Pages


Senin, 16 Mei 2016

Eksekusi Mati 'Tanpa Drama', Dunia Pantau Pergerakan Indonesia

Quote:Eksekusi Mati 'Tanpa Drama', Dunia Pantau Pergerakan Indonesia

Eksekusi Mati 'Tanpa Drama', Dunia Pantau Pergerakan Indonesia

Liputan6.com, Jakarta -Mata dunia mengarah ke Indonesia, menyusul niat pemerintah untuk melakukan eksekusi mati tahap III. Belum jelas kapan itu akan dilakukan, tapi pada saatnya, 15 terpidana mati kasus narkotika akan menghadapi regu tembak.

Seperti dikutip dari Time, Jumat (13/5/2016), hanya 5 dari 15 terpidana mati yang akan dieksekusi. Lainnya adalah warga asing, yang diduga 3 warga negara Tiongkok, 1 Pakistan, 2 Nigeria, 2 Senegal, dan 1 Zimbabwe.

Dalam artikelnya, "Indonesia Hopes to Execute Several Foreign Death-Row Inmates Without the World Noticing", Time menyebut Indonesia kukuh melaksanakan eksekusi mati tanpa mendengarkan pendapat dunia.

Media Amerika Serikat tersebut juga menyebut, protes keras bakal kembali terjadi seperti saat eksekusi 14 narapidana kasus narkotika pada 2015.

Dua di antaranya adalah warga negara asing, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, yang adalah anggota sindikat narkoba Bali Nine.

Kala itu, sejumlah kampanye gencar dilakukan di media sosial, menuntut pengampunan untuk dua warga Australia itu, juga untuk Mary Jane Veloso dari Filipina dan Serge Atlaoui dari Prancis.

Sejumlah aksi juga dilakukan sejumlah negara yang menjadi asal para terpidana mati. Australia, Belanda, dan Brasil menarik duta besarnya dari Indonesia sebagai bentuk protes. Kanselir Jerman Angela Merkel bahkan mengungkapkan secara langsung keberatannya pada Presiden Jokowi yang berkunjung ke Berlin bulan lalu.

Namun, tidak demikian dengan 3 terpidana mati lain. Zimbabwe kini sedang mengurangi hukuman mati, sementara Senegal sudah menghapusnya satu dekade lalu.

Persiapan sudah dilakukan

Mengutip Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Time menuliskan bahwa, "Eksekusi mati bisa berlangsung setiap saat."

"Eksekusi kapan saja bisa ada...Tapi dipastikan tidak ada drama seperti sebelumnya," kata Luhut dalam acara Coffee Morning pada 21 April 2016.

Sejumlah narapidana mati kini sudah dikirim ke Nusakambangan, Cilacap. Polda Jawa Tengah juga dikabarkan terus melakukan persiapan jelang eksekusi mati jilid III itu yang dikabarkan akan dilakukan dalam waktu dekat.

"Pertengahan bulan ini, 15 orang. Tempatnya sama di Nusakambangan," ungkap Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol A Liliek Darmanto saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 10 Mei 2016.

Untuk keperluan itu, imbuh Lliliek, 150 penembak jitu yang keseluruhan dari Brimob Polda Jateng, saat ini menjalani pelatihan dan program penguatan rohani.

"Kemarin pemberitahuannya tahap III akan lakukan eksekusi 13 terpidana mati. Sekarang bertambah dua jadi 15 terpidana mati yang akan dieksekusi," ujar Liliek.

Dia menjelaskan, dengan tambahan dua terpidana mati yang akan dieksekusi, pihaknya mempersiapkan sedikitnya 20 personel tambahan.

Meski hukuman mati jilid III itu tengah ramai dibicarakan, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmad membantah akan mengeksekusi 15 terpidana kasus narkotika itu. Ia pun mempertanyakan kebenaran informasi yang beredar tersebut.

"Sumbernya dari mana? Nanti dikasih tahu kalau sudah pasti," ujar Noor Rachmad di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa 10 Mei 2016.

Menurut Noor Rachmad, pihaknya bahkan belum mengetahui secara pasti jumlah terpidana mati kasus narkoba yang sudah ditolak upaya peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah Agung. "Saya masih harus cek dulu," ucapnya.

Selain itu, ia juga mengaku belum tahu kapan waktu pelaksanaan eksekusi mati jilid III. Tetapi, untuk persiapan pelaksanaan eksekusi mati, Noor Rachmad tak mengelak.http://global.liputan6.com/read/2505...akan-indonesia


Quote:Pro Kontra Pidana Mati Di Indonesia

Masyarakat Indonesia khususnya para yuris terbelah dalam menyikapi pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, sebagian mendukung pelakasanaan hukuman mati dan sebagian lagi menentangnya. Pada umumnya masyarakat yang menolak pemberlakuan hukuman mati berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusi (HAM) seperti yang selalu disuarakan oleh Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan) dalam menentang pemberlakuan hukuman mati.

Untuk menilai secara objektif tentang pemberlakuan hukuman mati di Indonesia, ada baiknya untuk mencermati pertanyaan yang dilontarkan oleh Sahetapy tentang pelaksanaan hukuman mati Indonesia, beliau mengatakan, dapatkah secara ilmiah dijalin suatu hubungan timbale balik antara pidana mati dan pancasila dan apakah kesadaran hukum dari bangsa Indonesia masih dapat mengizinkan dan atau mempertahankan pidana mati (baca: hukuman mati dalam Negara pancasila). Roeslan Saleh, berpendapat tidak setuju adanya pidana mati di Indonesia karena beberapa alasan, pertama, putusan hakim tidak dapat diperbaiki lagi kalau ada kekeliruan, kedua, mendasarkan landasan falsafah Negara pancasila, maka pidana mati itu bertentangan dengan perikemanusiaan. Sebagaimana Roeslan Saleh, Sahetapy, juga mempunyai pendapat yang sama, beliau menyatakan, hukuman mati bertentangan dengan Pancasila (baca: Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007).

Sejalan dengan pendapatnya Roeslan Saleh tersebut, Arief Sidharta, juga menolak pemberlakuan hukuman mati di Indonesia, beliau mendasarkan pendaptnya terhadap Pasal 28I UUD 1945 yang menyatakan bahwa, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, beliau menegaskan “hak untuk hidup” masuk ke dalam kelompok hak nonderogalbe, berdasarkan asas lex superior derogate legi inferior. (baca: hukuman mati dalam polemik).

Pendapat Arif Sidharta, menurut pandangan penulis sangat lemah, karena dalam redaksi Pasal 28I tersebut bukan hanya “hak untuk hidup” yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, namun juga “hak untuk tidak disiksa” masuk dalam rumusan Pasal 28I UUD 1945tersebut, sedangkan hukuman dalam bentuk apapun merupakan penyiksaan seprti yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP. Kemudian pertanyaannya bagaimana dengan hukuman penjara dan lain-lainya seperti yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP, apakah kemudian setiap pelaku kejahatan tidak dapat dihukum karena setiap orang berhak untuk tidak disiksa sebagaiman Pasal 28I UUD 1945. Kalau kita mengacu kepada Pasal 28J UUD 1945 dimana Negara diberikan hak untuk memberikan pembatasan-pembatas dengan undang-undang terhadap hak asasi manusia, termasuk hak untuk hidup, maka hukuman mati adalah konstitusional karena tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Selain itu, pemberian hukuman mati terhadap tidak dapat dilihat dari satu aspek saja yaitu terpidana, namun juga dari aspek yang lain yaitu dari akibat yang ditimbulkan dari perbuatan terpidana, sebagaimana pendapat A Muhammad Asrun, beliau menyatakan pemahaman yang benar terhadap pemberlakuan hukuman mati terkait kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) seperti kejahatan narkotika harus dilihat sebagai upaya perlindungan terhadap hak hidup (the right to life) banyak orang (Baca: Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007).

Sejalan dengan pendapat A Muhammad Asrun, menurut Didik Endro Purwo Laksono, Fungsi secara khusus dari hukum pidana yaitu secara khusus ialah melindungi kepentinqan hukum terhadap perbuatan, tindakan atau aktivitas atau kegiatan yang membahayakan. Yang dimaksud dengan Kepentingan Hukum itu sendiri, yaitu : kepentingan hukum terhadap nyawa manusia. Maknanya di sini yaitu bahwa siapapun tidak boleh melakukan perbuatan, kegiatan, aktivitas yang membahayakan atau melanggar kepentingan hukum yang berupa nyawa manusia. Bagi siapa saja yang membahayakan atau melanggar kepentingan hukum terhadap nyawa manusia, dapat dijerat dengan ketentuan KUHP, misainya 340 KUHP, 338 KUHP, 359 KUHP.

Bagaimana dengan sosiologis masyarakat Indonesia berkenaan dengan pelaksanaan hukuman mati. Dilihat dari keadaan masyarakat Indonesia sebelum dan pasca pelaksanaan eksekusi mati yang baru-baru ini dilakukan oleh pemerintah, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia setuju dengan adanya hukuman mati, khususnya terpidana kasus Narkotika. Karena tidak ada gerakan masyarakat yang menolak terhadap eksekusi mati tahap II tersebut, kecuali hanya sebagian kecil dari elemen masyarakat yang menolak hukuman mati.

Selain itu dari factor kesejarahan, hukuman mati telah eksis atau diterapkan di bumi Nusantara sejak sebelum kemerdekaan Indonesia untuk kasus kejahatan yang dapat merusak tatanan sosial dan keseimbangan masyarakat sebagaimana yang diungkapkan Soepomo (baca: pidana mati dalam Negara pancasila). Sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan dunia internasional bahwa kejahatan Narkotika masuk kedalam kategori white color crime (kejahatan kerah putih) sehingga penjatuhan pidana mati terhadap kejahatan tersebut sangat wajar, karena Narkoba dan sejenisnya dapat merusak tatanan kehidupan sosial masyarakat dan dapat mengancam keseimbangan masyarakat.http://www.hukumpedia.com/keluarga/p...i-di-indonesia


Quote:71 Persen Negara Dunia Menolak hukuman Mati


Masih perlukah Hukuman Mati? Betulkah hukuman jadi solusi untuk mengurangi tindak kriminal? hmm..
Quote:TERNYATA, HUKUMAN MATI TAK EFEKTIF BASMI KORUPTOR

RMOL. Logika hukum yang benar mengatakan bahwa efektivitas hukum bukan soal hukum Islam atau bukan hukum Islam.

Logika hukum juga mengatakan efektifitas hukum bukan soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atau bukan pelanggaran HAM. Bukan pula soal melanggar UUD 1945 ataupun tidak melanggar UUD 1945. Bukan juga soal banyaknya ulama Islam yang mendukung atau yang tidak mendukung hukuman mati.

Efektivitas hukuman mati adalah soal efektif atau tidak efektif hukuman mati itu sendiri.

Efektif atau tidaknya pemberantasan korupsi bisa diukur dengan menggunakkan Indek Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index atau yang sudah diakui seluruh negara di dunia. IPK di China pada tahun 2002 adalah 3,5. Sementara pada tahun 2003 adalah 3,4. Tahun 2008 dan tahun 2009 meningkat menjadi 3,6. Sementara tahun 2010 IPK China adalah 3,5.

Dengan demikian, berarti, penanggulan korupsi di China tidak signifikan, buruk atau tidak efektif. Berarti pula, hukuman mati bagi koruptor tidak signifikan menurunkan angka korupsi.

China cuma menduduki peringkat ke 78 dalam pemberantasan korupsi (walaupun ada ancaman hukuman mati). Sedangkan Denmark,yang tidak menerapkan hukuman mati bagi para koruptor, memiliki nilai IPK 9 (paling baik) dan menduduki peringkat 1 di dunia.


Tuhan Yg memberi Kehidupan, Maka Tuhan pulalah yg berhak mengambil itu kehidupan


Quote:Pemerintah Diminta Pelajari Efektivitas Hukuman Mati

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah didesak menghentikan sementara (moratorium) pelaksanaan hukuman mati pada tahun ini. Dengan begitu, diharapkan pemerintah bisa melakukan kajian mendalam soal perlu atau tidaknya pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.

Menurut Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin, pemerintah harus mempelajari seberapa efektif pelaksanaan hukuman mati selama ini.

Bila memang hasil kajian itu menyatakan perlu ada hukuman mati, menurutnya tetap harus ada kriteria kuat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaanya. Rafendi mengatakan, hanya pelaku kejahatan serius seperti yang sudah diatur oleh Perserikatan Bangsa-bangsa yang bisa dikenakan hukuman mati.

"Semenjak awal, terdakwa juga harus mendapatkan pembelaan yang memadai. Sejak awal ditangkap polisi, dia sudah harus tahu apa yang dituduhkan padanya dan apa konsekuensinya," kata Rafendi saat ditemui di kantor HRWG, Jakarta, Selasa (5/1).

Namun, Rafendi menegaskan, apabila pemerintah tidak bisa menjamin hal tersebut, maka sebaiknya pemerintah tidak menerapkan hukuman mati. Pasalnya, hal itu dapat berakibat munculnya vonis yang keliru dan tidak adil.

"Tahun ini PBB menggelar konferensi internasional soal HAM dan narkotik. Jadi, ini merupakan momentum bagi Indonesia untuk introspeksi soal hukuman mati," kata Rafendi.

Meski berbagai lembaga, termasuk Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa hukuman mati efektif membuat bandar narkotika jera, Rafendi meragukan hal tersebut.

Ia mengatakan, secara ilmiah, tidak terbukti bahwa hukuman mati bisa membuat bandar narkotik jera. "BNN kerap menggunakan argumen itu. Padahal, itu tidak jelas terbukti," ujarnya.

Saat ini tercatat ada 120 terpidana mati yang akan dieksekusi. Mayoritas terjerat kasus peredaran narkotik. Ada pula yang divonis bersalah dalam perkara pembunuhan berencana. (sur)


Jika kita berpegang pada prinsip dan norma hak-hak asasi manusia, hukuman mati memang harus ditolak atau dihapuskan, karena ia bertentangan dengan prinsip dan norma tersebut. Betapapun beratnya tindak pidana yang didakwakan atas seseorang, seharusnya hukuman mati diakhiri.

Pertama, negara bukan saja harus menghormati dan melindungi hak untuk hidup (the right to life), tapi juga menjamin pelaksanaan penegakan hukum yang tak merengut hak tersebut. Negara harus menjamin hak setiap orang untuk hidup tanpa merenggutnya dalam penegakan hukum pidana.

Kedua, dalam prinsip hak-hak asasi manusia, hak untuk hidup adalah hak yang tak terenggutkan (non-derogable right), tak boleh dicabut dalam keadaan apa pun. Pencabutan hak ini tidak diperkenankan bukan saja dalam keadaan perang, apalagi dalam keadaan damai.

Ketiga, hak untuk hidup adalah hak yang melekat di dalam diri (right in itself) setiap orang. Hidup menyatu dengan tubuh manusia atau setiap orang. Merenggutnya berarti mengakhiri hidup seseorang. Pada titik yang mengerikan inilah hidup seseorang sebagai manusia berakhir.

Keempat, hak untuk hidup paling ditekankan untuk dihormati dan dilindungi oleh semua Negara sebagaimana terkandung dalam Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi RI. Hak ini juga dilindungi dalam Pasal 28A UUD 1945 serta Pasal 4 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Penghormatan dan perlindungan bukan saja bersumber dari prinsip dan norma hak-hak asasi manusia internasional, tapi juga telah menjadi bagian dari ketentuan hukum nasional. Negara berkewajiban melindungi dan menjamin setiap orang agar dapat menikmati hak untuk hidup.
Quote:Original Posted By hebatpart2







Masih perlukah Hukuman Mati? Betulkah hukuman jadi solusi untuk mengurangi tindak kriminal? hmm..


Ketika hukuman penjara tidak membuat para pelaku jera. Keluar penjara kembali lagi bikin kejahatan yang sama.
Quote:Original Posted By shujinko


Ketika hukuman penjara tidak membuat para pelaku jera. Keluar penjara kembali lagi bikin kejahatan yang sama.


kita jgn mengenalisir semua tahanan-narapidana akan kembali jadi penjahat. hanya sebagian kecil mantan napi yg jadi residivis..

kalo ente baca-baca.. di gugel. bagaimna di arab dan china hukuman mati ternyata tidak jadi solusi. kejahatannya tidak berkurang, stganan malah bertambah..
penjual dan pengedar narkoba dipelihara oleh negara
Quote:Original Posted By ASDD
penjual dan pengedar narkoba dipelihara oleh negara


jangan ngawur kamu..
Quote:Original Posted By hebatpart2


kita jgn mengenalisir semua tahanan-narapidana akan kembali jadi penjahat. hanya sebagian kecil mantan napi yg jadi residivis..

kalo ente baca-baca.. di gugel. bagaimna di arab dan china hukuman mati ternyata tidak jadi solusi. kejahatannya tidak berkurang, stganan malah bertambah..


Quote:Original Posted By hebatpart2


jangan ngawur kamu..


Nah udah ada hukuman mati aja masih merajalela gimana kalau gak ada. Gw gak tau elo ya, tapi gw ada teman yang merupakan korban pemerkosaan sama narkoba. Korban dari 2 hal ini bener-bener parah, karna gak hanya merusak jasmani saja, mental mereka juga jadi rusak.
Matiinn..ngabisin cadangan beras negara aja mereka itu klu trus2an ditahan
Terlalu lamanya antara putusan hukuman mati hakim dan saat eksekusi menimbulkan perdebatan opini...kemudian kenapa mesti di Nusakambangan, menjadikan mahalnya biaya personil untuk pelaksanaan hukuman mati.
Bikin yg sederhana tapi menimbulkan efek jera buat napi yg lain...eksekusi cukup dipenjara masing-masing.
Sekarang gak ada Ausi yang koar-koar
hukuman mati .................lanjutken ......
Quote:Original Posted By shujinko




Nah udah ada hukuman mati aja masih merajalela gimana kalau gak ada. Gw gak tau elo ya, tapi gw ada teman yang merupakan korban pemerkosaan sama narkoba. Korban dari 2 hal ini bener-bener parah, karna gak hanya merusak jasmani saja, mental mereka juga jadi rusak.


dak betul itu logikamu. " logikanya begini ; sdh diterapkan hukuman mati tapi kejahatan masih tetap tinggi, berarti sia-sia dong nyawa orang dihukum selama ini".. di swiss hukuman mati dilarang, tapi swis jadi salah satu negara yg paling aman dan damai didunia..

Quote:Original Posted By hebatpart2


dak betul itu logikamu. " logikanya begini ; sdh diterapkan hukuman mati tapi kejahatan masih tetap tinggi, berarti sia-sia dong nyawa orang dihukum selama ini".. di swiss hukuman mati dilarang, tapi swis jadi salah satu negara yg paling aman dan damai didunia..



Setiap orang ada pendapat masing-masing. Gw pro hukuman mati untuk para pengedar narkoba, pemerkosa dan koruptor. Masih ingat dengan istilah Petrus di jaman Suharto dulu. Sukses mengurangi angka kejahatan. Gak semua negara bisa dipukul rata. Berhasil di negara lain belum tentu berhasil di negara kita
sebuah dilema, pelaku kejahatan yang menyebabkan tercabutnya kehidupan orang lain apakah harus dibalas dengan mencabut kehidupan sipelaku? jika ya berarti kita telah lancang mengambil hak preogratif sang pencipta sang pemberi kehidupan
Quote:Original Posted By augere
sebuah dilema, pelaku kejahatan yang menyebabkan tercabutnya kehidupan orang lain apakah harus dibalas dengan mencabut kehidupan sipelaku? jika ya berarti kita telah lancang mengambil hak preogratif sang pencipta sang pemberi kehidupan


betull..
istilahnya begini " Seorang penjahat makan taik (membunuh), masa kita dan negara musti ikut-ikutan jadi pemakan taik (pembunuh)?"
Tunjukan pada dunia indonesia masih punya gigi, ojo meneng ae
Kapan nih, lanjutan hukuman mati
Quote:Original Posted By shujinko


Setiap orang ada pendapat masing-masing. Gw pro hukuman mati untuk para pengedar narkoba, pemerkosa dan koruptor. Masih ingat dengan istilah Petrus di jaman Suharto dulu. Sukses mengurangi angka kejahatan. Gak semua negara bisa dipukul rata. Berhasil di negara lain belum tentu berhasil di negara kita


hukuman mati yg diterapkan hakim saja masih banyak kekeliruan, apalagi pake sistem petrus?
tujuan hukum itu bukan untuk balas demdam, tapi untuk memperbaiki tingkah laku manusia..
entahlah
langsung eksekusi ajah
kalo ada yang keberatan .... salah sendiri warga mereka jualan narkoba di marih
Via: Kaskus.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar