Lagi-lagi kasus pesawat terjadi Gan. Tapi kali ini bukan kecelakaan. Ada perlakuan diskriminatif yang diterima oleh salah seorang penumpang pesawat berkursi roda dari maskapai pesawat Etihad Air yang sengaja diminta turun dari pesawat karena dianggap tidak dapat menyelamatkan diri saat kritis. Cekidot beritanya
Quote:
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang penumpang wanita pesawat Etihad Air tidak diizinkan ikut dalam salah satu rute penerbangan pesawat tersebut lantaran dianggap tak dapat menyelamatkan diri pada saat kritis. Dwi Ariyani, 36 tahun, seorang pengguna kursi roda, diminta turun dari penerbangan rute Jakarta-Jenewa maskapai nasional Uni Emirat Arab tersebut begitu diketahui bepergian sendirian.
“Saat disuruh turun, saya mengatakan kepada ketua kru pesawat tersebut bahwa ini diskriminasi, bertentangan dengan konvensi hak disabilitas,” kata Dwi saat dihubungi Tempo, Ahad, 3 April 2016.
Dwi mengatakan ia sudah masuk dan duduk di dalam pesawat, sebelum akhirnya dihampiri kru penerbangan berkode EY471 itu. “Pesawat akan lepas landas pukul 00.15 (Ahad), tertulis di tiket. Saya sudah di dalam pesawat, malah barang saya sudah ada di bagasi kabin,” ujarnya.
Saat melihatnya sendirian, kru pesawat menganggap Dwi akan kesulitan dalam situasi darurat penerbangan. “Jadi, karena saya pengguna kursi roda, katanya nanti saya tak bisa mengevakuasi diri kalau ada kecelakaan,” kata wanita asal Solo, Jawa Tengah, ini.
Dwi tak bisa menerima alasan yang membuatnya tak jadi terbang ke Jenewa, Swiss, itu. “Saya sudah pengalaman terbang ke mana-mana, tak pernah ada yang mengatakan saya tak bisa menolong diri sendiri. Izin dari imigrasi pun saya sudah punya, kok.”
Menurut Dwi, ganti rugi tiket sudah didapatnya dari perwakilan maskapai yang berada di Bandara Soekarno-Hatta. Setelah dari bandara, Dwi pun menginap di Hotel FM7, Tangerang. “Atas hal ini, saya sudah dihubungkan dengan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta karena perlakuan tadi bertentangan dengan hak penyandang disabiitas,” tuturnya. - sumber
Quote:
VIVA.co.id – Seorang WNI asal Solo batal terbang ke kantor PBB di Jenewa. Ia ditolak oleh maskapai Ettihad Airways karena dianggap tak mampu menyelamatkan dirinya sendiri.
Dwi Ariyani, seorang penyandang disabilitas seharusnya terbang ke markas PBB di Jenewa pada Sabtu, 3 April 2016. Dwi akan menghadiri International Disability Alliance untuk mengikuti training pendalaman CRPD (Konvensi hak-Hak Penyandang Disabilitas). Perempuan berkacamata ini tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 20.00 WIB dari Solo.
"Jam 22.00 WIB saya check in di counter Etihad dan memberitahu petugas check in bahwa saya butuh kursi roda khusus untuk masuk ke kabin pesawat. Petugas mengiyakan dan melakukan proses check in saya untuk penerbangan Etihad dengan nomer penerbangan EY 471 ke Abu Dhabi dan lanjut dengan EY 51 ke Jenewa," cerita Dwi Ariyani seperti ditulis dalam kronologi oleh suaminya, Yonnasfi Jambak.
"Pada pukul 00.20 pagi, saya diminta boarding dan diantar petugas ground staff untuk masuk ke dalam pesawat. Setelah masuk pesawat, beberapa menit kemudian saya ditanya pimpinan kru pesawat apakah saya bisa mengevakuasi diri saat terjadi kecelakaan pesawat, saya sampaikan saya akan butuh untuk dibantu. Beberapa saat kemudian datang lagi Airport Operations officer, Bapak Abrar, dan beliau menanyakan apakah saya bisa berjalan, saya sampaikan bisa dengan pegangan tetapi sangat pelan," tulis Dwi.
Namun jawaban Abrar membuat Dwi kaget. Menurutnya, Dwi tidak bisa terbang karena tak membawa pendamping. Dwi lalu memutuskan bertanya kepada pimpinan kru kabin yang pertama menanyainya, apa alasan mereka hingga ia tidak bisa naik pesawat.
"Kembali dia menegaskan karena saya tidak bisa melakukan evakuasi sendiri, mereka meminta saya untuk turun dari pesawat. Saya sudah menjelaskan bahwa saya sering pergi sendiri dan tidak masalah, tetapi mereka tetap beralasan ini adalah peraturan keamanan pesawat dan mereka minta saya untuk turun dari pesawat," ujarnya.
Yonnasfi Jambak, suami Dwi juga membenarkan, istrinya sudah sering bepergian sendirian, meskipun ia penyandang disabilitas. "Iya, istri saya sudah biasa bepergian tanpa pendamping. Bisa dicek dari paspor perjalanannya," ucap Yonnasfi saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 6 Maret 2016.
Yonnasfi mengaku kecewa dengan sikap maskapai tersebut. Ia mendukung sikap istrinya yang membuat petisi melalui change.org. Melalui petisi tersebut Dwi mengaku tak marah atau dendam. "Tapi agar tak ada lagi penyandang disabilitas lain yang diperlakukan semena-mena seperti yang saya alami," tulisnya. sumber
Perlakuan diskriminatif ini sontak mendapat protes dan kecaman dari netizen Gan.
Quote:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penolakan Etihad Airways untuk menerbangkan penumpang dengan kursi roda, Dwi Ariyani, menimbulkan protes di berbagai media sosial. Para netizen mengungkapkan kekecewaan mereka melalui tagar #shameonyouEtihad di Twitter juga Facebook.
Salah satu ungkapan kekecewaan dilontarkan oleh Joni Yulianto melalui akun Twitter pribadi-nya @joniyulianto. Melalui media sosial tersebut, Joni mengungkapkan bahwa perlakuan Etihad Airways kepada Dwi tidak adil. Joni pun mendorong agar Etihad Airways menghapuskan diskriminasi kepada penyandang disabilitas.
"Tugas kalian adalah menerbangkan orang dengan aman, bukan mendiskriminasikan orang #shameonyouEtihad," tulis Joni pada Rabu (6/4).
Protes serupa juga diungkapkan oleh pengguna Facebook Primaningrum Arinarresmi. Melalui akun pribadinya, Primaningrum menilai bahwa maskapai penerbangan asal Uni Emirat Arab ini sudah menghina Dwi selaku penumpang dengan disabilitas.
Oleh karena itu, Primaningrum meminta agar Etihad Airways segera membuat permintaan maaf secara publik kepada Dwi. Selain itu, Primaningrum juga mendorong agar Etihad Airways melakukan kompensasi karena telah merugikan Dwi.
"(Etihad Airways) Harus meminta maaf secara publik dan memberi kompensasi kepada Dwi Ariyani, karena Etihad telah menghina Dwi selaku penumpang dengan disabilitas," tulis Primaningrum melalui akun Facebook pribadinya pada Rabu (6/4).
Petisi yang ditulis oleh Dwi Ariyani melalui http://change.org juga telah mendapatkan lebih dari 17 ribu dukungan. Petisi bertajuk 'Etihad Airways, Jangan Diskriminasi Disabilitas!' ini mendorong agar maskapai penerbangan tersebut tidak lagi melakukan diskriminasi dalam bentuk apa pun terhadap penyandang disabilitas.
Salah satu pendukung petisi, Farid Maruf, bahkan tidak hanya sekadar menandatangani petisi. Farid yang rencananya akan pergi ke Eropa awal bulan depan pada mulanya akan menggunakan jasa Etihad Airways. Akan tetapi, insiden perlakuan diskriminasi kru Etihad Airways mendorongnya untuk membatalkan niat menggunakan jasa maskapai penerbangan tersebut.
"Saya berencana untuk pergi ke Eropa awal bulan depan, berencana untuk menggunakan Etihad seperti yang saya lakukan tahun lalu. Untuk menunjukkan dukungan saya, saya berencana untuk menggunkan maskapai penerbangan lain. Maaf Etihad, Anda tidak akan berbisnis dengan saya bulan depan," ungkap Farid. -sumber
Aduh.. gimana nih maskapai. Dimana-mana yang ada pengguna kursi roda jadi penumpang prioritas. hadeh
Quote:
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang penumpang wanita pesawat Etihad Air tidak diizinkan ikut dalam salah satu rute penerbangan pesawat tersebut lantaran dianggap tak dapat menyelamatkan diri pada saat kritis. Dwi Ariyani, 36 tahun, seorang pengguna kursi roda, diminta turun dari penerbangan rute Jakarta-Jenewa maskapai nasional Uni Emirat Arab tersebut begitu diketahui bepergian sendirian.
“Saat disuruh turun, saya mengatakan kepada ketua kru pesawat tersebut bahwa ini diskriminasi, bertentangan dengan konvensi hak disabilitas,” kata Dwi saat dihubungi Tempo, Ahad, 3 April 2016.
Dwi mengatakan ia sudah masuk dan duduk di dalam pesawat, sebelum akhirnya dihampiri kru penerbangan berkode EY471 itu. “Pesawat akan lepas landas pukul 00.15 (Ahad), tertulis di tiket. Saya sudah di dalam pesawat, malah barang saya sudah ada di bagasi kabin,” ujarnya.
Saat melihatnya sendirian, kru pesawat menganggap Dwi akan kesulitan dalam situasi darurat penerbangan. “Jadi, karena saya pengguna kursi roda, katanya nanti saya tak bisa mengevakuasi diri kalau ada kecelakaan,” kata wanita asal Solo, Jawa Tengah, ini.
Dwi tak bisa menerima alasan yang membuatnya tak jadi terbang ke Jenewa, Swiss, itu. “Saya sudah pengalaman terbang ke mana-mana, tak pernah ada yang mengatakan saya tak bisa menolong diri sendiri. Izin dari imigrasi pun saya sudah punya, kok.”
Menurut Dwi, ganti rugi tiket sudah didapatnya dari perwakilan maskapai yang berada di Bandara Soekarno-Hatta. Setelah dari bandara, Dwi pun menginap di Hotel FM7, Tangerang. “Atas hal ini, saya sudah dihubungkan dengan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta karena perlakuan tadi bertentangan dengan hak penyandang disabiitas,” tuturnya. - sumber
Quote:
VIVA.co.id – Seorang WNI asal Solo batal terbang ke kantor PBB di Jenewa. Ia ditolak oleh maskapai Ettihad Airways karena dianggap tak mampu menyelamatkan dirinya sendiri.
Dwi Ariyani, seorang penyandang disabilitas seharusnya terbang ke markas PBB di Jenewa pada Sabtu, 3 April 2016. Dwi akan menghadiri International Disability Alliance untuk mengikuti training pendalaman CRPD (Konvensi hak-Hak Penyandang Disabilitas). Perempuan berkacamata ini tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 20.00 WIB dari Solo.
"Jam 22.00 WIB saya check in di counter Etihad dan memberitahu petugas check in bahwa saya butuh kursi roda khusus untuk masuk ke kabin pesawat. Petugas mengiyakan dan melakukan proses check in saya untuk penerbangan Etihad dengan nomer penerbangan EY 471 ke Abu Dhabi dan lanjut dengan EY 51 ke Jenewa," cerita Dwi Ariyani seperti ditulis dalam kronologi oleh suaminya, Yonnasfi Jambak.
"Pada pukul 00.20 pagi, saya diminta boarding dan diantar petugas ground staff untuk masuk ke dalam pesawat. Setelah masuk pesawat, beberapa menit kemudian saya ditanya pimpinan kru pesawat apakah saya bisa mengevakuasi diri saat terjadi kecelakaan pesawat, saya sampaikan saya akan butuh untuk dibantu. Beberapa saat kemudian datang lagi Airport Operations officer, Bapak Abrar, dan beliau menanyakan apakah saya bisa berjalan, saya sampaikan bisa dengan pegangan tetapi sangat pelan," tulis Dwi.
Namun jawaban Abrar membuat Dwi kaget. Menurutnya, Dwi tidak bisa terbang karena tak membawa pendamping. Dwi lalu memutuskan bertanya kepada pimpinan kru kabin yang pertama menanyainya, apa alasan mereka hingga ia tidak bisa naik pesawat.
"Kembali dia menegaskan karena saya tidak bisa melakukan evakuasi sendiri, mereka meminta saya untuk turun dari pesawat. Saya sudah menjelaskan bahwa saya sering pergi sendiri dan tidak masalah, tetapi mereka tetap beralasan ini adalah peraturan keamanan pesawat dan mereka minta saya untuk turun dari pesawat," ujarnya.
Yonnasfi Jambak, suami Dwi juga membenarkan, istrinya sudah sering bepergian sendirian, meskipun ia penyandang disabilitas. "Iya, istri saya sudah biasa bepergian tanpa pendamping. Bisa dicek dari paspor perjalanannya," ucap Yonnasfi saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 6 Maret 2016.
Yonnasfi mengaku kecewa dengan sikap maskapai tersebut. Ia mendukung sikap istrinya yang membuat petisi melalui change.org. Melalui petisi tersebut Dwi mengaku tak marah atau dendam. "Tapi agar tak ada lagi penyandang disabilitas lain yang diperlakukan semena-mena seperti yang saya alami," tulisnya. sumber
Perlakuan diskriminatif ini sontak mendapat protes dan kecaman dari netizen Gan.
Quote:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penolakan Etihad Airways untuk menerbangkan penumpang dengan kursi roda, Dwi Ariyani, menimbulkan protes di berbagai media sosial. Para netizen mengungkapkan kekecewaan mereka melalui tagar #shameonyouEtihad di Twitter juga Facebook.
Salah satu ungkapan kekecewaan dilontarkan oleh Joni Yulianto melalui akun Twitter pribadi-nya @joniyulianto. Melalui media sosial tersebut, Joni mengungkapkan bahwa perlakuan Etihad Airways kepada Dwi tidak adil. Joni pun mendorong agar Etihad Airways menghapuskan diskriminasi kepada penyandang disabilitas.
"Tugas kalian adalah menerbangkan orang dengan aman, bukan mendiskriminasikan orang #shameonyouEtihad," tulis Joni pada Rabu (6/4).
Protes serupa juga diungkapkan oleh pengguna Facebook Primaningrum Arinarresmi. Melalui akun pribadinya, Primaningrum menilai bahwa maskapai penerbangan asal Uni Emirat Arab ini sudah menghina Dwi selaku penumpang dengan disabilitas.
Oleh karena itu, Primaningrum meminta agar Etihad Airways segera membuat permintaan maaf secara publik kepada Dwi. Selain itu, Primaningrum juga mendorong agar Etihad Airways melakukan kompensasi karena telah merugikan Dwi.
"(Etihad Airways) Harus meminta maaf secara publik dan memberi kompensasi kepada Dwi Ariyani, karena Etihad telah menghina Dwi selaku penumpang dengan disabilitas," tulis Primaningrum melalui akun Facebook pribadinya pada Rabu (6/4).
Petisi yang ditulis oleh Dwi Ariyani melalui http://change.org juga telah mendapatkan lebih dari 17 ribu dukungan. Petisi bertajuk 'Etihad Airways, Jangan Diskriminasi Disabilitas!' ini mendorong agar maskapai penerbangan tersebut tidak lagi melakukan diskriminasi dalam bentuk apa pun terhadap penyandang disabilitas.
Salah satu pendukung petisi, Farid Maruf, bahkan tidak hanya sekadar menandatangani petisi. Farid yang rencananya akan pergi ke Eropa awal bulan depan pada mulanya akan menggunakan jasa Etihad Airways. Akan tetapi, insiden perlakuan diskriminasi kru Etihad Airways mendorongnya untuk membatalkan niat menggunakan jasa maskapai penerbangan tersebut.
"Saya berencana untuk pergi ke Eropa awal bulan depan, berencana untuk menggunakan Etihad seperti yang saya lakukan tahun lalu. Untuk menunjukkan dukungan saya, saya berencana untuk menggunkan maskapai penerbangan lain. Maaf Etihad, Anda tidak akan berbisnis dengan saya bulan depan," ungkap Farid. -sumber
Aduh.. gimana nih maskapai. Dimana-mana yang ada pengguna kursi roda jadi penumpang prioritas. hadeh
apa2an ini... kok bisa
Wah rame ki. Tapi emang ane sendiri sebulan bisa 3x naek pesawat lom pernah jumpa penyandang disabilitas yg traveling sendirian jadi lom bisa nilai kasus ini.
Semoga berakhir baik deh
Semoga berakhir baik deh
untung bkn SQ
piye toh iki
etihadnya bener.
hrs ada pendamping org sehat.
hrs ada pendamping org sehat.
hmmm etihad mmg jahad
sponsor m siti tuh
sponsor m siti tuh
bakal rame ini, apalagi calon penumpang ternyata mau konvensi di PBB terkait diasbilitas jg.
Quote:Original Posted By rama.biz ►
perhatian amat gan, lg jomblo ya
tau aja ente...
mangkanya ngaskus
perhatian amat gan, lg jomblo ya
tau aja ente...
mangkanya ngaskus
hanya masalah kecil
pihak maskapai mengharuskan dia mesti punya pendamping, jadi gak perlu heboh begini
kalo terlalu heboh nanti dianggap rakyat indonesia kampungan.
padahal emang kampungan yak
pihak maskapai mengharuskan dia mesti punya pendamping, jadi gak perlu heboh begini
kalo terlalu heboh nanti dianggap rakyat indonesia kampungan.
padahal emang kampungan yak
naga naganya bully akan lebih keras karena ada bau arab di maskapainya
kasihan gan
bused itu farid makruf protesnya sambil pamer mau liburan ke eropa
kebijakan dr maskapainya kayak gitu ya mo gimana lg.
Lah bagus itu. Dia sendirian jadi kalau ada apa2 ntar pihak maskapai kesulitan..
Quote:Original Posted By kellyrp ►
etihadnya bener.
hrs ada pendamping org sehat.
Kalau harus ada pendamping, seharusnya di checkin counter si ibu gak diloloskan
etihadnya bener.
hrs ada pendamping org sehat.
Kalau harus ada pendamping, seharusnya di checkin counter si ibu gak diloloskan
Mungkin kebijakan tiap maskapai beda,soalnya ini bepergian sendiri tanpa pendamping,tapi seharusnya maskapai gak boleh melakukan kebijakan seperti itu karena ini memang termasuk diskriminasi
Quote:Original Posted By lonelyandsadkid ►
Kalau harus ada pendamping, seharusnya di checkin counter si ibu gak diloloskan
seharusnya saat checkin si ibu ditanya.
seharusnya keluarga tdk membiarkan si ibu jalan jauh sendirian.
seharusnya si ibu juga tau diri tdk nurut ego maksa jalan sendirian modal duduk dikursi roda.
misalnya siibu adalah penumpang batik air (anggap saja fully seat) yg tabrakan. apa yg terjadi.
dan akhirnya org pd nyalahin maskapai
Via: Kaskus.co.id
Kalau harus ada pendamping, seharusnya di checkin counter si ibu gak diloloskan
seharusnya saat checkin si ibu ditanya.
seharusnya keluarga tdk membiarkan si ibu jalan jauh sendirian.
seharusnya si ibu juga tau diri tdk nurut ego maksa jalan sendirian modal duduk dikursi roda.
misalnya siibu adalah penumpang batik air (anggap saja fully seat) yg tabrakan. apa yg terjadi.
dan akhirnya org pd nyalahin maskapai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar