Pages


Senin, 19 Oktober 2015

Menurut Ane, Satu Orang Satu Suara Kurang Fair.. [cetoteh kaskuser untuk bangsa]



Selamat pagi, siang, sore, malam kaskusers..

Kebaca sukur ga kebaca yaudah..

Kebetulan, saat ini kerjaan ane lagi ada hubunganya dengan pemilihan kepala daerah gan. Jadi secara ga sadar diam-diam jadi sering ngelamunin dinamika perpolitikan dan sistem demokrasi bangsa Indonesia tercinta ini. Yeah, ane bukan orang yang melek banget tentang politik gan. Tapi ya gak juga bego2 amatlah kalo diajak sekedar ngobrol di warung kopi tentang hingar bingar politik, entah perpolitikan tingkat daerah maupun nasional. (nggak bego2 amat tapi bego2 banget tepatnya gan ). Itupun sambil nongkrongnya tanpa pesen kopi loh gan..

Begini gan..
Ehm.. Pernahkah agan terpikir tentang apa yang terjadi dalam sistem demokrasi yang kita anut sekarang ini gan? Pemimpin-Pemimpin daerah dan pusat (Eksekutif) dan Wakil-Wakil Rakyat (Legislatif) dipilih secara langsung oleh rakyat (rakyat yang memiliki hak pilih tentunya), benar-benar secara langsung. Kenapa ane garis bawahi kata 'benar-benar'?.. Ya, karena suara kita langsung terhitung dan menjadi suara pasti yang akan ikut menentukan nasib perpolitikan entah dalam lingkup daerah maupun nasional. Ini hal luar biasa yang tidak kita sadari dalam peranan kita sebagai rakyat Indonesia lho gan..


Cobalah kau tengok gan, bahkan dalam sistem pemilihan umum di Amerika Serikat sekalipun, kalimat "memilih langsung" masih berarti semu. Negara Amerika Serikat yang dalam perbincangan umum dianggap mempunyai sistem demokrasi yang bagus, ternyata tidak mutlak memilih secara langsung pemimpin mereka (perlu diketahui bahwa sebagian besar orang menganggap mekanisme pemilihan presiden Amerika Serikat yang sudah berjalan sejak kemerdekaannya tahun 1776 ini sangat demokratis, bahkan sempurna.).. Heeuuh, malah jadi melebar ke Amerika dulu nih ulasan ane..
Gapapa.. Sedikit ane jelasin bagaimana perbedaan itu gan, biar sekalian ngocehnya.. (Tapi jika agan tidak berkenan membaca bahasan Amerika Serikat ini, silahkan skip dan langsung baca bawah spoiler gan, karena tanpa baca inipun, agan tidak akan kehilangan esensi maksud konten thread ini nantinya)

Spoiler for Pemilihan Umum Amerika Serikat:
Mohon tidak terjadi protes, disini ane nggak dengan sengaja memilih negara ini sebagai perbandingan gan. Ane juga nggak berkiblat ke sana. Hanya karena sistem demokrasi Amerika Serikat yang relatif paling populer untuk dibahas.
Pemilihan umum Amerika Serikat dilakukan dua tahun sekali, dan pemilihan presiden dilakukan empat tahun sekali. Pemilihan umum tersebut berlangsung sekaligus, dalam arti begini gan: dua tahun memilih legislatif ( atau disini kita sebut DPR), dua tahun setelahnya memilih legislatif dan presiden sekaligus. Presiden di Amerika Serikat menggunakan sistem electoral college. Setiap negara bagian memiliki jatah electoral votes yang berbeda. Jatah ini ditentukan oleh banyaknya alokasi kursi Senat dan DPR yang dimiliki tiap-tiap negara bagian. Alokasi kursi Senat dan DPR sendiri bisa berubah berdasarkan populasi penduduk yang ditetapkan oleh sensus sepuluh tahunan. <sumber>
Lebih mudahnya ane gambarin seperti ini gan:



Gambar coret2 ane diatas, tidak merepresantasikan angka2 yang sesungguhnya. Hanya contoh belaka.
Dalam tiap periode pemilu, partai mengajukan sejumlah calon legislatif (DPR) sejumlah jatah tiap-tiap negara bagian, misal negara bagian A mempunyai jatah 49 kursi. Rakyat memilih partai mana yang mereka percaya. Jika partai biru menang maka pada negara bagian tersebut 49 kursi seluruhnya dimiliki oleh partai biru. Beginilah yang dikenal dengan istilah: the winner take it all. Lalu jumlah DPR tersebut ditambah 2 kursi senat tiap negara bagian.

Pada pemilihan presiden, kemenangan jumlah DPR tidak selalu berarti kemenangan bagi calon presiden yang diusungnya secara otomatis. Sehingga dalam sistem ini, presiden terpilih tidak diangkat berdasarkan pilihan rakyat lewat pemungutan suara di TPS, tetapi oleh electoral votes (suara pemilu) yang tersebar di seluruh negara bagian. Paham nggak gan?.. Begini, (berdasarkan contoh/gambar diatas), meski partai biru mendominasi dalam segi jumlah satuan pemilih, tetap saja belum tentu presiden yang diusungnya menang gan. Lihat dan ane hitungin contohnya gan (masih berdasar dari angka contoh gambar diatas):



Secara akumulasi, jumlah pemilih (per gundul) partai biru lebih banyak mengumpulkan suara 57,50%. Tapi karena ada batas negara bagian dimana pada negara2 bagian dengan populasi yang besar, dimana calon legislatif yang diajukan lebih banyak, partai merah lebih banyak menang maka partai merah yang menang.

Ane punya analogi paling sederhana biar lebih mudah dipahami gan, begini..


Kita analogikan sebagai ujian kuliah agan, ibaratkan bahwa NILAI UJIAN adalah jumlah pemilih, BOBOT SKS adalah jumlah calon legislatif, dan MATA KULIAH adalah negara bagian. Agan dan temen agan (satu jurusan, mengambil mata kuliah yang sama dan jumlah sks yang sama) kita ibaratkan calon presiden. Dan misalnya hasil ujiannya begini:


Nilai Agan secara akumulasi lebih tinggi di banding teman Agan (3 + 2 + 3 + 1 + 2 = 10), sayangnya hal tersebut karena agan lebih unggul pada mata kuliah dengan bobot sks rendah. Sementara, meskipun akumulasi nilai temen agan lebih sedikit (1 + 1 + 1 + 4 + 2 = 9) tapi pada akhir perhitungan IPK temen Agan lebih unggul, karena dia lebih baik hanya pada satu mata kuliah yang bobot sks-nya tinggi. Begini pasti tahu kan?..

Dah, itu aja bahas Amerikanya.. Intinya, mereka memilih wakil dan pimpinannya tidak secara langsung..


Kembali ke Indonesia..
Bersebelahan dengan rasa bangga akan hal itu gan, sebenarnya ada hal yang sering mengganggu pikiran ane yaitu rakyat Indonesia yang sudah memenuhi syarat dan terdaftar untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin daerah / pemimpin negara, secara keseluruhan memiliki nilai yang sama. Artinya, satu pemilih memiliki satu poin yang sama tanpa ada perbedaan bobot sama sekali. Ini hati ane langsung resah gan..

Lalu kenapa ane terganggu? bukankah itu sudah sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”?.. Kemudian mengerucut pada persamaan di bidang politik, yaitu memperoleh kesempatan sama untuk warga Negara memilih dan dipilih, berkesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik Negara.

Entahlah gan, pikiran ane ini bener apa keblinger.. Yang membuat ane gundah, karena persamaan tersebut justru membatasi kualitas demokrasi kita gan. ( sok banget kaya udah ngerti aja ya ane?..) Coba deh agan cerna cerita fiktif tapi berdasarkan fakta berikut ini:

Quote:Putri, seorang gadis cantik dan cerdas serta kritis terhadap kehidupan sosial, dalam kesehariannya banyak memperhatikan dinamika politik dan segala pernak-pernik permasalahan bangsa. Meski dia hanya warga negara biasa, tapi dia memiliki kecintaan yang kuat dan berharap dengan sadar, logis tentang kemajuan bangsa Indonesia. Dia sadar bahwa politik itu penentu arah dinamika bangsa, menurutnya hanya dengan pemikiran yang benar dan pilihan-pilihan yang masuk akal yang bisa menyelamatkan bangsa dari kehancuran akibat kesalahan rakyat itu sendiri. Putri, dengan pengetahuan dan kecintaannya pada bangsa tidak mempan dengan sogokan-sogokan di musim pemilu dan musim pilkada. Seandainya dia harus menerima sogokan, niatnya hanya ingin membuat kapok partai/caleg/calon kepala daerah yang menyogoknya saja, dia terima tapi dia tetap memilih yang dia yakini terbaik untuk bangsanya.
Indra, seorang pemuda dengan pemikiran yang masa bodoh. Gak peduli apa itu politik, yang dia bisa hanya mencak-mencak aja kalo pemerintah nggak becus urusin harga-harga komoditi yang berhubungan langsung dengannya. Dia seorang pengepul getah karet yang sering pusing dengan menurunnya harga getah. Membuatnya tak bisa mengambil keuntungan lebih banyak dari petani. Hampir setiap saat, dia ngomel-ngomel pemerintah nggak becus ngurusin semua ini. Baginya, persetan politik.. Life must go on.. Saat pemilu, dia ga pernah mikir aneh-aneh. Nomor berapa, partai apa. Dia cuma berangkat, coblos asal aja nomor suka-suka. Ditanya pacar aja lupa tadi nyoblos apa, jawabnya malah "nyoblos kamu sayang".. Apaan coba?.. Bagi dia, yang penting keliatan mukanya sama bapak Lurah di TPS. Kalo nggak nyoblos ntar takut ga dapet ijin ngepul lagi soalnya.
Alfonso, meski berwajah preman sebenarnya berhati hello kitty. Orangnya ga tegaan gan, baik banget. Sebenernya dia pinter tapi masih kalah pinter sama TS sih.. Ya sayangnya dia tuh ga bisaan. Ada temen dia (namanya Ipan) yang bapaknya nyaleg, dia dimintain tolong buat dukung tanpa imbalan apapun.. Ya hanya imbalan bahwa ada rasa peduli aja. Alfonso ga pernah tahu seperti apa bapak Ipan, kumisnya tebel apa enggak juga ga tau, apalagi kiprah politiknya. Alfonso malah ngajak keluarganya buat nyoblos bapak Ipan di hari pemilu. Kompak deh, dapet lima suara.. "Cucok kan pan?" katanya..


Putri, Indra sama Alfonso adalah profil orang-orang yang berada disekitar kita. Dengan latar belakang yang seperti narasi diatas nilai suara mereka adalah SAMA. Masing-masing SATU SUARA..


Nilainya sama: SATU POIN


Udah ngerti kan gan kenapa ane jadi gundah?.. Ya, terima kasih gan..
Lalu bagaimana? Njalukmu piye? (maumu gimana?)..
Lha ya ini yang ane mau usulkan dalam thread ini gan.

1. Untuk kemajuan bidang politik dan menghargai peran serta rakyat terhadap kehidupan politik di Indonesia, negara harus menyelenggarakan Pendidikan Politik secara resmi.
Pendidikan politik memang sudah diamanatkan kepada setiap partai yang terlibat dalam hiruk-pikuk dinamika politik di Indonesia. Namun dalam perjalanannya hal itu sangat tidak terasa. Agan ada yang pernah ikut?.. Pasti belum, ngaku saja seperti ane gan.. .. Selain tidak ada dampak signifikan, pendidikan politik oleh setiap partai di Indonesia tidak tepat tujuan dan tidak tepat sasaran gan. Outputnya tidak lebih luas dari tujuan dan kepentingan partai itu sendiri dan tidak bisa dijadikan acuan bahwa peserta didik bisa dianggap melek politik. yang ada adalah kaderisasi. Maka menurut ane, negara harus menyelenggarakan PENDIDIKAN POLITIK yang bersifat global dan obyektif, tanpa melibatkan partai politik. Lalu memberikan semacam IJAZAH/SERTIFIKAT kepada peserta sebagai tanda kelulusan dan bukti hak-hak atas pencapaiannya dalam mengikuti pendidikan politik tersebut.

2. Warga negara tidak di-samarata-kan pion suaranya dalam pemilu/pilkada/pilpres, harus dibedakan berdasarkan atas pencapaian pendidikan politik yang telah diikutinya.
Pendidikan politik yang ane maksudkan pada poin nomor 1 diatas, dibuat secara berjenjang. Ada kenaikan kelas dan ada ketidaklulusan peserta didiknya. Tujuan utamanya adalah membedakan mana orang yang sudah melek politik dan mana yang belum. Output dari pendidikan politik ini jelas, membedakan bobot pemilih. Peserta dengan grade rendah jumlah suaranya tidak sama dengan yang mempunyai grade lebih tinggi. Ane ilustrasikan seperti ini gan:


Cukup mengerti kan maksudnya gan?..


3. Dalam aplikasinya nanti, pada setiap pemilu/pilkada/pilpres pembagian atas grade-grade yang dicapai masing-masing peserta dibedakan secara proporsional.
Seorang dengan grade lebih tinggi, yang notabene memiliki pengetahuan dan dasar kecintaan pada bangsa tentu tidak akan mudah terprovokasi akan ulah-ulah politik kacangan, dan tentu akan bersedia dengan kesadaran penuh untuk menuju TPS-TPS yang ditentukan, meski harus berjalan lebih jauh dari tempat tinggalnya. Illustrasinya ane gambarkan sebagai berikut gan:



4. Pendidikan politik ini bersifat gratis, anggaran dibebankan kepada negara
Baru-baru ini, ada ide Bela Negara yang masih kontroversial terutama pada anggaran yang akan digunakan untuk menyelenggarakan program tersebut. Kalo ane nambahin usul ini pasti tambah ribut dan kontroversial.. Tapi yakinlah gan, dengan niat yang baik semua pasti bisa terlaksana. Indonesia itu kaya jika pengelolaannya benar. dan usulan ini mengarah kepada pencapaian kebenaran tersebut.

Nah, sampai juga pada bagian kesimpulan..
Tapi ane terlanjur capek nulisnya..
Maka ane simpulin saja secara singkat ya gan.. Intinya, hak memilih kita yang disamaratakan masih membatasi kualitas demokrasi kita yang berpotensi lebih baik gan. Yang terjadi saat ini dalam memilih pada pemilu/pilkada/pilpres, orang yang ngotot-ngotot mempertahankan ideologinya dan penalaran yang bagus serta mengerahkan segala isi hati nurani hanya akan impas dengan orang yang datang ke TPS tutup mata dan coblos sekenanya. Ini harus diperbaiki gan. Sungguh.. Yaa memang tidak sesederhana ini gan, tapi setidaknya begini konsep dasarnya.. (ane belagu banget yak sok bikin konsep?.. )

Nanti kalo ada waktu ane jabarin kesimpulan ini dengan kalimat yang lebih metodologis (ciyeeh)..

Ane tunggu saran dan usulan membangun dari agan2 sekalian..
Ane udah coba sebarin tagar (hastag) #satuorangsatusuarakurangfair
Yang sependapat, mohon bantu yak gans..


Quote:Original Posted By jb.1904

PS: ini ada trit yang intinya (pembedaan jumlah suara) hampir sama... mungkin kalau anda merasa kurang puas, bisa jalan-jalan ke sini >> Penghitungan suara


Thanks infonya gan..

Quote:Original Posted By namakuhiroko


Baru kali ini liat kaskuser sampe niat banget bikin program detail buat perbaikan kondisi politik negara kita dgn metode bottom up. Yg diperbaiki masyarakat luas. Bagus

Hny saya punya pemikiran berbeda soal hakikat keadilan dlm pemilihan umum. Ya saya pikir pemilihan umum yg plg adil ya pemilihan scr lgsg, tdk peduli tingkat kepedulian atau pendidikan si pemilih terhadap dunia politik. Wong itu pada dasarnya adalah "hak".

In my humble opinion, akar masalah sbnernya ada pada fit and proper test calon pemimpin. Knp fit and proper tes pemimpin seolah hny menjadi formalitas belaka? Knp calon2 yg muncul pada akhirnya "kamu lagi, kamu lagi"? Klopun muncul org baru, bnyk jg yg disetir pemain lama.

Ya saya lbh suka mengkritisi seleksi bakal calon pemimpin yg maju. Knp ujung2nya bnyk yg cm modal duit + popularitas yg muncul? Kenapa bnyk calon yg bermasalah, terkait dlm kasus hukum, msh bisa melenggang mulus menjd calon? Kenapa bnyk bermunculan pemimpin di daerah berasal dr keluarga yg sama (awalnya si suami 2 periode, lalu si istri 2 periode sampe si anak siap jd penerus dinasti)?????

Jelas krn baik regulasi maupun pelaksanaan seleksi bakal calon pemimpin sangat2 bermasalah...

Solusi:
1. Ikut idenya ts, pendidikan politik. Tp ranking-nya dipake sbg salah satu kriteria buat mendaftar sbg bakal calon pemimpin. Rankingnya bertahap dr tgkat daerah, provinsi hingga nasional.

2. Perbaikan metode seleksi. Seleksi memakan waktu lama gk masalah selama outputnya jelas dan bagus. Drpd kejar target tp cacat.
1. Administrasi, ini yg sering dijadikan formalitas belaka. Pkoknya hrs ketat dan tertib. Tdk patuh pada aturan lgsg coret, suruh ikut lagi pada pemilihan selanjutnya.
2. Tes tulis. Jgn lg dianggap sepele. Oke, tes tulis emg gk sepenuhnya bs dijadikan tolok ukur kemampuan seseorang scr utuh. Tp kita gak mau kan ada kejadian lg, apalagi beliau presiden ngomong, "wah saya gak baca dulu dokumen itu sblm ttd." Wtf...
Minimal psikotes umum. Kita jg gak mau kan punya pemimpin gk bs berpikir logis...

Dan khusus sbnrnya jg scr pribadi ane pengen jg ada tes kemampuan berbahasa... B Sudah cukup kasus angggota dewan ngomong kata yg dia sndr gak tau artinya... Tp ini gk urgent lah...

3. Tes kesehatan fisik dan mental
Ini kyknya uda jelas.

4. Tes kecakapan dan kemampuan kerja
Ini tes yg plg krusial. Bentuk tesnya sih bs macem2, bs model interview, simulasi, tes tulis dll. Misal, kita beri bakal calon seratus dokumen penting yg hrs di-ttd, tentunya dgn waktu terbatas. Nah tindakan apa yg mereka lakukan itulah yg dinilai.
Atau, mereka disuruh melakukan interview utk memilih kepala bidang tertentu.
Atau, organisasi yg dia akan pimpin dinilai terlalu gemuk dan tdk efisien. Smentara di lain sisi, tdk mungkin melakukan pemecatan krn berpotensi menimbulkan unjuk rasa di kalangan pegawai yg terkenal solider satu sama lain. Bgmn respon mereka, itu yg dinilai.
Dll...

5. Janji suci dan janji scr tertulis terikat dgn hukum.
Janji suci biar jd urusan si calon dgn Tuhan. Nah, janji tertulisnya ini yg hrs diawasi. Misal, si A janji nnt jk berhasil jd pemimpin maka daerahnya bebas banjir dlm waktu 2 tahun. Jk tdk tercapai, dia hrs mundur. Nah jnji seperti inilah yg hrs mengikat scr hukum, bkn bacod gede di masa kampanye saja.

Nah itu poin2 yg bs saya sampaikan utk metode seleksi calon yg bakal maju. Emg msh mentah sih dan belm menyentuh bnyk aspek.


Ide agan juga keren, semoga terbaca oleh elit-elit kita yang bernurani..

Quote:Original Posted By Niasyo
kalo menurut ane mengadakan level kesadaran politik itu suatu hal yang bodoh walaupun gak sebodoh sistem demokrasi Indonesia saat ini. kenapa?
1. karena sekolah politik yg agan sarankan itu akan penuh dengan nilai politis
2. tidak akan objektif
3. sama seperti sekolah biasa, yg nilainya bagus bisa "dibeli" oleh perusahaan yg lebih besar (dalam sekolah politik ini, yg nilainya bagus bisa dibeli oleh parpol yg lebih besar)
4. pemahaman seseorang terhadap politik serta kepedulian orang terhadap politik menurut ane tidak bisa diangkakan gan. menurut ane Indonesia ini sudah terlalu di angkakan gan oleh karena itu kualitasnya berkurang
5. sekolah politik ini akan sama seperti wajib bela negara gan: banyak yg menentang, meskipun 1 langkah lebih maju dari sistem demokrasi Indonesia yg sekarang ini berlaku.

kekhawatiran kita sama gan, mengapa orang yang peduli dan yg tidak peduli memiliki kemampuan memilih yg sama? ini tidak adil meskipun sama rata. note: SAMA RATA TIDAK sama dengan ADIL.
lalu apa yg ane sarankan?
di kampus ane gan, lebih tepatnya di fakultas ane ada yg disebut dewan mahasiswa atau disingkat DEMA. sama seperti fakultas lain. yang membuat DEMA Fakultas ane unik adalah kita menggunakan sistem COLLECTIVE COLLEGIAL, mirip seperti KPK sehingga tidak ada yang diatas maupun dibawah. yg menjadi sorotan adalah: pengangkatan pimpinan-pimpinan di dema ane ini professional: pimpinan yang diangkat HARUS paham seluk-beluk pekerjaannya baik dari tingkat pengkonsepan sampai pada tingkat teknis nya. ddan calon pemimpin ini diangkat oleh pemimpin sebelumnya dengan penilaian ke-professional-an tadi gan. jadi tidak ada perwakilan tunggal untuk dema ane gan. kelemahannya 1: apabila dilaksanakan pada tingkat nasional, akan sulit untuk mengadakan konsensus. Tapi hal ini bisa di selesaikan dengan: pemecahan Indonesia gan. Bukan dipecah jadi banyak negara, tetapi Indonesia dijadikan negara-negara kecil yang tetap bersatu dibawah 1 negara besar. mirip USA. dengan begitu tiap negara bagian bisa fokus dengan pembangunan serta produksinya sendiri-sendiri gan. permasalahan seperti kebakaran hutan di riau akan lebih mudah untuk diselesaikan karena tidak perlu menunggu pemerintah pusat turun tangan.

omongan besar gan karena ini sangat luar biasa besar dampaknya dan seperti angan-angan saja gan hahaha. Susah menyatukan pikiran warga Indonesia.
tapi inget 1 hal gan: "what is clear is that democracy is not the prerequisite for national growth. On the contrary, it is national growth that is a prerequisite for democracy." national growth meliputi: pendidikan, kesehatan, kedewasaan, keimanan, dll.


boleh jugak idenya gan

semoga kpu membaca yak


makasih
Quote:Original Posted By uao
boleh jugak idenya gan

semoga kpu membaca yak


makasih


Yak gan..
Panjang juga, komeng dulu baru baca :
Laki + laki emang gak fair gan
Kalo bertiga namanya threesome




Oke , . Ane emang setuju kalo memilih secara langsung gak fair karna terdapat hambatan hambatan
Misal, org yg gak mutu malah menang. Org yg gak ahli malah menang

Contohnyah gak perlu gw sebut
Nyimak+baca dolo trit nya mayan panjang
jadi mau berapa suara lagi gan
Hmmm.. rada ribet nih

Kalau ada pendidikan seperti itu bukannya malah menambah beban masyarakat ya?
Masalahnya itu di waktu untuk menjalani pendidikan politik tersebut.

Masyakat pasti bertanya tanya, apa sih manfaatnya untuk saya? Mempengaruhi pengebulan dapur ane atau tidak kalau saya mengikuti pendidikan tersebut?
negara kita menganut asas semua sama di mata hukum dan politik.. tidak ada perbedaan. namanya adil atau apa kalo kayak gitu?
panjang bingit kaya otong ane
ane males baca gan
Duh tritnya panjangg...

Ane baca lebih dalam dulu
Quote:Original Posted By klip
Hmmm.. rada ribet nih

Kalau ada pendidikan seperti itu bukannya malah menambah beban masyarakat ya?
Masalahnya itu di waktu untuk menjalani pendidikan politik tersebut.

Masyakat pasti bertanya tanya, apa sih manfaatnya untuk saya? Mempengaruhi pengebulan dapur ane atau tidak kalau saya mengikuti pendidikan tersebut?


Lha kok ente pendapatnya mirip sama salah satu tokoh di atas gan..
Jangan-jangan?..
tp penyelenggara pemilu nya apa bs sejujur itu?.trus grade2 nya apa gk bakal jadi masalah baru lg.belum lagi pelaksaan nya butuh biaya lebih membengkak lg
Quote:Original Posted By Perment103


Lha kok ente pendapatnya mirip sama salah satu tokoh di atas gan..
Jangan-jangan?..

Heh
Ane dijadiin salah satunya itu

Ane kan cuma masyarakat biasa yang lebih mementingkan untung dan buntungnya saja puh
Quote:Original Posted By aliando.syarief
panjang bingit kaya otong ane
ane males baca gan


kok agan tau banget kalo punya ts panjang
Quote:Original Posted By basyirlingga
Panjang juga, komeng dulu baru baca :


Boleh gan..

Quote:Original Posted By kamujahat21
Laki + laki emang gak fair gan
Kalo bertiga namanya threesome




Oke , . Ane emang setuju kalo memilih secara langsung gak fair karna terdapat hambatan hambatan
Misal, org yg gak mutu malah menang. Org yg gak ahli malah menang

Contohnyah gak perlu gw sebut


Hmm.. kita milih langsung gan..

Quote:Original Posted By Gatel_banget
Nyimak+baca dolo trit nya mayan panjang


Jangan sampe ketiduran sebelum selese baca ya gan..
apalagi ketiduran maho..
Quote:Original Posted By sherapim.angel
negara kita menganut asas semua sama di mata hukum dan politik.. tidak ada perbedaan. namanya adil atau apa kalo kayak gitu?


Karena TSnya pinter maka udah dibahas dulu tuh sebelum ditanyain..
Deuh.. keren bet gua yak..

Quote:Original Posted By sapson
Duh tritnya panjangg...

Ane baca lebih dalam dulu


Panjang? Dalem?.. wah.. ente gaan gan..

Quote:Original Posted By sherapim.angel


kok agan tau banget kalo punya ts panjang


Nah kan salah maksud?..
kalo gitu ga sesuai pancasila kalo ga adil dan merata,
Kata pemilu yang jujur dan adil itu juga masih semu
yang dimaksud adil itu yang gimana ?
Quote:Original Posted By sherapim.angel
negara kita menganut asas semua sama di mata hukum dan politik.. tidak ada perbedaan. namanya adil atau apa kalo kayak gitu?


yakin semua "sama" dimata hukum
Via: Kaskus.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar