Niat menghijaukan kota-kota besar di Indonesia memang menjadi keinginan kita semua gan. Apalagi dengan hijaunya kota, udara yang kita hirup bisa lebih bersih, dan tentunya suasana bisa lebih segar. Nah, belakangan ini kota-kota besar di Indonesia memang jadi "hijau" gan. Tapi ini bukan hijau karena pohon atau tumbuh-tumbuhan, melainkan maraknya pengemudi ojek online yang mengitari jalan-jalan di kota.
Go-Jek adalah salah satu yang turut "menghijaukan" Jakarta dan kota besar lainnya. Harus diakui, keberadaan ojek menjadi semakin ngehits sejak Go-Jek dan aplikasi lainnya turut menyemarakkan jalanan kota. Meski demikian, kehadiran aplikasi ojek online ternyata menimbulkan banyak konflik juga.
Agan-aganwati pasti sudah tau tentang penolakan ojek pangkalan terhadap pengemudi aplikasi ojek online. Selain itu, konflik yang terakhir muncul adalah perseteruan pengemudi GoJek dengan manajemen GoJek. Menurut para pengemudi, manajemen GoJek tidak transparan dalam menentukan tarif. Hal ini kemudian semakin ramai ketika beberapa hari yang lalu, banyak pengemudi yang tidak bisa menerima order karena mendapatkan sanksi, dan harus membayar denda yang jumlahnya bervariasi
Lalu, bagaimana sebenarnya permasalahan aplikasi ojek online ini dilihat dari sudut pandang hukum? Cekidot pembahasannya ya
1. Perlindungan Konsumen
Sebagai konsumen transportasi berbasis aplikasi, kita itu dilindungi hukum, Gan. Menurut Koordinator Komisi Edukasi dan Komunikasi BPKN, David M.L. Tobing, bentuk perlindungan terhadap konsumen pengguna jasa transportasi online ini pada saat terjadi pemesanan. Jika pemesanan sudah dilakukan namun pengendara transportasi berbasis aplikasi tersebut tidak datang atau memenuhi pemesanan, telah masuk kategori wanprestasi.
David juga mengatakan bahwa padahal, saat pemesanan dan pengendara menyanggupinya, telah terjadi perikatan yang sah. Jika cara pemesanan jasa transportasi menggunakan aplikasi seperti yang dilakukan Go-Jek, GrabBike dan Ojek Syar’i justru bisa dengan cepat mengatasi tak terpenuhinya pemesanan konsumen. Menurutnya, para perusahaan tersebut bisa menjadi perantara dan menindaklanjuti kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi itu.
Selengkapnya silakan Agan baca ini ya:
Perlindungan Konsumen Transportasi Berbasis Aplikasi Akan Dikaji
2. Bentrokan Ojek Pangakalan vs. Online
Kemunculan ojek berbasis aplikasi atau ojek online di satu sisi disambut positif oleh kalangan konsumen. Di sisi lain, kehadiran ojek online juga memunculkan masalah. Sebagian pengemudi ojek konvensional merasa terganggu karena ojek online dianggap merebut lahan nafkah mereka. Akibatnya, muncul beberapa kasus bentrokan antara ojek konvensional versus ojek online.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Ellen Tangkudung mengatakan perkembangan teknologi jelas tak bisa dihindari. Namun, jika kemajuan teknologi ini memunculkan masalah, maka pemerintah seharusnya segera bertindak. Pemerintah harus mencari cara bagaimana agar ojek konvensional tidak ‘bentrok’ dengan ojek online.
Selain bentrokan dengan ojek konvensional, permasalahan lainnya adalah ojek online hingga saat ini belum memiliki payung hukum. Sedari awal, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (http://www.hukumonline.com/pusatdata...angkutan-jalan) memang tidak mengakui ojek sebagai angkutan umum. Pertimbangan ojek tidak masuk dalam kategori angkutan umum karena kendaraan roda dua (motor) memiliki potensi bahaya yang cukup tinggi. Ellen menyebutkan 70 sampai 80 persen kecelakaan di jalan terjadi pada motor.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal-hal tersebut, pemerintah harus segera bertindak, misalnya dengan membuat peraturan sebagaimana dahulu pemerintah mengatasi masalah minimarket. Yaitu dengan memberikan syarat-syarat kepada pelaku usaha yang ingin membuka minimarket agar mendapatkan izin usaha.
Lebih lanjut, bisa agan baca di artikel berikut:
Solusi Atasi ‘Bentrokan’ Ojek Pangkalan vs Ojek Online
3. Manajemen Ojek Online Membuat Keputusan Sepihak
Berlomba memberikan promo dengan mengganti-ganti tarif ojek dari harga normal adalah satu hal yang pasti kita temui sejak persaingan ojek online semakin ramai. Keputusan seperti ini merupakan salah satu contoh yang mungkin diambil perusahaan tanpa adanya kesepakatan dengan driver.
Agan mungkin berpikir hal itu wajar saja. Namun keputusan yang dibuat sepihak oleh perusahaan menimbulkan keresahan bagi agan lainnya yang merupakan driver ojek online.
Salah satu driver ojek online mengeluhkan kondisi tersebut. Karena berbagai hal, keputusan yang dibuat sepihak oleh perusahaan tanpa melibatkan perwakilan driver dirasa membuat posisinya terjepit. Tapi apakah driver ini dapat dilindungi secara hukum?
Singkatnya gini, Gan. Ketika melakukan kerja sama, antara driver dengan perusahaan hampir pasti ada perjanjian/kontrak. Sebelum menandatangani itu lah agan harus paham betul apa isi kontraknya. Karena telah memberikan persetujuan/sepakatnya kalau orang tersebut memang menghendaki apa yang disepakati.
Seandainya hal yang berkaitan dengan pembuatan keputusan harus melibatkan driver ini ada dalam perjanjian, tentunya perusahaan pun harus mematuhi itu. Karena pada dasarnya, jika perjanjian ingin diubah atau ditarik kembali, tentu harus ada kesepakatan dari kedua belah pihak.
Pemaparan lengkapnya silahkan cek ke TKP:
Bolehkah Perusahaan Ojek Online Mengubah Tarif Sepihak Tanpa Melibatkan Driver?
4. Karyawan Atau Mitra Kerja?
Masalah ini cukup banyak diutarakan oleh para driver ojek online. Mereka menganggap perusahaan telah melanggar UU Ketenagakerjaan karena tidak menempatkan driver sebagai karyawan/pekerja. Melainkan sebagai mitra kerja.
Jadi begini gan. Seseorang dikatakan sebagai pekerja alias karyawan alias buruh, ketika ia berada di dalam hubungan kerja. Hubungan kerja ini tercipta berdasarkan perjanjian kerja yang di dalamnya terdapat unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan adanya unsur ‘perintah’ maka terlihat bahwa hubungan antara buruh dan perusahaan adalah hubungan atasan-bawahan. Sedangkan dalam hubungan mitra, posisi perusahaan dan mitranya setara.
Ada beberapa putusan Mahkamah Agung yang memperjelas mengenai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan mengetahui apa yang dimaksud dengan ketiga unsur hubungan kerja tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa status pengojek dan perusahaan aplikasi layanan ojek adalah hubungan kemitraan. Bukan hubungan kerja.
Kalau mau tau lebih jauh putusan Mahkamah Agung dan bagaimana sampai ke kesimpulan soal hubungan kemitraan, agan bisa baca sumbernya ya.
Sumber:
Status hubungan pengojek dan perusahaan aplikasi layanan ojek
5. Pelanggaran Yang Sering Dilakukan Ojek Online
berikut ini lima jenis pelanggaran yang relatif sering dilakukan oleh para pengemudi ojek online:
1. Memasuki Jalur Busway
Kepala Dinas Transportasi Kota Jakarta, Ellen Tangkudung mengatakan dirinya seringkali melihat pengemudi ojek online memasuki jalur khusus busway. Padahal, di setiap jalur busway terpampang dengan jelas rambu larangan masuk bagi kendaraan lain selain busway.
Dia mengakui, pelanggaran memasuki jalur busway memang tidak hanya dilakukan oleh pengemudi ojek online, tetapi juga moda transportasi lainnya. Awalnya, kata Ellen, agak sulit membedakan pengemudi motor non-ojek dengan ojek, termasuk ojek online yang menerobos jalur busway.
“Kalau sekarang kan jadi gampang tuh. Kalau kita melihat ada motor-motor di lintasan TransJakarta (busway), kan kelihatan mana yang helm atau jaketnya ada tulisan GOJEK atau GRABBIKE,” ujar Ellen.
2. Melawan Arus
Pelanggaran yang satu ini mungkin menjadi jenis pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pengemudi motor di jalan raya. Pengemudi motor biasanya berkendara melawan arus karena mereka malas untuk memutar di tempat putaran yang semestinya. Ojek online pun sering terlihat melakukan pelanggaran jenis ini.
Ellen menyayangkan ulah sebagian pengemudi ojek online yang suka melawan arus. Menurut dia, melawan arus bisa berujung bahaya. “Kalau begini kan nggak cuma membahayakan keselamatan dia, tetapi kita yang ada di jalur yang bener juga bahaya,” keluh Ellen.
3. Tidak Memiliki SIM
Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah prasyarat paling utama bagi orang yang hendak mengemudikan kendaraan bermotor. Tanpa SIM, maka siapapun dilarang mengemudikan kendaraan motor, termasuk pengemudi ojek online. Ellen mengaku pernah mendapati seorang pengemudi ojek online yang tidak memiliki SIM.
“Saya ketemu tuh ada yang nggak punya SIM. Saya tanya, ‘syarat masuknya emang nggak harus punya SIM?’ Orang ini jawab kalau dia nggak punya SIM. Karena enggan melanjutkan urusan, ya sudah saya diamkan saja untuk saat itu,” tutur Ellen.
Merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), Pasal 77 ayat (1) tegas mengatur bahwa, “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan”.
Pasal 281 mengatur ancaman pidana untuk pelanggaran atas kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (1) yakni maksimum empat bulan kurungan atau denda maksimum Rp1 juta.
4. Pakai Gadget Saat Berkendara
Sesuai dengan sebutannya, ojek online sangat mengandalkan teknologi alat komunikasi seperti telepon seluler yang digunakan untuk pemesanan oleh klien. Begitu pentingnya telepon seluler sehingga pengemudi ojek online biasanya setiap saat mengeceknya, bahkan ketika motor yang dikendarainya tengah melaju.
Perilaku menggunakan telepon di saat berkendara jelas melanggar UU LLAJ, Pasal 106 ayat (1) menyatakan “setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.”
Bagi yang melanggar aturan tersebut, dapat dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750 ribu.
5. Parkir Sembarangan
Tak seperti ojek konvensional atau dengan istilah ojek pangkalan – yang memiliki area sendiri untuk memarkirkan motornya seraya menunggu customer, ojek online harus mencari sendiri tempat pemberhentiannya sendiri.
Lantaran tidak memiliki pangkalan tetap, pengemudi ojek online umumnya berhenti atau bahkan memarkir kendaraannya di pinggir jalan raya yang terpancang rambu “dilarang parkir” atau “dilarang stop”.
Selengkapnya, cekidot ya gan:
5 Pelanggaran yang ‘Sering’ Dilakukan Ojek Online
Itu dia pembahasan ojek online dari sudut pandang hukum gan. Siapa tau kaskuser sini yang juga yang merangkap jadi driver ojek online, boleh dong dibagi pengalamannya di sini.
(hot)
Go-Jek adalah salah satu yang turut "menghijaukan" Jakarta dan kota besar lainnya. Harus diakui, keberadaan ojek menjadi semakin ngehits sejak Go-Jek dan aplikasi lainnya turut menyemarakkan jalanan kota. Meski demikian, kehadiran aplikasi ojek online ternyata menimbulkan banyak konflik juga.
Agan-aganwati pasti sudah tau tentang penolakan ojek pangkalan terhadap pengemudi aplikasi ojek online. Selain itu, konflik yang terakhir muncul adalah perseteruan pengemudi GoJek dengan manajemen GoJek. Menurut para pengemudi, manajemen GoJek tidak transparan dalam menentukan tarif. Hal ini kemudian semakin ramai ketika beberapa hari yang lalu, banyak pengemudi yang tidak bisa menerima order karena mendapatkan sanksi, dan harus membayar denda yang jumlahnya bervariasi
Lalu, bagaimana sebenarnya permasalahan aplikasi ojek online ini dilihat dari sudut pandang hukum? Cekidot pembahasannya ya
1. Perlindungan Konsumen
Spoiler for Perlindungan Konsumen:
Sebagai konsumen transportasi berbasis aplikasi, kita itu dilindungi hukum, Gan. Menurut Koordinator Komisi Edukasi dan Komunikasi BPKN, David M.L. Tobing, bentuk perlindungan terhadap konsumen pengguna jasa transportasi online ini pada saat terjadi pemesanan. Jika pemesanan sudah dilakukan namun pengendara transportasi berbasis aplikasi tersebut tidak datang atau memenuhi pemesanan, telah masuk kategori wanprestasi.
David juga mengatakan bahwa padahal, saat pemesanan dan pengendara menyanggupinya, telah terjadi perikatan yang sah. Jika cara pemesanan jasa transportasi menggunakan aplikasi seperti yang dilakukan Go-Jek, GrabBike dan Ojek Syar’i justru bisa dengan cepat mengatasi tak terpenuhinya pemesanan konsumen. Menurutnya, para perusahaan tersebut bisa menjadi perantara dan menindaklanjuti kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi itu.
Selengkapnya silakan Agan baca ini ya:
Perlindungan Konsumen Transportasi Berbasis Aplikasi Akan Dikaji
2. Bentrokan Ojek Pangakalan vs. Online
Spoiler for Bentrokan:
Kemunculan ojek berbasis aplikasi atau ojek online di satu sisi disambut positif oleh kalangan konsumen. Di sisi lain, kehadiran ojek online juga memunculkan masalah. Sebagian pengemudi ojek konvensional merasa terganggu karena ojek online dianggap merebut lahan nafkah mereka. Akibatnya, muncul beberapa kasus bentrokan antara ojek konvensional versus ojek online.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Ellen Tangkudung mengatakan perkembangan teknologi jelas tak bisa dihindari. Namun, jika kemajuan teknologi ini memunculkan masalah, maka pemerintah seharusnya segera bertindak. Pemerintah harus mencari cara bagaimana agar ojek konvensional tidak ‘bentrok’ dengan ojek online.
Selain bentrokan dengan ojek konvensional, permasalahan lainnya adalah ojek online hingga saat ini belum memiliki payung hukum. Sedari awal, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (http://www.hukumonline.com/pusatdata...angkutan-jalan) memang tidak mengakui ojek sebagai angkutan umum. Pertimbangan ojek tidak masuk dalam kategori angkutan umum karena kendaraan roda dua (motor) memiliki potensi bahaya yang cukup tinggi. Ellen menyebutkan 70 sampai 80 persen kecelakaan di jalan terjadi pada motor.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal-hal tersebut, pemerintah harus segera bertindak, misalnya dengan membuat peraturan sebagaimana dahulu pemerintah mengatasi masalah minimarket. Yaitu dengan memberikan syarat-syarat kepada pelaku usaha yang ingin membuka minimarket agar mendapatkan izin usaha.
Lebih lanjut, bisa agan baca di artikel berikut:
Solusi Atasi ‘Bentrokan’ Ojek Pangkalan vs Ojek Online
3. Manajemen Ojek Online Membuat Keputusan Sepihak
Spoiler for Sepihak:
Berlomba memberikan promo dengan mengganti-ganti tarif ojek dari harga normal adalah satu hal yang pasti kita temui sejak persaingan ojek online semakin ramai. Keputusan seperti ini merupakan salah satu contoh yang mungkin diambil perusahaan tanpa adanya kesepakatan dengan driver.
Agan mungkin berpikir hal itu wajar saja. Namun keputusan yang dibuat sepihak oleh perusahaan menimbulkan keresahan bagi agan lainnya yang merupakan driver ojek online.
Salah satu driver ojek online mengeluhkan kondisi tersebut. Karena berbagai hal, keputusan yang dibuat sepihak oleh perusahaan tanpa melibatkan perwakilan driver dirasa membuat posisinya terjepit. Tapi apakah driver ini dapat dilindungi secara hukum?
Singkatnya gini, Gan. Ketika melakukan kerja sama, antara driver dengan perusahaan hampir pasti ada perjanjian/kontrak. Sebelum menandatangani itu lah agan harus paham betul apa isi kontraknya. Karena telah memberikan persetujuan/sepakatnya kalau orang tersebut memang menghendaki apa yang disepakati.
Seandainya hal yang berkaitan dengan pembuatan keputusan harus melibatkan driver ini ada dalam perjanjian, tentunya perusahaan pun harus mematuhi itu. Karena pada dasarnya, jika perjanjian ingin diubah atau ditarik kembali, tentu harus ada kesepakatan dari kedua belah pihak.
Pemaparan lengkapnya silahkan cek ke TKP:
Bolehkah Perusahaan Ojek Online Mengubah Tarif Sepihak Tanpa Melibatkan Driver?
4. Karyawan Atau Mitra Kerja?
Spoiler for Karyawan Atau Mitra:
Masalah ini cukup banyak diutarakan oleh para driver ojek online. Mereka menganggap perusahaan telah melanggar UU Ketenagakerjaan karena tidak menempatkan driver sebagai karyawan/pekerja. Melainkan sebagai mitra kerja.
Jadi begini gan. Seseorang dikatakan sebagai pekerja alias karyawan alias buruh, ketika ia berada di dalam hubungan kerja. Hubungan kerja ini tercipta berdasarkan perjanjian kerja yang di dalamnya terdapat unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan adanya unsur ‘perintah’ maka terlihat bahwa hubungan antara buruh dan perusahaan adalah hubungan atasan-bawahan. Sedangkan dalam hubungan mitra, posisi perusahaan dan mitranya setara.
Ada beberapa putusan Mahkamah Agung yang memperjelas mengenai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan mengetahui apa yang dimaksud dengan ketiga unsur hubungan kerja tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa status pengojek dan perusahaan aplikasi layanan ojek adalah hubungan kemitraan. Bukan hubungan kerja.
Kalau mau tau lebih jauh putusan Mahkamah Agung dan bagaimana sampai ke kesimpulan soal hubungan kemitraan, agan bisa baca sumbernya ya.
Sumber:
Status hubungan pengojek dan perusahaan aplikasi layanan ojek
5. Pelanggaran Yang Sering Dilakukan Ojek Online
Spoiler for Pelanggaran:
berikut ini lima jenis pelanggaran yang relatif sering dilakukan oleh para pengemudi ojek online:
1. Memasuki Jalur Busway
Kepala Dinas Transportasi Kota Jakarta, Ellen Tangkudung mengatakan dirinya seringkali melihat pengemudi ojek online memasuki jalur khusus busway. Padahal, di setiap jalur busway terpampang dengan jelas rambu larangan masuk bagi kendaraan lain selain busway.
Dia mengakui, pelanggaran memasuki jalur busway memang tidak hanya dilakukan oleh pengemudi ojek online, tetapi juga moda transportasi lainnya. Awalnya, kata Ellen, agak sulit membedakan pengemudi motor non-ojek dengan ojek, termasuk ojek online yang menerobos jalur busway.
“Kalau sekarang kan jadi gampang tuh. Kalau kita melihat ada motor-motor di lintasan TransJakarta (busway), kan kelihatan mana yang helm atau jaketnya ada tulisan GOJEK atau GRABBIKE,” ujar Ellen.
2. Melawan Arus
Pelanggaran yang satu ini mungkin menjadi jenis pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pengemudi motor di jalan raya. Pengemudi motor biasanya berkendara melawan arus karena mereka malas untuk memutar di tempat putaran yang semestinya. Ojek online pun sering terlihat melakukan pelanggaran jenis ini.
Ellen menyayangkan ulah sebagian pengemudi ojek online yang suka melawan arus. Menurut dia, melawan arus bisa berujung bahaya. “Kalau begini kan nggak cuma membahayakan keselamatan dia, tetapi kita yang ada di jalur yang bener juga bahaya,” keluh Ellen.
3. Tidak Memiliki SIM
Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah prasyarat paling utama bagi orang yang hendak mengemudikan kendaraan bermotor. Tanpa SIM, maka siapapun dilarang mengemudikan kendaraan motor, termasuk pengemudi ojek online. Ellen mengaku pernah mendapati seorang pengemudi ojek online yang tidak memiliki SIM.
“Saya ketemu tuh ada yang nggak punya SIM. Saya tanya, ‘syarat masuknya emang nggak harus punya SIM?’ Orang ini jawab kalau dia nggak punya SIM. Karena enggan melanjutkan urusan, ya sudah saya diamkan saja untuk saat itu,” tutur Ellen.
Merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), Pasal 77 ayat (1) tegas mengatur bahwa, “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan”.
Pasal 281 mengatur ancaman pidana untuk pelanggaran atas kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (1) yakni maksimum empat bulan kurungan atau denda maksimum Rp1 juta.
4. Pakai Gadget Saat Berkendara
Sesuai dengan sebutannya, ojek online sangat mengandalkan teknologi alat komunikasi seperti telepon seluler yang digunakan untuk pemesanan oleh klien. Begitu pentingnya telepon seluler sehingga pengemudi ojek online biasanya setiap saat mengeceknya, bahkan ketika motor yang dikendarainya tengah melaju.
Perilaku menggunakan telepon di saat berkendara jelas melanggar UU LLAJ, Pasal 106 ayat (1) menyatakan “setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.”
Bagi yang melanggar aturan tersebut, dapat dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750 ribu.
5. Parkir Sembarangan
Tak seperti ojek konvensional atau dengan istilah ojek pangkalan – yang memiliki area sendiri untuk memarkirkan motornya seraya menunggu customer, ojek online harus mencari sendiri tempat pemberhentiannya sendiri.
Lantaran tidak memiliki pangkalan tetap, pengemudi ojek online umumnya berhenti atau bahkan memarkir kendaraannya di pinggir jalan raya yang terpancang rambu “dilarang parkir” atau “dilarang stop”.
Selengkapnya, cekidot ya gan:
5 Pelanggaran yang ‘Sering’ Dilakukan Ojek Online
Itu dia pembahasan ojek online dari sudut pandang hukum gan. Siapa tau kaskuser sini yang juga yang merangkap jadi driver ojek online, boleh dong dibagi pengalamannya di sini.
(hot)
Aseeeg masuk pejwan
Ane kasian sama driver gojek yang beneran jujur gak pake order fiktif, tapi ane apresiasi driver yang seperti itu Gan
Bakal ane kasih five star di aplikasinya.
Btw menurut ane perlu ada perlindungan hukum lah buat para driver, misalnya gimana hubungan kerja antara dia dan manajemen gojek? Jelas gak? Jangan kasih keputusan sepihak juga kalo mau naikin tarif
Ane kasian sama driver gojek yang beneran jujur gak pake order fiktif, tapi ane apresiasi driver yang seperti itu Gan
Bakal ane kasih five star di aplikasinya.
Btw menurut ane perlu ada perlindungan hukum lah buat para driver, misalnya gimana hubungan kerja antara dia dan manajemen gojek? Jelas gak? Jangan kasih keputusan sepihak juga kalo mau naikin tarif
oh jadi driver gojek ini secara hukum statusnya bukan karyawan gojek ya? trus apa dasar mereka kemaren2 demo nuntut ini-itu yak? aneh dah tuh
utk kasus status karyawan atau mitra, ane suka komparasi dgn kasus uber di us
kasus ojek online ini klo ane sederhanakan, perusahaan yg meremahkan hukum dgn mitra yg tidak sadar dan/ suka mengakali hukum
kasus ojek online ini klo ane sederhanakan, perusahaan yg meremahkan hukum dgn mitra yg tidak sadar dan/ suka mengakali hukum
Denger-denger gan, para driver gojek itu ga dikasih perjanjiannya. Yang pegang perjanjiannya cuma si perusahaan. Boleh ga sih gan kalau dua orang membuat perjanjian, terus hanya salah satu pihak yang dapat salinan perjanjiannya?
Karena ga megang perjanjian ini, para driver juga gatau apa aja hak dan kewajiban mereka atau perusahaan gojek.
Kasian orang gatau hukum malah jadi disiasatin. Huhuhu.
Karena ga megang perjanjian ini, para driver juga gatau apa aja hak dan kewajiban mereka atau perusahaan gojek.
Kasian orang gatau hukum malah jadi disiasatin. Huhuhu.
emang banyak gan pelanggaran" yang dilakukan oknum driver GoJek. contohnya di stasiun Tebet. banyak driver GoJek tuh ngelawan arus, trus mereka juga parkir sembarang dengan kawan"nya..
untuk masalah SIM itu bukannya salah satu persyaratan masuk GoJek? tp ane ga tau juga apa mereka beneran di seleksi atau 'terpaksa'
untuk masalah SIM itu bukannya salah satu persyaratan masuk GoJek? tp ane ga tau juga apa mereka beneran di seleksi atau 'terpaksa'
wah kalo yang kasus tanpa sim bisa lolos macem mana tuh perekrutannya
main asal karungin orang lewat socmed kah ?
main asal karungin orang lewat socmed kah ?
Ane belon pernah nyicipin g*jek dkk seh. Masih ada langganan soalnye
klo pelanggaran menurut ane sih bukan ojek online aja gan... yang pangkalan atau bahkan yang bukan ojek pun ada yang melanggar
Kasihan klw mitra kerja, apakah mreka diikutkan jamsostek
Kerja apapun yang penting halal dan jujur, entah itu ngojek atau sebagai operator. Tapi yang buat ane jengkel terhadap driver gojek, selalu pakai gadget saat berkendara. Selalu setiap ane ketemu dengan driver seperti itu pasti ane marahin gan. Berarti tu driver gojek mentingkan diri sendiri daripada pengendara lain. Kalau ane seh dari dulu ojek di surabaya masih percaya Caktrans, karena order gojek selalu g dapat.
Pelanggaran di jalan yang sering terexpose tapi tentang administrasi belum banyak yang tau
Haduh masalah mlu
ane gak pernah naik ojek onlen gan
dikota ane gak ada
dikota ane gak ada
jadi lebih baik yg online atau tidak gan
yah teruskan
Parkir sembarangan di atas trotoar, menuhin trotoar bikin susah pejalan kaki.
nyimak dulu deh....
Pelanggaran Yang Sering Dilakukan Ojek Online...... yg bgini mah ampir semua.......
ojek online mempermudah kita dan murah lagi
Via: Kaskus.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar