Pages


Jumat, 15 Mei 2015

Mengenal lebih jauh Kisruh Titah Sultan Keraton Yogyakarta !



Quote:
~Welcome To My Thread~
Semoga thread ini berguna dan bermanfaat untuk pengetahuan masyarakat Indonesia
Terimakasih Mimin,Momod,Officer,dan Enthusiast yang telah menjadikan Hot Thread pada 14 Mei 2015. Semoga thread yang menjadi Hot Thread merupakan thread yang berkualitas dan berguna bagi orang banyak


Quote:Beberapa waktu yang lalu, publik digegerkan dengan konflik yang mencuat di kalangan keluarga dalam keraton mataram yogyakarta. Hal tersebut bermula setelah sultan HBX mengeluarkan sabda raja serta perubahan gelar yang melakat di dalamnya. Konon kabarnya keluarga adik-adik sultan yang laki-laki tidak terima apabila tahta sultan berikutnya jatuh ke tangan anak sultan sendiri yang notabene adalah wanita?. Mau tau lebih jauh? Yuk kita bahas satu persatu di bawah ini.



Quote:Original Posted By PROLOG


Bendara Raden Mas Herjuno Darpito
atau Sri Sultan Hamengkubawana X
(Baca Bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengku Bawono X,lahir di Yogyakarta, 2 April 1946; umur 69 tahun)
adalah raja Kasultanan Yogyakarta sejak tahun 1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998.

Hamengkubawono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram. Hamengkubawono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM. Pada 27 Desember 2011, ia menerima gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) dari Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Gelar tersebut karena kiprahnya dalam seni dan budaya, terutama seni pertunjukan tradisi dan kontemporer sejak 1989.

Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, akhirnya pada 1998 beliau ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam masa jabatan ini Hamengkubawono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 ia ditetapkan lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008. Kali ini ia didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.

Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007, ia menegaskan tekadnya untuk tidak lagi menjabat setelah periode jabatannya 2003-2008 berakhir. Dalam pisowanan agung yang dihadiri sekitar 40.000 warga, ia mengaku akan mulai berkiprah di kancah nasional. Ia akan menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.





Quote:Original Posted By Kegiatan Organisasi

Hamengkubawono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY. Pada 2010, bersama dengan Surya Paloh, Sri Sultan Hamengkubawono X mencetuskan pendirian ormas Nasional Demokrat.



Quote:Original Posted By Penerus & masalahnya

Sri Sultan Hamengku Bawono X Menikah dengan Tatiek Drajad Suprihastuti/BRA Mangkubumi/GKR Hemas, putri dari Kolonel Radin Subanadigda Sastrapranata, pada tahun 1968.Kedua pasangan tersebut dianugerahi lima orang putri:
Quote:
  1. GRA Nurmalita Sari/GKR Pembayun (menikah dengan KPH Wironegoro)
  2. GRA Nurmagupita/GKR Condrokirono (menikah dan bercerai dengan [KRT] Suryokusumo)
  3. GRA Nurkamnari Dewi/GKR Maduretno (menikah dengan KPH Purbodiningrat)
  4. GRA Nurabra Juwita/GKR Hayu (menikah dengan KPH Notonegoro)
  5. GRA Nurastuti Wijareni/GKR Bendoro (menikah dengan KPH Yudanegara)

Sri Sultan Hamengkubawono menghadapi persoalan terkait penerusnya karena tidak memiliki putra
. Masalah ini mengemuka ketika terjadi pembahasan Raperda Istimewa tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur sampai Sultan HB X secara mendadak mengeluarkan Sabdatama pertama pada 6 Maret 2015. Dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta Pasal 18 ayat (1) huruf m disebutkan bahwa salah satu syarat menjadi gubernur DIY adalah "menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak;" yang dianggap hanya memberikan kesempatan kepada laki-laki untuk menjadi kandidat Sultan Hamengkubawana XI.

Pada akhirnya, Sultan memutuskan mengeluarkan Sabdaraja pertama yang diucapkan pada tanggal 30 April 2015 dan kedua pada tanggal 5 Mei 2015. Sabdaraja tersebut menghasilkan keputusan mengangkat GKR Pembayun sebagai Putri Mahkota, serta perubahan gelar menjadi Hamengkubawana.


Quote:Original Posted By Penobatan

Penobatan Hamengkubawono X sebagai raja (yang pertama kali) dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi Quote:Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Papan pengumuman mengumumkan penobatan Hamengkubuwana X tanggal 7 Maret 1989 sebagai raja Kasultanan Yogyakarta yang baru. Setelah Sabdaraja pertama yang diucapkan pada tanggal 30 April 2015, gelarnya Sultan kemudian berubah menjadi Quote:Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati-ing-Ngalaga Langgeng ing Bawana, Langgeng, Langgeng ing Tata Panatagama.




Quote:Original Posted By Konflik Perubahan Gelar
Asal Usul Gelar Khalifatullah (yang sekarang hilang) di Kesultanan Yogyakarta
Setelah hampir tiga abad melekat pada sultan-sultan Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono X melepaskan gelar khalifatullah. Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Sabda Raja pada 30 April 2015 yang menghilangkan gelar khalifatullah dan mengubah Buwana menjadi Bawana. Berbagai kalangan mengomentari penghilangan gelar tersebut. Namun, yang terpenting adalah sabda ini menyangkut suksesi di Kesultanan Yogyakarta, di mana sultan diduga hendak mengangkat putrinya sebagai penggantinya karena tak memiliki putra mahkota. Adik-adik sultan pun menentangnya.
Bagaimana sejarah gelar khalifatullah melekat pada sultan-sultan Yogyakarta?
Spoiler for asal-usul gelar:
Pada awalnya, raja-raja Mataram memakai gelar panembahan, sultan, dan sunan. Raja terbesar Mataram, Sultan Agung menggunakan gelar sultan. Untuk melegitimasi kekuasaanya, dia mengirim utusan ke Mekah untuk meminta gelar sultan pada 1641. Dia mengikuti jejak Sultan Banten, Pangeran Ratu yang menjadi raja Jawa pertama yang mendapatkan gelar sultan dari Mekah, sehingga namanya menjadi Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir.

Raja-raja Martaram berikutnya, Amangkurat I sampai III menggunakan gelar sunan. Sedangkan Amangkurat IV (1719-1724) menjadi yang pertama menggunakan gelar khalifatullah. Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 3, gelar baru ini, khalifatullah (dari kata khalifah artinya wakil) menegaskan perubahan konsep lama raja Jawa, dari perwujudan dewa menjadi wakil Allah di dunia.

Setelah Perjanjian Giyanti pada 1755 yang memecah Mataram menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, gelar khalifatullah digunakan oleh sultan-sultan Yogyakarta sedangkan raja-raja Surakarta memakai gelar sunan.

“Oleh karena itu, di dalam literatur atau kesempatan resmi, sebutan untuk raja-raja Surakarta adalah Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sunan Paku Buwana Senapati ing Alaga Abdur Rahman Sayidin Panatagama. Sementara sebutan untuk raja keraton Yogyakarta adalah Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati ing Alaga Abdur Rahman Sayidin Panatagama Kalifatullah,” tulis Djoko Marihandono dalam disertasinya tentang Herman Willem Daendels, di Universitas Indonesia tahun 2005.

Anehnya, menurut Lombard, Sunan Surakarta tidak pernah menuntut gelar khalifatullah, barangkali karena mereka merasakan bahwa gelar baru itu secara tersirat membatasi kekuasaan mereka; fungsi raja disandingi ciri-ciri moral tertentu berdasarkan Islam.

Dalam Islam dan Khazanah Budaya Kraton Yogyakarta, Teuku Ibrahim Alfian menguraikan arti gelar itu: Senopati berarti sultanlah penguasa yang sah di dunia fana ini. Ing Alogo artinya raja mempunyai kekuasaan untuk menentukan perdamaian dan peperangan, atau sebagai panglima tertinggi saat perang. Abdur Rahman Sayyidin Panatagama, berarti sultan dianggap sebagai penata, pemuka dan pelindung agama. Dan khalifatullah sebagai wakil Allah di dunia.

Menurut Abdul Munir Mulkan dalam Reinventing Indonesia, meskipun raja-raja Jawa memakai gelar Sayyidin Panatagama Khalifatullah, namun dipandang oleh sementara pihak sebagai pusat tradisi kejawen (mistisisme Jawa) yang tidak mencerminkan tradisi Islam. Sementara yang lain memandang bahwa tradisi kejawen dengan pusat kehidupan kerajaan di Jawa adalah Islam dalam perspektif Jawa.

Sementara itu, menurut Alfian, gelar yang disandang oleh Sultan Yogyakarta mengungkapkan konsep keselarasan. “Keraton Yogyakarta seperti kerajaan-kerajaan Jawa dan kerajaan yang bersifat ketimuran pada umumnya menganut konsep keselarasan antara urusan politik, sosial dan agama,” pungkas Alfian.



Perdebatan Hukum, Perubahan Gelar Ancam Legitimasi Sultan
Perdebatan hukum mewarnai keluarnya sabdaraja dan dawuhraja Sultan Hamengku Buwono X (HB X).
Beberapa kalangan menilai perubahan gelar dan pengangkatan putri mahkota Keraton Jogja dengan gelar GKR Mangkubumi berdampak pada Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Jogjakarta (UUK DIJ).
Spoiler for Lalu?:

Guru besar ilmu pemerintahan UGM Prof Dr Purwo Santoso mengungkapkan, pengubahan nama dan gelar dalam sabdaraja oleh HB X merupakan masalah serius. Sebab, hal itu berimplikasi pada Undang-Undang Keistimewaan DIJ.
"Bermasalah serius karena ada UU di level nasional yang diterapkan di level lokal. Perubahan di level lokal itu pun mendiktekan perubahan di level atas. Itu sangat tidak lazim," jelasnya.
Menurut dia, penggantian nama Sultan dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono serta penghapusan gelar khalifatullah berimplikasi berat terhadap hukum. Sebab, nama saat ini tidak cocok dengan yang dicanangkan dalam UUK DIJ.

"Nama gelar yang dicanangkan dalam UU tidak cocok lagi. Sebab, disebutkan, yang berhak menjadi gubernur DIJ adalah sultan yang bertakhta dan bergelar seperti yang disebutkan dalam UU. Jika diubah sepihak, implikasi hukumnya, yang bertakhta saat ini tidak legitimate," tegasnya.

Mengenai kemungkinan adanya perubahan UUK, Purwo menyatakan hal itu bisa saja terjadi. Jika kemudian pemerintah dan DPR bisa didikte oleh perubahan di keraton, kata dia, bukan tidak mungkin UUK direvisi.

"Tetapi, kalau ternyata yang dilakukan tidak sama dengan yang dibayangkan pembuat undang-undang, tindakan itu menyulitkan implementasi UUK di lapangan," terangnya.

Sebab, lanjut dia, saat ini mulai ada yang mempermasalahkan legitimasi gubernur. Sebab, faktanya, gelarnya tidak cocok dengan yang dicanangkan dalam UU. Berdasar UU, yang berhak menjadi gubernur DIJ adalah bertakhta dan sesuai dengan gelar. "Jika gelarnya diubah, jelas memunculkan kontroversi," ujarnya.

Soal jabatan gubernur, jelas Purwo, menurut bahasa undang-undang, yang berhak menjadi gubernur adalah yang saat ini menyandang gelar. Apabila gelarnya diganti, secara hukum gubernur tidak lagi legitimate. "Sejumlah orang yang tidak sepakat mulai mempersoalkan legitimasi gubernur yang menjabat sekarang," ungkapnya.

Namun, penilaian para pangeran dan pengamat tersebut langsung direspons Raja Keraton Jogjakarta Sultan Hamengku Buwono X. Dia menegaskan, perubahan nama dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono dan ditanggalkannya gelar khalifatullah tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun.

Karena itu, tegas dia, tidak perlu ada kekhawatiran tidak cairnya dana keistimewaan (danais) karena perubahan gelar tersebut. "Tidak ada pengaruhnya pada dana keistimewaan," ujarnya.

Pernyataan Sultan tersebut merespons komentar adiknya, GBPH Yudhaningrat, saat menghadiri pemberian honorarium bagi para abdi dalem Kasunanan Surakarta di Pendapa Kabupaten Juru Kunci Pasareyan Agung Imogiri Bagian Surakarta, Rabu (6/5).

Di depan 71 abdi dalem kasunanan, Gusti Yudha mewanti-wanti agar mereka tidak lagi menerima danais jika dana tersebut diteken Sultan dengan gelar barunya. Sebab, perubahan gelar tersebut memiliki dampak hukum. Salah satunya terhadap danais.

Soal polemik pasca-sabdaraja yang kini meruncing di tengah masyarakat, Sultan menegaskan siap menjelaskan. "Sebenarnya (sabdaraja) tidak ada masalah. Saya tidak akan bicara itu. Saya minggu depan mengundang (rakyat) tersendiri. Tapi, mulai besok memang ada masyarakat yang ingin minta penjelasan," kata Sultan di sela kunjungan ke Resor Polisi Hutan (RPH) Gubug Rubuh, Playen, kemarin.


Penggantian Gelar Sultan Yogya Berefek ke Tradisi
Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada, Heddy Shri Ahimsa Putra menilai Sabda Raja mengenai penggantian gelar Sultan Kraton Yogyakarta bisa berdampak luas. Menurut Heddy, penghapusan istilah "Sayidin Panatagama" dan "Khalifatullah" melenyapkan dasar konsep manunggaling kawulo gusti. "Ini menghilangkan sebagian keistimewaan Yogyakarta," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 4 Mei 2015.
Spoiler for Lalu?:
Dia menjelaskan konsep Manunggaling Kawula Gusti, atau menyatunya raja dengan rakyat, selama ini muncul karena figur Sultan merupakan wakil tuhan yang menjadi pemimpin di bumi. Konsep ini memunculkan keterikatan spiritual yang menyatukan antara rakyat dengan Raja. "Kalau hilang, kewibawaan raja hilang, dan Sultan sendiri yang mencopotnya," kata Heddy.

Karena itu, dia mengimbuhkan, perubahan gelar Sultan itu bisa memunculkan perubahan drastis di tradisi ageng atau bangunan budaya di Keraton Yogyakarta. Banyak ritual dan simbol kebudayaan keraton bisa ikut berubah. "Hubungan Sultan dengan Masjid Agung Kauman akan tidak memiliki landasan lagi," kata Heddy mencontohkan.

Makanya, Heddy berpendapat wacana penggantian gelar ini berpeluang memunculkan friksi idelogis dan nilai di internal Keraton Yogyakarta. Dia mengaku tidak bisa memprediksi bentuk friksi paling nyata akibat perdebatan soal nilai tradisi ini. Tapi, dia beranggapan, penggantian nama gelar Sultan akan menjadi fase perubahan penting dalam sejarah Kraton Yogyakarta.

Heddy menduga Sultan sedang mendorong adanya perubahan baru di tradisi Kraton dengan meninggalkan sebagian nilai-nilai tradisi Mataram Islam. Namun, menurut Heddy, implikasi dari perubahan ini sungguh rumit mengingat menyangkut perubahan bangunan keseluruhan budaya Kraton Yogyakarta dalam jangka panjang. "Bisa jadi, Sultan memang menganggap Kraton sudah waktunya berubah," kata dia.

Kalau ini memang benar menjadi pemicunya, Heddy menyimpulkan perubahan besar kali ini merupakan imbas dari pertentangan antara nilai-nilai modern sistem politik dan tradisi yang selama ini mempengaruhi perkembangan Keraton Yogyakarta


Tak terima Pembayun jadi ratu, 10 adik Sultan rapat bahas Sabda Raja
Sabda Raja yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan mengangkat GKR Pembayun jadi ratu membuat kegaduhan di keluarga keraton. Malam ini (6/5)adik-adik Sultan akan menggelar rapat untuk membahas Sabda Raja yang mereka nilai telah melanggar tradisi Keraton Yogyakarta itu.
Spoiler for Bagaimana Rapatnya?:
Rapat akan dilakukan di kediaman GBPH Prabukusumo, Rabu (6/5) malam. Rapat tersebut juga rencananya akan dihadiri oleh sepuluh adik Sultan.

"Ada sebelas, tapi satu tidak bisa hadir karena sakit, besok GBPH Hadisuryo akan operasi di Jakarta," katanya Prabukusumo pada wartawan usai ziarah di makam Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Rabu (6/5).
Dia menerangkan rapat keluarga tersebut nantinya akan berlangsung secara tertutup dan hasilnya akan disampaikan ke masyarakat keesokan harinya, Kamis (7/5). Selain menggelar rapat internal, mereka juga menerima sejumlah perwakilan rakyat Yogyakarta untuk menyampaikan aspirasinya.
"Besok di rumah Mas Yudoningrat jam 10.00 WIB kita akan menerima perwakilan rakyat Yogyakarta, silakan datang kalau mau menyampaikan aspirasi," terangnya.

Rencananya hasil rapat dan aspirasi rakyat Yogyakarta tersebut nantinya akan diserahkan ke Sri Sultan Hamengku Buwono X. Meski demikian pihaknya masih akan mencari waktu yang tepat.

"Rencananya begitu, tapi lihat nanti saja," tandasnya.




Quote:
Nah apapun yang terjadi, semoga tidak menimbulkan gesekan yang kuat di masyarakat.
Mari wujudkan kebali Jogja Berhati Nyaman. Semoga konflik ini tidak menjadi kegaduhan politik yang menimbulkan perpecah belahan kekuasaan
yang pada akhirnya merugikan masyarkat.




Quote:Original Posted By sumber
  1. http://historia.id/kuno/asal-usul-gelar-khalifatullah-di-kesultanan-yogyakarta
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Hamengkubawana_X
  3. http://www.jpnn.com/read/2015/05/08/302685/Perdebatan-Hukum,-Perubahan-Gelar-Ancam-Legitimasi-Sultan
  4. http://www.tempo.co/read/news/2015/05/04/058663434/Penggantian-Gelar-Sultan-Yogya-Berefek-ke-Tradisi
  5. http://news.okezone.com/read/2015/05/08/340/1146909/alasan-sultan-hb-x-hilangkan-gelar-khalifatullah
  6. http://www.merdeka.com/peristiwa/tak-terima-pembayun-jadi-ratu-10-adik-sultan-rapat-bahas-sabda-raja.html


Quote:
JOGA MEMANG ISTIMEWA



Bersambung ke post #2 karena keterbatasan halaman
Quote:...Lanjutan post #1

Quote:

Alasan Sultan HB X Hilangkan Gelar Khalifatullah
Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X membenarkan ada penghapusan gelar Khalifatullah yang melekat padanya. Pelepasan gelar itu saat Sultan HB X menyampaikan Sabda Raja pertama pada 30 April 2015 secara tertutup.
Spoiler for Alasan Sultan:
Meski hilang, namun nama itu diganti dengan sebutan Panoto Gomo. Alasan Sultan menghapus nama Khalifah karena mendapat ‘perintah’ langsung dari leluhurnya. Perintah itu diperoleh sehari sebelum menyampaikan Sabda Raja.

“Saya hanya menyampaikan pesan dari leluhur. Saya tidak berani menetang leluhur karena ini perintah yang harus saya jalankan,” kata Sultan dalam penjelasan terbuka terkait sabda raja di Pendopo Ndalem Wironegaran, tempat tinggal putri sulungnya, GKR Mangkubumi, Jumat (8/5/2015).

Sultan tak menepis pergantian nama itu menuai risiko, seperti yang selama ini menjadi terjadi di masyarakat. Namun, Sultan punya alasan tetap menghilangkan nama Khalifatullah karena itu perintah dari leluhurnya.

“Semua ada risiko, saya yang menjalankan perintah juga memiliki risiko, tapi saya lebih takut jika perintah leluhur tidak dijalankan,” jelasnya.

Risiko itu seperti penolakan dari kerabat-kerabatnya maupun masyarakat umum. Sultan juga berharap tidak terjadi hal yang buruk pada siapa saja yang menentang sabda raja. Dia tidak akan mempermasalahkan karena melihat sabda raja akan keliru jika mengunakan logika atau pikiran.

“Orang Jawa itu kan melihat sesuatu dengan rasa, bukan pikiran. Kalau dengan pikiran, apa yang dilihat keliru. Yang bener itu belum tentu pener (pas atau sesuai),” ujarnya.




Quote:
SABDA RAJA, 30 April 2015 :
Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto paringono siro kabeh adiningsun, sederek dalem, sentono dalem lan abdi dalem nompo welinge dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto lan romo ningsun eyang-eyang ingsun, poro leluhur Mataram wiwit waktu iki ingsun nompo dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto asmo kelenggahan ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram, Senopati ing Kalogo Langenging Bawono Langgeng Langgenging Toto Panotogomo.
Sabdo Rojo iki perlu dimangerteni diugemi lan ditindakake yo mengkono sabdo ingsun.
Spoiler for subtitle bahasa indonesia:
Tuhan Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarg di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.
Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya.




Quote:DAWUH RAJA, 5 Mei 2015 :
Siro adi ingsun, seksenono ingsun Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram, Senopati ing Ngalogo Langenging Bawono Langgeng, Langgenging Toto Panotogomo
Kadawuhan netepake Putri Ingsun Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tak tetepake Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mangertenono yo mengkono dawuh ingsun.
Spoiler for translate bahasa indonesia:
Saudara semua, saksikanlah saya Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo mendapat perintah untuk menetapkan Putri saya Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mengertilah, begitulah perintah saya.


GKR Pembayun (Putri sulung HB X)



Quote:
Sabda Raja Jadi Pertanda Selesainya Perjanjian Ki Ageng Giring dan Pemanahan

Sabda Raja yang disampaikan Sri Sultan Hamengkubawono X menjadi tanda berakhirnya perjanjian antara Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Selama ini perjanjian itulah yang menjadi dasar munculnya Mataram baru di Yogyakarta sesuai dengan perubahan gelar Sultan.
Spoiler for lengkapnya:
"Dasare perjanjian Ki Ageng Giring sampun rampung mboten saged dipun ewahi (perjanjian antara Ki Ageng Giring sudah selesai dan itu tidak bisa diubah)," kata Sultan.

Hal ini disampaikan Sultan saat memberi penjelasan soal Sabda Raja di Ndalem Wironegaran, Kraton, Yogyakarta, Jumat (8/5/2015).

Sultan menjelaskan, Mataram Lama dari zaman Ken Arok Singosari sampai Kerajaan Pajang. Sedangkan Mataram Baru adalah berdasar pada perjanjian antara Ki Ageng Pemanahan.

"Sekarang perjanjian itu sudah berakhir, dan sudah tidak ada lagi perpisahan antara Mataram Lama dengan Baru," imbuhnya.

Dalam "Babad Tanah Jawi" yang telah didialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Sudibjo Z.H, disebutkan bahwa Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring merupakan dua orang yang bersahabat. Ki Ageng Pemanahan mendapatkan hadiah dari Sultan Pajang berupa wilayah hutan Mataram. Hadiah itu diberikan oleh Sultan Pajang karena Ki Ageng Pemanahan berhasil mengalahkan Arya Penangsang.

Cerita berawal ketika Ki Ageng Giring yang berkedudukan di Gunung Kidul, suatu ketika pernah mendapatkan bisikan gaib saat Ki Ageng sedang memanjat pohon untuk menyadap getah. Di tempat itu ada sebatang pohon kelapa, dekat dengan pohon yang dipanjat Ki Ageng. Pohon kelapa tadi selamanya belum pernah berbuah, namun akhirnya berbuah.

"Pada saat itu buahnya hanya satu dan masih muda (degan). Ki Ageng sedang memasang tabung bambu di atas pohon kelapa, kemudian mendengar suara. Ki Ageng Giring, ketahuilah, siapa yang minum air degan itu habis seketika, kelak seanak turunnya akan menjadi Raja Agung di tanah Jawa," demikian bunyi bisikan gaib itu.

Ki Ageng Giring setelah mendengar suara demikian, segera turun dari pohon yang dia panjat. Di bawah setelah selesai meletakkan tabung penyadapan getah, kemudian cepat-cepat memanjat pohon tadi. Maka telah dipetiklah kelapa muda itu dan dibawa turun.

Namun karena ada klausul 'harus habis seketika', sedangkan Ki Ageng Giring pada saat itu belum haus-haus amat, maka dia memilih untuk meminum air kelapa itu pada siang harinya. Ki Ageng Giring memutuskan untuk pergi dulu ke hutan, dan kemudian meminum air kelapa itu sekali tenggak.
Pada saat Ki Ageng Giring pergi ke hutan demi mendapatkan rasa haus yang teramat sangat, sahabatnya, Ki Ageng Pemanahan tiba di kediaman Ki Ageng Giring. Ki Ageng Pemanahan yang sangat haus setelah berjalan jauh lantas menenggak air kepala 'gaib' , yang rencananya akan diminum oleh Ki Ageng Giring.

Ki Ageng Giring ketika kembali dari hutan hanya bisa meratapi ketika mendapati air degan 'gaib' yang dia petik sudah tidak ada di tempatnya. Dan kemudian Ki Ageng Pemanahan yang ada di situ mengakui dia yang meminum air kelapa muda tersebut.

Ki Ageng Giring setelah mendengar perkataan Ki Ageng Pamenahan merasa seakan hancur hatinya, sedih dan sangat kecewa. Lama ia terdiam. Sebagai seorang yang memiliki kelebihan, maka ia pun mengetahui akan takdir, bahwa sudah takdir Tuhan, Ki Ageng Pamenahan akan menurunkan raja yang menguasai tanah Jawa.

Ki Ageng Giring mempunyai permintaan kepada Ki Ageng Pamenahan, "Adi, permintaan saya begini saja karena air degan sudah Anda minum, bagaimana saya dapat minta kembali? Sudahlah kelak keturunan saya saja bergantian dengan keturunan Anda: turun anda sekali, kemudian bergantian turun saya."

Ki Pemanahan atau Ki Ageng Mataram tidak mau. Permintaan Ki Ageng Giring yang demikian nitu diajukan sampai yang keenam kalinya, Ki Ageng Mataram juga tidak mau. Kemudian ganti ki Giring minta turun yang ketujuh. Ki Ageng Mataram menjawab, "Kakang, Allahu'alam, bagaimana baiknya kelak, saya tidak mengetahui."

Jadi apakah yang dimaksud dengan poin keempat Sabda Raja yang mengubah perjanjian pendiri Mataram yakni Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan itu? Apakah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat akan terjadi pergantian atau dipimpin dari keturunan Ki Ageng Giring seperti dalam perjanjian mereka berdua? Atau dinasti Mataram tetap dipimpin oleh keturunan Ki Ageng Mataram atau Ki Ageng Pemanahan? Belum diketahui secara pasti



Quote:Original Posted By penerus tahta keraton

Soal pewaris tahta kraton Mataram Jogja

Puteri sulung Sri Sultan HB X, GKR Pembayun adalah figur tokoh resmi Kraton Jogja yang secara resmi dan terang-terangan melakukan ziarah ke makam Putri Pembayun Wonoboyo. Almarhumah yang namanya dipakai sebagai nama gelar resmi puteri sulung HB X tersebut adalah puteri sulung P. Senopati, pendiri dinasti Mataram Islam. Ziarah resmi yang
dilakukan oleh seorang petinggi dan pewaris tahta kraton Jogja ini adalah patok sejarah penting, tersirat pengakuan resmi kraton terhadap isteri Ki Ageng Mangir tersebut.
Spoiler for selanjutnya:

Sebagai puteri sulung P. Senopati, sebenarnya Puteri Pembayun adalah pewaris tahta kraton Mataram. Ziarah tersebut pertama kali terjadi
di mana seorang petinggi kraton berziarah resmi ke makam Putri Pembayun yang sebetulnya adalah pewaris tahta pertama kraton Mataram. Seperti para leluhur mereka di Majapahit, anak perempuan punya hak yang sama untuk jadi raja/ratu.

Sejak Ki Ageng Mangir resmi menjadi menantu Panembahan Senopati, de facto maupun de jure seluruh rakyat Mangir otomatis ikut menjadi bagian dari Mataram. Apalagi Putri Pembayun adalah putri sulung kesayangan Panembahan Senopati, maka secara hukum dan secara emosional, Putri Pembayun adalah putera mahkota Mataram. Perempuan jadi raja/ratu, sudah tidak asing lagi di Nusantara. Ambil saja contoh Puteri Shima dari Kalinga atau Tri Bhuana Tunggadewi dari Majapahit, mereka adalah ratu yang hebat pada jamannya masing-masing. Tidak kalah dengan raja laki-laki, bahkan kedua maharani tersebut justru lebih baik dibandingkan beberapa raja laki-laki yang lain.

Mereka ini mampu membawa kerajaan ke arah kejayaan. Yang mengeliminir hak pewaris tahta Putri Pembayun Wonoboyo adalah trik akal-akalan para oknum di sekeliling Panembahan Senopati yang ingin menyingkirkannya. Setelah sekian abad berlalu, kini terbuka wacana baru di mana hak waris anak sulung perempuan akan dipulihkan kembali, seperti kerajaan Inggris, Belanda, Spanyol dll. Soal kepala agama, mereka menunjuk uskup agung, pendeta atau imam besar yang lebih paham dan fokus pada urusan spiritual. Kiranya Sultan Hamengku Buwono X mampu melihat semua itu dengan lebih jernih, dan berani mendobrak tradisi paugeran kraton yang selama ini dinilai "diskriminatif gender". Ngerso dalem sudah membuktikan dengan
menyekolahkan puteri-puterinya ke luar negeri. Puteri sulungnya, sengaja diberi gelar GKR Pembayun, untuk mengingatkan pada Puteri Pembayun sang pewaris tahta pertama dan untuk "mohon restu" kepadanya .

Lokasi makam Puteri Pembayun agak
tersembunyi. Setelah susah-payah dicari, akhirnya makam Puteri Pembayun Wonoboyo ditemukan. GKR Pembayun yang semula tegang, spontan berubah jadi sumringah berseri-seri mengetahui penemuan tersebut. Dengan antusias GKR Pembayun bercerita pada Pangeran Nieko (calon suaminya saat itu),
makam siapakah yang akan mereka ziarahi Kamis sore itu (9/5/2012). Sejak berangkat dari Kraton Kilen, GKR Pembayun dan H Nieko (KPH Wironegoro) memang bertekad kuat menziarahi leluhur yang namanya dia pakai sebagai gelar resmi itu. Kedatangannya ke makam tersebut sekaligus untuk mohon doa restu atas pernikahan mereka. "Ini makam Kanjeng Ratu Pembayun, yang sekarang namanya aku pakai," kata GKR Pembayun
"Lalu ya ng di sampingnya ini siapa?," tanya Nieko.
"Abditerdekatnya, Nyi Aditjara...."
"Kalau sekarang semacam ajudan ya," sambung Nieko.
GKR Pembayun menjelaskan siapa Ratu Pembayun itu. "Ratu Pembayun itu puteri sulung dan puteri kesayangan Panembahan Senopati. Suaminya adalah Ki Ageng Mangir, yang tadi makamnya juga sudah kita sowani di Kotagede. Ki Ageng Mangir sebelumnya adalah musuh Panembahan Senopati, lalu Ratu Pembayun ini diutus menjadi penari ledhek untuk memikat dan membujuk Ki Ageng Mangir untuk mau bergabung dengan Mataram. Takdir pun terjadi, Ratu Pembayun jatuh cinta dan menjadi isteri Ki Ageng Mangir dan ini direstui oleh Panembahan Senopati. Ketika tiba waktunya, sebagai menantu, menghadap mertua, mereka berdua diserahkan kepada Ki Ageng Karanglo untuk mengatur pertemuan. Diam-diam timbullah ide untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir dengan membunuhnya ketika sujud menghadap raja.

Singkat cerita setelah suaminya terbunuh, Ratu Pembayun yang sedang hamil itu diungsikan ke Karanglo. Setelah melahirkan dan meninggal, lalu dimakamkan di sini," tutur Gusti Pembayun dengan lancar.
Makam Kanjeng Ratu Pembayun Wonoboyo, terletak di kompleks makam Ki Ageng Karanglo, di Dusun Karangturi, Banguntapan, Bantul. Lokasi makam sekitar dua kilometer sebelah timur makam raja-raja Mataram di Kotagede. Saat Ki Ageng Mangir tewas, Ratu Pembayun sedang mengandung. Semula atas hasutan beberapa kerabat kraton, Panembahan Senopati bermaksud menghabisi keturunan Ki Ageng Mangir yang masih ada di rahim itu. Namun Ki Ageng Karanglo mencegahnya, karena membunuh janin berarti mengakhiri hidup
Ratu Pembayun, puteri kesayangan sang raja. Kemudian atas izin raja, Putri Pembayun diungsikan oleh Ki Ageng Karanglo. Pesan Panembahan Senopati, bila si anak lahir kelak harap segera dihabisi agar tidak menjadi masalah di belakang hari. Namun setelah lahir, diam-diam si kecil Bagus Wonoboyo diungsiikan ke arah barat (sekarang Kebumen). Kemudian atas desakan para oknum kerabat kraton, status Ratu Pembayun dirubah menjadi puteri triman. Puteri Pembayun dikeluarkan dari kraton, diberikan kepada seseorang untuk diasuh atau dijadikan isteri. Dalam keadaan mengandung, Ratu Pembayun dijodohkan dengan putera Ki Ageng
Karanglo sendiri.


Quote:
8 Syarat Menjadi Sultan Keraton Mataram Yogyakarta
Ada delapan ( 8 ) syarat seseorang untuk menjadi pemimpin di Keraton. Hal itu disimbolkan dalam perumpamaan, yaitu banyak (angsa), kidang (kijang), sawung (ayam jago), galing (merak), hardowaliko (naga raja), kuthuk (kotak uang), kacu emas (sapu tangan yang bersih), dan lentera.

Angsa melambangkan kewaspadaan,
Kijang melambangkan kecerdasan dan ketangkasan,
Ayam jago melambangkan keberanian dan tanggung jawab,
Merak melambangkan keanggunan,
Naga raja melambangkan kekuasaan,
kotak uang menandakan bahwa tanda sultan harus banyak memberi,
kacu emas menandakan kebersihan hati dan batin, dan
Lentera menandakan penerangan.

Paugeran (mekanisme) yang dianut Keraton Yogyakarta selalu mencari benarnya bagaimana dan bukan sekadar sebaiknya bagaimana.


Quote:Original Posted By FOTO
Foto Sultan Keraton Yogya
Dari Hamengkubuwono 1 - Hamengkubuwono X


Semuanya adalah kakung, alias pria gan
Keraton Mataram Yogyakarta Belum pernah dipimpin oleh seorang ratu

Bonus sejarah Singkat Keraton biar makin pinter
Spoiler for sejarah singkat:
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di kalangan rakyatnya.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.

kulo nderek kemawon Mas Gan

Disaat Kepentingan politik merusak tatanan kebudayaan s
Quote:Original Posted By uao
kulo nderek kemawon Mas Gan


haha
agannya juga asli jogja?
Quote:Original Posted By entut.
Disaat Kepentingan politik merusak tatanan kebudayaan s

benar sekali
yuk di up dulu
udah capek2 nyusun nih
ijin menyimak saja gan
woalahhh
kayak gini toh penjelasann kisruh ribut-ribut kemaren
gak nyangka ane
Quote:Original Posted By tHe_fRee
ijin menyimak saja gan


jangan lupa rate 5 ya gan
makasih uda sekalian up

Quote:Original Posted By liaa31
woalahhh
kayak gini toh penjelasann kisruh ribut-ribut kemaren
gak nyangka ane


yoii gan/sist
ini penjelasannya
calon ht. semoga lekas baik :d
Quote:Original Posted By youngactivist
calon ht. semoga lekas baik :d


aminnnn
semoga ht
meskipun peluangnya kecil karena ane gak gabung sg grup kejar HT
tapi moga2 bener deh

semoga thread ini berguna buat agan
ikut memantau .. nderek dawuh e mawon
Quote:Original Posted By strike2theAir
ikut memantau .. nderek dawuh e mawon


kulo nggih nderek dawuh mawon
yang jelas ojo jotos2an nggih mas
males dipimpin cewek gan
bantu up dab. tambah ruwet kie.
ane mantau aja gan, ga paham masalah beginian
Menurut ane mslh tradis keraton ga usa dicampur adukan ama politik n kekuasaan, jdina klo da dicampur aduk psti bakal ada intrik2 n perebutan kekuasaan yg ujung2na psti ada dualisme...
Quote:Original Posted By AdidBunbun


aminnnn
semoga ht
meskipun peluangnya kecil karena ane gak gabung sg grup kejar HT
tapi moga2 bener deh

semoga thread ini berguna buat agan


ht sekarang jadi ht bukan karena nice tread tapi kejar setoran
Quote:Original Posted By karazy
males dipimpin cewek gan


yang pimpin cwo yang mainin cwe gimana gan?
PEJAWAN ANE TUTUP ( menghindari penjual )
Via: Kaskus.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar