang biasa yang belajar dan bekerja keras, sehingga minta perlindungan dari orangtua yang kaya. Apakah pada akhirnya anak ini bisa bertahan? Jawabannya hampir pasti tidak.
Jadi, selama Indonesia bergantung pada ekspor komoditas (terutama ke China), jangan heran kalau pelemahan ekonomi China (yang mengurangi permintaan komoditas ekspor Indonesia) bisa melemahkan Rupiah dan ekonomi Indonesia.
Tapi jangan lupa bahwa ada juga cacat yang merupakan akibat pemerintahan Jokowi. Apa saja?
Pemerintah Jokowi, yang diharapkan mampu membawa reformasi pada tata kelola ekonomi Indonesia, ternyata tidak mau mengambil keputusan yang sulit. Sebagai contoh, setelah mencabut subsidi, ketika harga minyak naik mulai bulan Maret 2015, pemerintahan Jokowi memaksa Pertamina untuk menanggung kerugian dari menjual Pertamina di harga Rp 7.400/liter. Tidak hanya itu, pemerintah juga mulai mengintervensi mekanisme pasar yang tidak pernah dilakukan pemerintah sebelumnya, seperti memaksa Jasa Marga menurunkan tarif tol saat periode Idul Fitri, atau secara tiba-tiba memotong kuota impor sapi secara drastis.
Anda mungkin heran mengapa hal-hal tersebut dapat menyebabkan Rupiah melemah, tapi anda bisa lebih mengerti kalau anda berada di posisi investor asing (yang membawa dollar ke Indonesia).
Adanya intervensi oleh pemerintah bisa mengacaukan hitungan untung rugi seorang investor secara signifikan. Sebagai contoh, kalau misalkan investor jalan tol bisa untung di tarif Rp. 5.000, tetapi investor tahu bahwa ia bisa dipaksa pemerintah untuk menurunkan harga ke Rp. 3.000, ini adalah sebuah risiko bagi investor tersebut. Dan walaupun anda bukan investor jalan tol, importir sapi, atau pengusaha minyak, kenyataan bahwa pemerintah bisa dengan sesuka hati menaikkan atau menurunkan harga di luar harga keekonomian akan menambah risiko anda. Belum lagi kalau pemerintah mulai menunjukkan sentimen anti-asing, investasi anda (sebagai investor asing) bisa lenyap karena kebijakan pemerintah di masa depan bisa menjadi tidak bersahabat dengan investor asing.
Hal-hal tersebut adalah peningkatan risiko berinvestasi di Indonesia. Tambahkan hal itu dengan gonjang-ganjing politik yang tidak perlu (misalkan selisih pendapat antara Rizal Ramli, Rini Soemarno, dan Jusuf Kalla), maka risiko yang harus anda tanggung menjadi sedemikian besar. Buat apa anda investasi di Indonesia kalau risiko rugi anda sedemikian besar? Lebih baik anda taruh dollar anda di Filipina, Vietnam, atau Ethiopia.
Lagi-lagi, ketakutan untuk berinvestasi di Indonesia makin mengurangi supply USD di dalam negeri dan makin menekan Rupiah.


Quote:Penjelasan 3 : Apakah Pelemahan Rupiah Buruk? Bagaimana Masa Depan Indonesia?
Seperti halnya segala sesuatu di dunia, pelemahan Rupiah dapat dibagi menjadi pelemahan Rupiah yang baik serta pelemahan Rupiah yang buruk.
Secara teori, pelemahan Rupiah dapat memperbaiki kinerja ekspor serta menurunkan impor. Bila demikian adanya, pelemahan Rupiah dapat menjadi sesuatu yang baik, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan beberapa negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa pasca-2008 berlomba melemahkan mata uang agar bisa mendorong pertumbuhan.
Namun kalau kita melihat data, maka kita bisa lihat bahwa ekspor dan impor Indonesia sama-sama turun seiring dengan pelemahan Rupiah, walaupun pelemahan impor jauh lebih tajam sehingga kondisi neraca transaksi berjalan lebih baik (ditunjukkan dengan selisih antara ekspor dan impor yang menjadi positif). Mengapa pelemahan Rupiah tidak meningkatkan ekspor, yang akhirnya mendorong pertumbuhan dan menstabilkan Rupiah?
Lagi-lagi, jangan lupa bahwa komoditas ekspor unggulan Indonesia bukanlah barang yang relatif imun dengan pelemahan ekonomi di China dan dunia, seperti semikonduktor, komputer, komponen kendaraan bermotor, atau industri manufaktur (semuanya tidak terlalu tergantung kepada China karena permintaan di negara-negara lain tetap besar). Harga dan jumlah ekspor unggulan Indonesia, yaitu batubara dan kelapa sawit, sangat tergantung kepada China. Hal ini menyebabkan pelemahan Rupiah tidak terlalu banyak berdampak positif terhadap ekspor.
Lagipula, jangan lupa bahwa sekitar >90% impor Indonesia adalah bahan baku dan barang modal, yang juga digunakan oleh industri manufaktur untuk membuat komoditas yang selanjutnya akan diekspor (bagian dari global supply chain). Kenaikan harga barang baku (yang diimpor) akibat USD yang naik akan membuat kenaikan daya saing (yang seharusnya meningkat) menjadi tidak seberapa. Kombinasi penurunan permintaan komoditas ekspor Indonesia dan bahwa kita butuh impor bahan baku untuk bisa melakukan ekspor membuat pelemahan USD berpotensi melemahkan ekspor lebih lanjut dan mendorong perlambatan ekonomi.
Sebagai akibatnya, mungkin Indonesia akan mengalami perlambatan ekonomi yang cukup serius hingga 2016 atau bahkan 2017. Namun kalian yang berharap bahwa krisis 1997/1998 akan terulang sangat mungkin akan kecewa. Mengapa?
Pertama, Rupiah sudah bergerak bebas. Efek dari pergerakan bebas Rupiah adalah bahwa pelaku usaha mengetahui bahwa ada risiko nilai tukar yang bisa merugikan bisnis mereka, dan mengambil langkah antisipasi sejak dini. Bank serta perusahaan-perusahaan, walaupun masih banyak berhutang dalam USD, menjadi lebih cerdas dan sudah melindungi diri dengan FX swap sejak dini. Jelas bahwa akan muncul gelombang gagal bayar, namun tidak akan memiliki dampak sebesar 1998.
Kedua, tata kelola bank saat ini lebih baik dibanding 1998. Pada tahun 1998, banyak bank merupakan anggota dari sebuah konglomerasi bisnis, serta sering disalahgunakan sebagai sumber pendanaan murah bagi kegiatan anggota dari grup bisnis tersebut tanpa memikirkan risiko usaha. Walaupun standar penyaluran kredit masih bisa diperbaiki, anda harus mengakui bahwa krisis 1998 memberi banyak pelajaran berharga bagi para bank untuk makin hati-hati dalam meminjamkan uang.
Ketiga, tata kelola belanja pemerintah sudah lebih baik dibanding 1998. Pemerintah sudah menerapkan batas defisit anggaran pada 3% PDB setelah krisis 1998, sehingga risiko gagal bayar masih sangat rendah. Lagipula, pemerintah saat ini lebih banyak membiayai belanjanya dari penerimaan pajak (terutama pajak pendapatan) serta penerbitan surat berharga di dalam negeri, yang lebih aman dibandingkan penerimaan royalti tambang atau pinjaman bilateral luar negeri seperti di zaman sebelum krisis 1998
Anda yang memerhatikan pergerakan nilai tukar akan sadar bahwa Rupiah sebenarnya telah melemah dari posisi tertinggi selama 10 tahun terakhir, yaitu di kisaran Rp 8.500 pada sekitar tahun 2011 hingga ke Rp 14.000 pada hari ini. Skala pelemahan yang sama (pelemahan 40%) sebetulnya tidak jauh berbeda dengan kondisi 1998, di mana Rupiah melemah dari posisi sebelum kerusuhan Mei 1998 (di atas Rp. 8.000) hingga ke titik nadir, yaitu Rp. 16.000 (dalam kurang dari 3 bulan). Kenyataan bahwa anda mungkin baru sadar hari ini bahwa Rupiah telah melemah hampir 40% dalam 4 tahun, serta pertumbuhan yang masih positif (walaupun melemah), menunjukkan bahwa hal yang paling menentukan efek dari pelemahan nilai tukar bukanlah nilai absolut pelemahan, namun seberapa cepat sebuah mata uang melemah.
Sebagai penutup, kita harus ingat bahwa pelemahan Rupiah kali ini adalah pelemahan yang serius dan berpotensi berdampak buruk bagi perekonomian. Namun demikian, kalau kita tidak tahu apa yang menyebabkan Rupiah melemah dan langsung loncat ke dalam aksi saling tuduh, kita sama sekali tidak membantu memulihkan kondisi perekonomian.
Kita harus bersiap menghadapi pelemahan, namun jangan lupa bahwa pelemahan kali ini mungkin merupakan sebuah peringatan yang “halus” bagi Indonesia untuk tidak terlena dengan kekayaan sumber daya alam (yang ternyata bisa jadi kutukan) dan mulai mengalihkan fokus, di jangka panjang, pada sektor yang bernilai tambah lebih tinggi (yang memerlukan manusia berkualitas) dan tidak terlalu terpengaruh krisis.
Semoga keadaan buruk seperti ini bisa membawa kebijakan dan respons yang baik.

________________________________________
Catatan:
Beberapa pembaca mungkin akan memprotes penulis karena terlalu menyederhanakan banyak aspek dalam penjelasan mengenai pelemahan Rupiah. Pertama, tidak ada penjelasan mengenai exchange rate overshooting. Berikutnya, tidak ada penjelasan mengenai pelemahan nilai tukar sebagai self-fulfilling prophecy, yang merupakan corollary dari herd behaviour (ya, pasar tidak selalu rasional) para investor saat ini bersentimen sangat negatif terhadap semua kelas aset di negara berkembang. Kemudian, tidak ada penjelasan bahwa hubungan terbalik antara nilai tukar dan net export hanya akan terwujud apabila perekonomian tersebut memenuhi Marshall-Lerner condition. Atau ketiadaan penjelasan mengenai aksi China yang menimbulkan currency war atau kebingungan mengenai kebijakan ekonomi China. Penyederhanaan juga dilakukan untuk menggambarkan hubungan antara kebijakan moneter eksternal serta peningkatan risiko internal terhadap real exchange rate; model yang benar seharusnya menggunakan model Mundell-Fleming. Lalu mengapa penulis tetap menggunakan penjalasan yang terlalu sederhana?
Memang penjelasan penulis tidak seakurat yang seharusnya, tapi mengingat bahwa artikel ini ditujukan untuk pembaca awam, sangat penting untuk menyederhanakan penjelasan sedemikian hingga pembaca tanpa latar belakang ekonomi dapat mengerti.

Sumber : https://litterpress.wordpress.com/20...-secara-benar/

Diedit Sebagian Oleh : http://hardiansansanalyze.blogspot.co.id/
Ane nggak ngerti ginian bre
jadi paham sekarang

Quote:Quote:Mampir juga bree ke Trit HTOTP ( Hot Thread Of The Paporit ) :

Hey Para MABA , Jangan Lakukan 5 Hal ini yaa Jika Mau Kuliah ( ane serius ! )


6 Anime Yang Cocok / Layak Ditonton Oleh Mahasiswa / Orang Dewasa ( Ngabuburit )

11 Tipe Pemain catur Yang Mungkin Hanya Ada Di Indonesia , Agan termasuk yang mana ?

(Penting ) Jangan Lakukan 5 Hal ini saat pra presentasi maupun presentasi dikelas !

Jangan Lakukan 5 Hal Ini Jika Bertamu ! (POKOKNYA JANGAN )

Dijamin Suka ..... Lagu Lagu Yang Cocok di Waktu Dinihari (siapin kopi bree)
Hal Mudah Tapi Kok Susah bree...
ribet gan.. baca dan memahami nya
Panjang bener gan
itu cerpen apa novel gan ..
nyimak dulu gan
Puyeng ane bacanya gan
ane gak paham beginian bray nanti ane baca biar paham
Nais inpoh bre ..

Btw harga cabe2an jngan sampe naik
Ngga mau tau, pokoknya salah presiden dan mentrinya
KEREN GAN!

Ini yg ane cari daridulu, penyederhanaan penjelasan ekonomi secara ringkas, tapi tidak keluar konteks. Pada beberapa bagian memang perlu mikir/baca ulang2, tapi memang inilah namanya proses belajar gan hehee...

Ane juga baru tau, sentimen anti asing secara masif ternyata bisa mempengaruhi kurs rupiah juga. Makasi pencerahannya gan!
bisa dilihat dari harga minyak yg makin merosot

kurs dollar dan harga minyak selalu berbanding terbalik
ane bukan calon menkeu gan...gak cita2 jd gak ngerti gini2an
kurang faham sih, gapapa lah sing penting dapet pejwan
dulu cuma 5 rban ,sekarang 13 rb
ane mo muntah liat hurupnya gan, maap
Memahami Pelemahan Rupiah Secara Benar
bayangin tiba-tiba $1 cuma 2000an Rupiah macem dulu..apa ngga gonjang-ganjing dunia percabean

ane rasa faktor rupiah melemah ada 2 faktor bleh, yg pertama dari dalam negeri dan yg kedua dari faktor luar negeri
Pusing ane baca nya gan
silahkan dipej berikutnya
Via: Kaskus.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar