Halo agan!
Ane mohon izin mau share informasi dari sumber terpercaya ane terkait kontrak kerjasama antara Hotel Indonesia sama Grand Indonesia yang sekarang lagi diributin Komisaris PT HIN. Ane dapet dari hasil kasak-kusuk nih gan. Informasi ini akurat gan. Cuma maaf ya, ane kagak bisa kasih tau siapa sumber ane. Silakan dibaca, gan.
Ini info soal perjanjian kerja sama antara BUMN perhotelan, PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI). Awalnya, pada 14 Januari 2016, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ngeluarin laporan hasil pemeriksaan atas pendapatan dan kerjasama antara PT HIN dan GI (Nomor 02/Auditama VII/01/2016). Laporan BPK-nya, nih bonus sampul dulu, hihihi ..
Sebulan terakhir, setelah isunya bergulir luas, ane penasaran gan, soalnya, masak iya ada bangunan segede gambreng begitu nggak ada dasar surat suratnya. Emang bikin bedeng? Hehe.. Ane mencoba mencari tahu apa sih isi kontrak kerjasama antara perusahaan BUMN ini dengan PT Grand Indonesia. Kok jadi rame. Apa benar seperti yang diributkan di media? Apa benar seperti yang dituding oleh Komisaris HIN Michael Umbas itu?
Berdasarkan info-info dari sumur terpercaya ane, inilah yang ane ungkapin ke agan-agan sekalian.
Sebelumnya, ane mau cerita dulu soal kenapa ada kerja sama Build Operate & Transfer antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bumi Indah dan PT Grand Indonesia
Begini Gan. Agan inget kan, taun 1997-1998, Indonesia kena krisis yang super gawat, pemerintah utangnya jadi banyak banget, sampai sampai gaji PNS nggak mampu dibayar. Akhirnya, untuk menutupi segala macam kebutuhan itu, ada aset yang harus dijual dan beberapa di-BOT.
Hotel Indonesia sendiri, memang perlu banget direnovasi abis, soalnya walau dia ada di lokasi premium, tapi kondisi bangunan hotel itu udah gak memungkinkan lagi untuk bersaing karena usianya udah tua. Ya iyalah, kan dibangunnya pas jaman Soekarno masih jadi presiden. Padahal di situ ada hotel hotel guede yang modalnya dari luar seperti Meridien, dll. Nah, BOT (Build, Operate, and Transfer) adalah cara canggih pemerintah supaya asset bisa dibangun, terus dioperasikan, dan entar dibalikin lagi ke Pemerintah setelah waktu kerjasama abis. Swasta sendiri musti punya waktu yang cukup untuk ngebangun (biasanya 2-3 tahun), terus operasi termasuk untuk mencari tamu yang ngisi hotel, atau tenant tenant di bangunan yang ada, dan ngebalikin investasi yang nggak kecil alias triliunan itu.
Bulan Februari 2003, pemerintah mengumumkan rencana pengembangan HIN melalui Harian Bisnis Indonesia, Jakarta Post dan Sinar Harapan. Kenapa pemerintah memutuskan membuka tender pengembangan Hotel Indonesia dan sekitarnya? Karena Hotel Indonesia waktu itu memang sudah gak layak kondisinya. Usia hotel udah sekitar 30 tahun tapi pemerintah gak punya duit alias cekak buat renovasi. Padahal renovasi harus segera dikerjakan daripada bangunan bersejarah semakin bobrok. Akhirnya, dibukalah tender itu.
Waktu itu ada sekitar 52 calon mitra strategis yang diundang, tapi hanya 8 yang berminat dan hanya 4 yang mengajukan penawaran. Dari 4 calon investor, PT CKBI/PT GI menjadi penawar tertinggi dengan Rp 1,26 Triliun.
Akhirnya, dimulailah proses negosiasi kerjasama BOT dari bulan Juni 2003 sampe Februari 2004. Dalam proses itu, ada beberapa kali revisi proposal gan. Sebelum revisi terakhir disetujui, ane dapet info juga gan, udah ada legal opinion/Pendapat hukum dari konsultan Arie Hutagalung & Partner. Isinya, konsep perjanjian BOT sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan udah melindungi kepentingan HIN.
Setelah dicapai kesepakatan BOT, lalu keluarlah persetujuan dari Meneg BUMN Laksamana Sukardi via surat S-247/MBU/2004 tanggal 11 Mei 2004. Dua hari kemudian ditandatanganilah kontrak kerjasama Build, Operate, Transfer antara kedua belah pihak (13 Mei 2004 Akta Notaris Irawan Soerodjo, SH, Msi)
Dalam kontrak itu juga disebutin kalo CKBI juga menunjuk PT Grand Indonesia (GI) sebagai pelaksana kerja sama ini. Jadi aneh kalo pihak HIN mempermasalahkan penunjukan sepihak dari CKBI ke GI. Lah dalam pasal kontrak aja udah tertera jelas kok. Jadi maksudnya apa kira-kira tudingan itu? Gak taulah gan, cuma Tuhan yang tau maksud tersembunyinya hehehe..
Di kontrak juga disebutin kalo jangka waku kerja samanya selama 30 tahun, yang dimulai sejak diterbitkan Hak Guna Bangunan atas nama GI. Sedangkan kepemilikan lahan tetap atas nama negara cq PT HIN (BUMN). Kerja sama ini juga mencantumkan Hak Opsi Perpanjangan selama 20 tahun dan bisa diajukan sewaktu-waktu oleh GI maksimal 2 tahun sebelum Hak BOT berakhir. Yang ini ane juga punya inpoh, pada prakteknya, yang ngajuin perpanjangan BOT ternyata disodorin PT HIN, dan bukan GI. Kenapa dan gimana ceritanya? Entar ane kupas tuntas, hehe ...
Ini poin-pon kerjasama seperti yang ane salin dari kontrak gan:
Quote:GI wajib memberi kompensasi pembayaran tetap kepada HIN dengan nominal:
GI wajib menyediakan kantor bagi HIN
HIN mendapat ruangan kantor seluas 1.000 m2 di lokasi gedung dan fasilitas penunjang, tanpa dikenakan biaya sewa oleh GI. Nah! Mana mungkin HIN tidak dilaporkan dan tidak tahu mengenai kedua gedung besar itu? Padahal kantor HIN kan di Menara BCA juga!. Nih alamat PT HIN, yang ane capture dari Google Maps:
Nih ane punya bukti-buktinya kalo kantor HIN itu ada di Menara BCA lantai 39.
Ayo! Masih mau ngeles? Publik kali bisa diboongin... Tapi, apa bisa boongin Mbah Google juga? Jadi, bagaimana bisa dia menyebut tidak tahu menahu, sementara dia berkantor di situ selama bertahun tahun? Apa karena gratisan, jadi nggak ngerti berterimakasih? Atau apa karena mereka bekerja sambil tidur, jadi mereka kira selama ini tengah bermimpi berkantor di Wisma BCA Lantai 39? Bujubuneng! Ane sampai harus tepok jidat 39X!
GI wajib menyediakan kantor sementara bagi HIN
Dalam hal penyediaan kantor bagi HIN dalam poin B, masih dalam tahap konstruksi, GI wajib menyediakan kantor sementara bagi kegiatan operasional HIN. GI membayar seluruh biaya sewa kantor sementara termasuk renovasi jika diperlukan sebesar Rp6,1 miliar.
Pendanaan penyelesaian tenaga kerja
GI memberikan dana kepada HIN sebesar maksimum Rp33 miliar sebagai bentuk penyelesaian pendanaan ketenagakerjaan atas karyawan HIN.
Hak opsi perpanjangan kontrak BOT
GI punya hak opsi perpanjangan kontrak BOT kepada HIN. Permintaan GI tersebut harus dibalas oleh HIN selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal pemberitahuan. Jika HIN menyetujui hak opsi perpanjangan yang ditawarkan, maka GI wajib membayar kompensasi sebesar Rp400 miliar ATAU 25% dari Nilai Jual Objek Pajak lahan yang berlaku pada saat hak opsi diajukan, tergantung mana yang lebih besar.
Sampe sini udah paham latar belakangnya gan? Sekarang ane sekarang mau cerita soal kejanggalan-kejanggalan bergulirnya kasus ini.
1. Penambahan gedung kantor dan apartemen dianggap melanggar perjanjian BOT dan berpotensi merugikan negara
Quote:Eks Menteri BUMN: Tidak Ada Negosiasi Soal Menara BCA
Kejaksaan Agung memeriksa mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi sebagai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran kontrak pembangunan Menara BCA. Menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri itu mengatakan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) sebagai BUMN tidak pernah melapor tentang pembangunan kedua gedung tersebut. "Setelah itu tidak dilaporkan oleh direksi HIN," ujar Sukardi di Kejagung, Jakarta, Selasa 1 Maret 2016. Menurut dia, harusnya ada perhitungan kompensasi ke PT HIN dengan hitungan nett present value dan preview tahunan terkait pembangunan gedung perkantoran dan apartemen tersebut.
http://news.liputan6.com/read/244927...oal-menara-bca
Jangan ditiru, Gan! Ini tipikal mantan Pejabat Negara yang doyan cuci tangan. Lalu nyalahin pihak lain yang dulu menolong kinerja dia saat pemerintah kesulitan uang untuk bayar utang negara.
Quote:Sewa Lahan Hotel Indonesia Berpotensi Rugikan Negara
Komisaris PT Hotel Indonesia Natour, Michael Umbas mengaku ada ada beberapa fakta janggal yang didapatinya semenjak duduk sebagai komisaris PT HIN pada November 2015. Dalam kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI yakni:
1. Hotel Bintang 5 (42.815 m2)
2. Pusat perbelanjaan I (80.000 m2)
3. Pusat perbelanjaan II (90.000 m2)
4. Fasilitas parkir (175.000m2)
Namun dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009 ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski, di mana kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN. Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan dua bangunan yang dikomersilkan tersebut. "Yang pasti ada dua gedung dibangun di luar kontrak. Itu disewakan itu tidak pernah diperhitungkan. Harusnya, PT HIN dapat kompensasi dari tambahan dua gedung itu. Kami masih menghitung kerugian kompensasi dari 2 gedung," ungkapnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (2/2/2016).
http://bisnis.liputan6.com/read/2426...rugikan-negara
Pernyataan ini sungguh janggal gan. Ane sempet liat bocoran isi kontraknya dari sumber sumber ane. Bener gak tudingan itu? Nah, ternyataaaaa ...
Dalam pasal 1.2 (hal 7) berbunyi “Gedung dan fasilitas penunjang adalah bangunan-bangunan dan segala fasilitas pendukung yang wajib dibangun dan/atau direnovasi penerima hak BOT di atas tanah, yaitu, ANTARA LAIN, pusat perbelanjaan, hotel, dan bangunan-bangunan lainnya, berikut fasilitas parkir serta fasilitas penunjang LAINNYA..”
Lah disitu ada tertulis “ ... antara lain, ..... dan bangunan bangunan lainnya, ... dan fasilitas penunjang...” Artinya, setelah wilayah itu diserahgunakan, pihak investor berhak membangun gedung dan fasilitas lainnya. Lagian ini kan kontrak BOT gan. Kalo disitu dibangun apartemen sama gedung perkantoran bagus, harusnya pihak HIN dan pemerintah seneng dong. Kan ketika jangka waktu kontrak udah kelar, dua bangunan itu bakal jadi milik negara plus segala isinya. Jadi ruginya dimana neh gan? Udah dibantuin pas susah, terus dibangun yang bagus, kok ya malah komplen. Ane bingung..
Nah, ternyata pada tanggal 11 Des 2007 beberapa tahun sebelum opsi perpanjangan diajukan oleh PT HIN sendiri, ada pendapat hukum dari legal consultant Arie Hutagalung & Partner yang menyebutkan: “kata antara lain dalam definisi tersebut membuka kesempatan dilakukannya pendirian bangunan lainnya diluar yang sudah didefinisikan.” Artinya, pembangunan kantor dan apartemen di atas tanah objek kerjasama emang dimungkinkan dong gan.
Dengan penjelasan yang begitu terang pada kontrak, ane jadi mempertanyakan kemampuan berbahasa Indonesia para pejabat publik kita, terutama yang terhormat komisaris PT HIN Michael Umbas dan Pak Jaksa. Jangan jangan.. Ah, ane jadi pengen lihat raportnya waktu SD untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia mereka, hahaha!!
2. PT HIN mengaku gak tahu soal rencana pembangunan gedung kantor dan apartemen.
Jeng jeeeeeng.. disini ane pengen ketawa ngakak gan. Soalnya ane juga dapet beberapa dokumen pendukung lain. Setelah ane pelajari, pada Agustus 2004, pihak HIN ngajuin proposal permohonan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama PT HIN kepada BPN. Kenapa HPL itu mesti diajukan? Karena ini adalah salah satu aspek penting yang tercantum dalam perjanjian BOT. Status tanah kawasan HI harus disesuaikan statusnya. Sertifikat yang tadinya HGB atas nama PT HIN dilepaskan haknya dan diganti statusnya menjadi HPL tetap atas nama PT HIN. Selanjutnya, di atas tanah HPL itu diterbitkanlah HGB atas nama PT GI. Kenapa GI hanya dapet HGB gan? Karena GI cuma berhak membangun di atas lahan negara, bukan memiliki lahan itu. Yang punya lahan mah tetep negara gan.
Nah ini yang menarik gan... Ternyata dalam proposal itu, pihak HIN sudah mengetahui rencana GI akan membangun gedung perkantoran dan apartemen pada April 2005. Dalam proposal dengan kop surat Inna Hotel Group itu, tertera jadwal konstruksi Mall A (September 2004), Mall B (Juli 2004), Hotel (Januari 2005), Kantor (April 2005) dan Apartemen (April 2005). Proposal pengajuan ini ditandatangi oleh Dirut PT HIN (persero) Ir. AM Suseto.
Ini ane kasih capture bukti-bukti kalo PT HIN sendiri udah tahu soal pembangunan itu:
Ini lagi yang bikin ane ngerasa kok ada yang ga pas, gan. Kenapa sekarang pihak HIN ngeributin pembangunan dua gedung itu. Padahal jelas-jelas, di pengajuan HPL ke BPN mereka udah mencantumkan dua jenis bangunan itu? Artinya mereka udah tahu dan sepakat dong. Lagian itu dua bangunan segede bagong berdiri di atas tanah negara masa kagak liat sih? Kok bisa ngaku gak tau? Kan aneh.
Lagian kenapa harus dipermasalahkan sih, lha wong setelah kontrak berakhir HIN justru untung. Lah iyalah.. Itu dibangun dua gedung mewah di pusat kota Jakarta dengan nilai NJOP yang gila-gilaan. Begitu masa kontrak berakhir kan dua gedung itu bakal jadi milik negara lagi.
Lucunya lagi gan, revenue dua gedung itu ikut dipermasalahkan. Nah ini konyol gan. Lah ini kan kontrak BOT bukan kontrak joint venture ato sewa. Dalam kerjasama BOT, sesuai kontrak, pihak pemberi BOT harusnya gak boleh utak-atik keuntungan yang diperoleh penerima hak BOT.
Lah masa dua bangunan itu nantinya bakal diserahin, trus masih minta untung pengelolaan juga? Ini kerjasama apa pemerasan nih gan? #eh
Nih isi kontraknya: Pasal 9.9 udah ditulis, “seluruh pendapatan yang diperoleh dari pemilikan, penguasaan dan pengelolaan tanah, gedung, dan fasilitas penunjang menjadi milik penerima hak BOT seluruhnya.” Setelah periode berakhir, gedung apartemen dan perkantoran berikut penghasilan yang diperoleh dari aset itu akan menjadi milik HIN. Ini ane kasih bonus isi kontraknya:
Manteb gak gan bocoran dari ane? Ini baru satu gan. Nanti ane bakal kasih tau bocoran laen soal kejanggalan bergulirnya isu ini. Ditunggu info ane selanjutnya ya gan. Ane mau kasak kusuk lagi. Ahiiiyyy….
Ane mohon izin mau share informasi dari sumber terpercaya ane terkait kontrak kerjasama antara Hotel Indonesia sama Grand Indonesia yang sekarang lagi diributin Komisaris PT HIN. Ane dapet dari hasil kasak-kusuk nih gan. Informasi ini akurat gan. Cuma maaf ya, ane kagak bisa kasih tau siapa sumber ane. Silakan dibaca, gan.
Ini info soal perjanjian kerja sama antara BUMN perhotelan, PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI). Awalnya, pada 14 Januari 2016, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ngeluarin laporan hasil pemeriksaan atas pendapatan dan kerjasama antara PT HIN dan GI (Nomor 02/Auditama VII/01/2016). Laporan BPK-nya, nih bonus sampul dulu, hihihi ..
Spoiler for Laporan BPK:
Sebulan terakhir, setelah isunya bergulir luas, ane penasaran gan, soalnya, masak iya ada bangunan segede gambreng begitu nggak ada dasar surat suratnya. Emang bikin bedeng? Hehe.. Ane mencoba mencari tahu apa sih isi kontrak kerjasama antara perusahaan BUMN ini dengan PT Grand Indonesia. Kok jadi rame. Apa benar seperti yang diributkan di media? Apa benar seperti yang dituding oleh Komisaris HIN Michael Umbas itu?
Berdasarkan info-info dari sumur terpercaya ane, inilah yang ane ungkapin ke agan-agan sekalian.
Spoiler for Kontrak Perjanjian dan Akta Autentik Notaris:
Sebelumnya, ane mau cerita dulu soal kenapa ada kerja sama Build Operate & Transfer antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bumi Indah dan PT Grand Indonesia
Begini Gan. Agan inget kan, taun 1997-1998, Indonesia kena krisis yang super gawat, pemerintah utangnya jadi banyak banget, sampai sampai gaji PNS nggak mampu dibayar. Akhirnya, untuk menutupi segala macam kebutuhan itu, ada aset yang harus dijual dan beberapa di-BOT.
Hotel Indonesia sendiri, memang perlu banget direnovasi abis, soalnya walau dia ada di lokasi premium, tapi kondisi bangunan hotel itu udah gak memungkinkan lagi untuk bersaing karena usianya udah tua. Ya iyalah, kan dibangunnya pas jaman Soekarno masih jadi presiden. Padahal di situ ada hotel hotel guede yang modalnya dari luar seperti Meridien, dll. Nah, BOT (Build, Operate, and Transfer) adalah cara canggih pemerintah supaya asset bisa dibangun, terus dioperasikan, dan entar dibalikin lagi ke Pemerintah setelah waktu kerjasama abis. Swasta sendiri musti punya waktu yang cukup untuk ngebangun (biasanya 2-3 tahun), terus operasi termasuk untuk mencari tamu yang ngisi hotel, atau tenant tenant di bangunan yang ada, dan ngebalikin investasi yang nggak kecil alias triliunan itu.
Bulan Februari 2003, pemerintah mengumumkan rencana pengembangan HIN melalui Harian Bisnis Indonesia, Jakarta Post dan Sinar Harapan. Kenapa pemerintah memutuskan membuka tender pengembangan Hotel Indonesia dan sekitarnya? Karena Hotel Indonesia waktu itu memang sudah gak layak kondisinya. Usia hotel udah sekitar 30 tahun tapi pemerintah gak punya duit alias cekak buat renovasi. Padahal renovasi harus segera dikerjakan daripada bangunan bersejarah semakin bobrok. Akhirnya, dibukalah tender itu.
Waktu itu ada sekitar 52 calon mitra strategis yang diundang, tapi hanya 8 yang berminat dan hanya 4 yang mengajukan penawaran. Dari 4 calon investor, PT CKBI/PT GI menjadi penawar tertinggi dengan Rp 1,26 Triliun.
Akhirnya, dimulailah proses negosiasi kerjasama BOT dari bulan Juni 2003 sampe Februari 2004. Dalam proses itu, ada beberapa kali revisi proposal gan. Sebelum revisi terakhir disetujui, ane dapet info juga gan, udah ada legal opinion/Pendapat hukum dari konsultan Arie Hutagalung & Partner. Isinya, konsep perjanjian BOT sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan udah melindungi kepentingan HIN.
Setelah dicapai kesepakatan BOT, lalu keluarlah persetujuan dari Meneg BUMN Laksamana Sukardi via surat S-247/MBU/2004 tanggal 11 Mei 2004. Dua hari kemudian ditandatanganilah kontrak kerjasama Build, Operate, Transfer antara kedua belah pihak (13 Mei 2004 Akta Notaris Irawan Soerodjo, SH, Msi)
Dalam kontrak itu juga disebutin kalo CKBI juga menunjuk PT Grand Indonesia (GI) sebagai pelaksana kerja sama ini. Jadi aneh kalo pihak HIN mempermasalahkan penunjukan sepihak dari CKBI ke GI. Lah dalam pasal kontrak aja udah tertera jelas kok. Jadi maksudnya apa kira-kira tudingan itu? Gak taulah gan, cuma Tuhan yang tau maksud tersembunyinya hehehe..
Spoiler for Pengalihan dari CKBI dan GI sudah disetujui HIN:
Di kontrak juga disebutin kalo jangka waku kerja samanya selama 30 tahun, yang dimulai sejak diterbitkan Hak Guna Bangunan atas nama GI. Sedangkan kepemilikan lahan tetap atas nama negara cq PT HIN (BUMN). Kerja sama ini juga mencantumkan Hak Opsi Perpanjangan selama 20 tahun dan bisa diajukan sewaktu-waktu oleh GI maksimal 2 tahun sebelum Hak BOT berakhir. Yang ini ane juga punya inpoh, pada prakteknya, yang ngajuin perpanjangan BOT ternyata disodorin PT HIN, dan bukan GI. Kenapa dan gimana ceritanya? Entar ane kupas tuntas, hehe ...
Ini poin-pon kerjasama seperti yang ane salin dari kontrak gan:
Quote:GI wajib memberi kompensasi pembayaran tetap kepada HIN dengan nominal:
- Tahun 2004 – 2012 sebesar Rp10 miliar per tahun
- Tahun 2013 – 2017 sebesar Rp 11 miliar per tahun
- Tahun 2018 – 2022 sebesar Rp 12 miliar per tahun
- Tahun 2023 – 2027 sebesar Rp13 miliar per tahun
- Tahun 2028 – 2032 sebesar Rp14 miliar per tahun
- Tahun 2033 sebesar Rp15 miliar per tahun
GI wajib menyediakan kantor bagi HIN
HIN mendapat ruangan kantor seluas 1.000 m2 di lokasi gedung dan fasilitas penunjang, tanpa dikenakan biaya sewa oleh GI. Nah! Mana mungkin HIN tidak dilaporkan dan tidak tahu mengenai kedua gedung besar itu? Padahal kantor HIN kan di Menara BCA juga!. Nih alamat PT HIN, yang ane capture dari Google Maps:
Spoiler for Alamat HIN:
Nih ane punya bukti-buktinya kalo kantor HIN itu ada di Menara BCA lantai 39.
Spoiler for Kantor HIN:
Spoiler for Logo HIN di kantornya:
Ayo! Masih mau ngeles? Publik kali bisa diboongin... Tapi, apa bisa boongin Mbah Google juga? Jadi, bagaimana bisa dia menyebut tidak tahu menahu, sementara dia berkantor di situ selama bertahun tahun? Apa karena gratisan, jadi nggak ngerti berterimakasih? Atau apa karena mereka bekerja sambil tidur, jadi mereka kira selama ini tengah bermimpi berkantor di Wisma BCA Lantai 39? Bujubuneng! Ane sampai harus tepok jidat 39X!
GI wajib menyediakan kantor sementara bagi HIN
Dalam hal penyediaan kantor bagi HIN dalam poin B, masih dalam tahap konstruksi, GI wajib menyediakan kantor sementara bagi kegiatan operasional HIN. GI membayar seluruh biaya sewa kantor sementara termasuk renovasi jika diperlukan sebesar Rp6,1 miliar.
Spoiler for Ruangan kantor HIN di Menara BCA lantai 39:
Pendanaan penyelesaian tenaga kerja
GI memberikan dana kepada HIN sebesar maksimum Rp33 miliar sebagai bentuk penyelesaian pendanaan ketenagakerjaan atas karyawan HIN.
Hak opsi perpanjangan kontrak BOT
GI punya hak opsi perpanjangan kontrak BOT kepada HIN. Permintaan GI tersebut harus dibalas oleh HIN selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal pemberitahuan. Jika HIN menyetujui hak opsi perpanjangan yang ditawarkan, maka GI wajib membayar kompensasi sebesar Rp400 miliar ATAU 25% dari Nilai Jual Objek Pajak lahan yang berlaku pada saat hak opsi diajukan, tergantung mana yang lebih besar.
Sampe sini udah paham latar belakangnya gan? Sekarang ane sekarang mau cerita soal kejanggalan-kejanggalan bergulirnya kasus ini.
1. Penambahan gedung kantor dan apartemen dianggap melanggar perjanjian BOT dan berpotensi merugikan negara
Quote:Eks Menteri BUMN: Tidak Ada Negosiasi Soal Menara BCA
Kejaksaan Agung memeriksa mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi sebagai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran kontrak pembangunan Menara BCA. Menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri itu mengatakan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) sebagai BUMN tidak pernah melapor tentang pembangunan kedua gedung tersebut. "Setelah itu tidak dilaporkan oleh direksi HIN," ujar Sukardi di Kejagung, Jakarta, Selasa 1 Maret 2016. Menurut dia, harusnya ada perhitungan kompensasi ke PT HIN dengan hitungan nett present value dan preview tahunan terkait pembangunan gedung perkantoran dan apartemen tersebut.
http://news.liputan6.com/read/244927...oal-menara-bca
Jangan ditiru, Gan! Ini tipikal mantan Pejabat Negara yang doyan cuci tangan. Lalu nyalahin pihak lain yang dulu menolong kinerja dia saat pemerintah kesulitan uang untuk bayar utang negara.
Quote:Sewa Lahan Hotel Indonesia Berpotensi Rugikan Negara
Komisaris PT Hotel Indonesia Natour, Michael Umbas mengaku ada ada beberapa fakta janggal yang didapatinya semenjak duduk sebagai komisaris PT HIN pada November 2015. Dalam kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI yakni:
1. Hotel Bintang 5 (42.815 m2)
2. Pusat perbelanjaan I (80.000 m2)
3. Pusat perbelanjaan II (90.000 m2)
4. Fasilitas parkir (175.000m2)
Namun dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009 ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski, di mana kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN. Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan dua bangunan yang dikomersilkan tersebut. "Yang pasti ada dua gedung dibangun di luar kontrak. Itu disewakan itu tidak pernah diperhitungkan. Harusnya, PT HIN dapat kompensasi dari tambahan dua gedung itu. Kami masih menghitung kerugian kompensasi dari 2 gedung," ungkapnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (2/2/2016).
http://bisnis.liputan6.com/read/2426...rugikan-negara
Pernyataan ini sungguh janggal gan. Ane sempet liat bocoran isi kontraknya dari sumber sumber ane. Bener gak tudingan itu? Nah, ternyataaaaa ...
Dalam pasal 1.2 (hal 7) berbunyi “Gedung dan fasilitas penunjang adalah bangunan-bangunan dan segala fasilitas pendukung yang wajib dibangun dan/atau direnovasi penerima hak BOT di atas tanah, yaitu, ANTARA LAIN, pusat perbelanjaan, hotel, dan bangunan-bangunan lainnya, berikut fasilitas parkir serta fasilitas penunjang LAINNYA..”
Spoiler for Bukti kontrak perjanjian BOT:
Spoiler for Gedung dan fasilitas pendukungnya:
Lah disitu ada tertulis “ ... antara lain, ..... dan bangunan bangunan lainnya, ... dan fasilitas penunjang...” Artinya, setelah wilayah itu diserahgunakan, pihak investor berhak membangun gedung dan fasilitas lainnya. Lagian ini kan kontrak BOT gan. Kalo disitu dibangun apartemen sama gedung perkantoran bagus, harusnya pihak HIN dan pemerintah seneng dong. Kan ketika jangka waktu kontrak udah kelar, dua bangunan itu bakal jadi milik negara plus segala isinya. Jadi ruginya dimana neh gan? Udah dibantuin pas susah, terus dibangun yang bagus, kok ya malah komplen. Ane bingung..
Nah, ternyata pada tanggal 11 Des 2007 beberapa tahun sebelum opsi perpanjangan diajukan oleh PT HIN sendiri, ada pendapat hukum dari legal consultant Arie Hutagalung & Partner yang menyebutkan: “kata antara lain dalam definisi tersebut membuka kesempatan dilakukannya pendirian bangunan lainnya diluar yang sudah didefinisikan.” Artinya, pembangunan kantor dan apartemen di atas tanah objek kerjasama emang dimungkinkan dong gan.
Spoiler for Pendapat hukum soal definisi antara lain:
Dengan penjelasan yang begitu terang pada kontrak, ane jadi mempertanyakan kemampuan berbahasa Indonesia para pejabat publik kita, terutama yang terhormat komisaris PT HIN Michael Umbas dan Pak Jaksa. Jangan jangan.. Ah, ane jadi pengen lihat raportnya waktu SD untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia mereka, hahaha!!
2. PT HIN mengaku gak tahu soal rencana pembangunan gedung kantor dan apartemen.
Jeng jeeeeeng.. disini ane pengen ketawa ngakak gan. Soalnya ane juga dapet beberapa dokumen pendukung lain. Setelah ane pelajari, pada Agustus 2004, pihak HIN ngajuin proposal permohonan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama PT HIN kepada BPN. Kenapa HPL itu mesti diajukan? Karena ini adalah salah satu aspek penting yang tercantum dalam perjanjian BOT. Status tanah kawasan HI harus disesuaikan statusnya. Sertifikat yang tadinya HGB atas nama PT HIN dilepaskan haknya dan diganti statusnya menjadi HPL tetap atas nama PT HIN. Selanjutnya, di atas tanah HPL itu diterbitkanlah HGB atas nama PT GI. Kenapa GI hanya dapet HGB gan? Karena GI cuma berhak membangun di atas lahan negara, bukan memiliki lahan itu. Yang punya lahan mah tetep negara gan.
Nah ini yang menarik gan... Ternyata dalam proposal itu, pihak HIN sudah mengetahui rencana GI akan membangun gedung perkantoran dan apartemen pada April 2005. Dalam proposal dengan kop surat Inna Hotel Group itu, tertera jadwal konstruksi Mall A (September 2004), Mall B (Juli 2004), Hotel (Januari 2005), Kantor (April 2005) dan Apartemen (April 2005). Proposal pengajuan ini ditandatangi oleh Dirut PT HIN (persero) Ir. AM Suseto.
Ini ane kasih capture bukti-bukti kalo PT HIN sendiri udah tahu soal pembangunan itu:
Spoiler for Proposal Pengajuan HPL dari HIN kepada BPN:
Ini lagi yang bikin ane ngerasa kok ada yang ga pas, gan. Kenapa sekarang pihak HIN ngeributin pembangunan dua gedung itu. Padahal jelas-jelas, di pengajuan HPL ke BPN mereka udah mencantumkan dua jenis bangunan itu? Artinya mereka udah tahu dan sepakat dong. Lagian itu dua bangunan segede bagong berdiri di atas tanah negara masa kagak liat sih? Kok bisa ngaku gak tau? Kan aneh.
Lagian kenapa harus dipermasalahkan sih, lha wong setelah kontrak berakhir HIN justru untung. Lah iyalah.. Itu dibangun dua gedung mewah di pusat kota Jakarta dengan nilai NJOP yang gila-gilaan. Begitu masa kontrak berakhir kan dua gedung itu bakal jadi milik negara lagi.
Lucunya lagi gan, revenue dua gedung itu ikut dipermasalahkan. Nah ini konyol gan. Lah ini kan kontrak BOT bukan kontrak joint venture ato sewa. Dalam kerjasama BOT, sesuai kontrak, pihak pemberi BOT harusnya gak boleh utak-atik keuntungan yang diperoleh penerima hak BOT.
Lah masa dua bangunan itu nantinya bakal diserahin, trus masih minta untung pengelolaan juga? Ini kerjasama apa pemerasan nih gan? #eh
Nih isi kontraknya: Pasal 9.9 udah ditulis, “seluruh pendapatan yang diperoleh dari pemilikan, penguasaan dan pengelolaan tanah, gedung, dan fasilitas penunjang menjadi milik penerima hak BOT seluruhnya.” Setelah periode berakhir, gedung apartemen dan perkantoran berikut penghasilan yang diperoleh dari aset itu akan menjadi milik HIN. Ini ane kasih bonus isi kontraknya:
Spoiler for Pasal yang mengatur hak pendapatan :
Manteb gak gan bocoran dari ane? Ini baru satu gan. Nanti ane bakal kasih tau bocoran laen soal kejanggalan bergulirnya isu ini. Ditunggu info ane selanjutnya ya gan. Ane mau kasak kusuk lagi. Ahiiiyyy….
Pertamax
Tread ente panjang amat tapi nice info gan
Tread ente panjang amat tapi nice info gan
Petromax. Asek.
Ane bingung gan. Banyak banget tulisannya. AFK Jumatan.
Ane bingung gan. Banyak banget tulisannya. AFK Jumatan.
Oh gitu
kurang menarik
kurang menarik
Olala
Nice info walau panjang
Nice info walau panjang
pertamakah?
bingung ane bacanya
bingung ane bacanya
Gan bentar, bukmak dulu
Panjang nyaa ...
Panjang nyaa ...
patgulipat level dewa tuh gan
coba ente ke Berita Politik....pasti digangbang ini berita
lumayan panjang gan
ane baca dulu deh kayaknya mantep nih
ane baca dulu deh kayaknya mantep nih
tergolong hal apakah ini.. korupsi, kolusi ato nepotisme kah
dapet dari mana ente gan ? data classified kyk gitu ?
setelah baca dan baca buktinya , enak banget PT.HIN ,
udah dapet kantor gratis , biaya sewa kantor gratis , dapet untung tiap tahun..
nambah sekarang malak PT.GI karena merasa rugi karena gak dapat "bagian" dari menara dan apt..
ditunggu kelanjutannya gan :kopi:
setelah baca dan baca buktinya , enak banget PT.HIN ,
udah dapet kantor gratis , biaya sewa kantor gratis , dapet untung tiap tahun..
nambah sekarang malak PT.GI karena merasa rugi karena gak dapat "bagian" dari menara dan apt..
ditunggu kelanjutannya gan :kopi:
Quote:
Wow duit yg banyak banget itu
salam kaskus
Wow duit yg banyak banget itu
salam kaskus
hebat ente kok bisa dapet datanya gan......
temannya conan ente yak.....
temannya conan ente yak.....
ane ga terlalu merhatiin sih, tapi keknya seru buat diikutin
nyimak gan
nyimak dolo dach, pnjng bnr kyk gerbong kereta
Ga mudeng gan ,, ninggalin jejak aja yak
tepok jidatnya sekali aja bre
makasih
makasih
coba ane simak gan. barangkali ada yg menyangkut harkat hidup ane... tanah leluhur ane tuh yg dipake...
Quote:Setelah ane baca keliatannya rumit gan. Pemegang kebijakan saat itu & sekarang bisa jadi beda persepsi/pemahaman soal kontrak tsb. Apa boleh buat beginilah kalau urusan ame Negara. PT. GI kalau merasa benar ya maju perut pantat mundur jangan mau kalah. Biar rakyat jelata kaya ane ada bacaan menarik, di media online.
Mohon mangab gan, TUKANG SARUNG turun gunung ijin komeng & ninggalin jejak.
#salamsarung
Via: Kaskus.co.id
Quote:Setelah ane baca keliatannya rumit gan. Pemegang kebijakan saat itu & sekarang bisa jadi beda persepsi/pemahaman soal kontrak tsb. Apa boleh buat beginilah kalau urusan ame Negara. PT. GI kalau merasa benar ya maju perut pantat mundur jangan mau kalah. Biar rakyat jelata kaya ane ada bacaan menarik, di media online.
Mohon mangab gan, TUKANG SARUNG turun gunung ijin komeng & ninggalin jejak.
#salamsarung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar