Pages


Rabu, 10 Juni 2015

Demi Sesuap Nasi, Nenek 111 Tahun Ini Jualan Kacang Rebus di Stasiun Tugu Yogya

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

SEBELUM MASUK KE TOPIK UTAMA...
Breaking news : nih gan dan sist, ada salah seorang kaskuser yang sedang menggalang dana untuk seorang nenek berusia 78 tahun, tinggal di rumah tak layak huni. Naasnya lagi anak nenek tersebut pernah kecelakaan saat bekerja. Dimana akibat kecelakaan tersebut, kakinya cedera. Namun, karena ketidakadaan biaya, kaki yang kecelakaan dibiarkan begitu saja sampai membusuk. nah, buat agan/aganwati yang mungkin punya rezeki berlebih, bersedia untuk membantu beliau, dan mumpung kita segera akan memasuki bulan suci Ramadhan juga, agar semakin berkah. SEDEKAH YUK!!!! Jangan ragu menabung untuk akhirat MONGGO MENUJU LANGSUNG KE TKP ---» KLIK GAN! BANTU PAK ALI MENYEMBUHKAN KAKINYA YANG MEMBUSUK, YUK SEDEKAH, BIAR BERKAH.   (www.kaskus.co.id) (tolong bantu share dan sundul juga ya gan/sist)


------------------------------------------


OKE, KITA MASUK KE TOPIK UTAMA...



[CENTER]


Usianya tak lagi muda, namun semangat hidupnya, tetap membara. Namanya Nenek Tumirah, usianya sudah 111 tahun. Nek Tumirah tinggal di Sosrowijayan, Gedongtengen, Kota Yogyakarta. Sejak usia 97 tahun, Nenek Tumirah berjualan kacang di stasiun Tugu Yogyakarta. Harga kacang yang Nenek ini jual hanya 5ribu/bungkus. Sejak pukul 2 siang Nenek ini sudah menjual kacang, Nek Tumirah pulang saat azan maghrib berkumandang. Di Yogya Nenek tumirah tinggal sendirian, Nek Tumirah ga mau memberatkan satu-satunya anak perempuannya.

Quote:
Quote:



Dengan bersandar di pilar parkiran motor di Stasiun Tugu Yogyakarta, Nenek Tumirah tersebut menjajakan kacang sejak pukul 2 siang. Siang itu matahari begitu terik, namun tubuh rentanya tak beranjak dari tempatnya bersandar menunggu pembeli. Orang banyak yang berlalu lalang seperti tak menggubris keberadaannya.

Saat pagi masih sejuk, Nek Tumirah diantar cucunya ke Stasiun Tugu Yogyakarta dengan menggunakaan becak. Dibantunya cucunya tersebut, sebuah bakul berisi kacang rebus siap jual diturunkan. Bakul tersebut yang akan menemani Nek Tumirah hingga sore menjelang.

“Saya enggak mau merepotkan orang, kalau masih bisa cari makan sendiri ya lebih baik berusaha,” katanya Nenek Tumirah.

Nenek Tumirah memberi banderol 5 ribu rupiah/bungkus kacang yang dijualnya. Laku atau tidak kacang yang dijualnya hari itu, Nenek Tumirah akan tetap pulang saat menjelang Maghrib dijemput cucunya.

Penghasilan Nenek Tumirah dari berjualan kacang rebus tidak menentu. Jika saat sedang sepi, seringkali Nenek hanya mampu menjual beberapa bungkus saja. Namun yang sedikit itu selalu Nek tumirah syukuri, menurutnya setiap rezeki dari Allah akan selalu mendatangkan keberkahan.

“Sehari dapatnya berapa? Ya cukup untuk makan, kalau kurang dicukup-cukupkan. Ngucap syukur, berapa saja yang laku itu rejeki dari Allah,” ungkap Nenek Tumirah

Quote:



Kacangnya di alas berupa kain dan dipasang payung berwarna hijau yang sudah rusak. Kacang-kacang yang sudah dibungkus, di tata Nek Tumirah rapi diatas nampan usang.

Siapa tahu dengan ditata begitu, banyak calon pembeli yang lebih tertarik. Sementara di bagian yang lain, kacang-kacang yang belum dibungkus dibiarkan menumpuk.


Quote:



"Den kacange den.. neng kacange neng.. Lima ribuan saja mas", ujar nenek berusia 110 tahun ini menawarkan kacang dagangannya kepada siapa saja yang kebetulan lewat.

Namun, tidak banyak yang tertarik. Terkadang dilirik saja tidak. Tapi jika sedang bernasib baik, 10 kilogram kacang yang ia bawa biasanya habis saat menjelang maghrib atau isya.

Lantaran usianya yang sudah senja, Nek Tumirah pun kerap kali kesulitan untuk berjalan. Lantas apa yang membuatnya tetap semangat berjualan? Ternyata karna Nek Tumirah ini ingin mencari uang sendiri. Sukur-sukur saat ada keuntungan lebih, bisa berbagi dengan 9 cucu dan 22 buyutnya.


Quote:



"juga biar gak nganggur di rumah terus", ujar nenek yang pernah merasakan masa penjajahan Belanda di Yogyakarta ini.

Nenek berusia 111 tahun tersebut mengatakan saat penjajahan Jepang beliau jarang makan karena takut keluar, karena banyak tentara Jepang kerap berpatroli di sekitaran rumahnya di Sosrowijayan, Gedongtengen, Kota Yogyakarta.

"Zaman penjajah Jepang, sama makan sehari bisa untuk dua atau tiga hari. Karena takut keluar, enggak punya makanan di rumah. Takut kalau diculik Jepang", katanya Nenek Tumirah.

Bahkan karena begitu takut dengan Jepang, Nenek dan suaminya membuat lubang persembunyian di bawah rumahnya. Untuk menyembunyikan lubang tersebut, Nek tumirah dan suaminya merobohkan rumahnya sehingga Jepang menyangka penghuni rumah sudah pergi.

“Saat itu anak saya masih kecil, itu pas Jepang datang, suami saya ya meninggal pas zaman Jepang,” ujar nenek yang mengaku memiliki 7 cucu dan 22 cicit ini.

Saat suami sudah tiada dia bekerja sebagai buruh cuci pakaian dan juga buruh tani di ladang. Masa itu disebut sebagai masa yang begitu sulit. Kondisi mulai berubah ketika Indonesia merdeka dan Yogyakarta bergabung dengan Indonesia.

Quote:



“Saya dari dulu tinggal ya di situ (Sosrowijayan) jadi bisa merasakan bagaimana perubahannya dari zaman Jepang dan zaman Kemerdekaan,” ungkapnya.

Jika membandingkan zaman sekarang dengan zaman dulu, Nek Tumirah mengaku hidup lebih enak pada zaman dulu, sebab jika tidak punya uang untuk makan dia masih bisa makan dengan hasil kebun.

“Sekarang itu duit Rp 100 enggak bisa buat apa-apa, kalau dulu satu sen saja sudah bisa makan kenyang. Sekarang seribu saja makan enggak kenyang,” tandasnya.


Quote:
Quote:Nenek Tumirah di Hitam Putih, 8 Juni 2015
Quote:





Kisah Nek Tumirah, usia 111 tahun, penjual kacang rebus di pintu selatan Stasiun Tugu Yogyakarta merupakan wujud perjuangan hidup manusia. Rasa syukur dalam menerima berapapun rejeki yang diperoleh oleh nenek 111 tahun penjual kacang tersebut merupakan teladan bagi kita untuk selalu mensyukuri nikmat agar tetap berusaha dan tidak mengeluh dalam menjalani kehipuan.

Perjuangannya keren gaaan
sudah tua tapi punya semangat juang yang tinggi ya gan
salut banget sama nek tumirah, ane sebagai orang yang masih muda ngerasa malu
Quote:Jika membandingkan zaman sekarang dengan zaman dulu, Nek Tumirah mengaku hidup lebih enak pada zaman dulu, sebab jika tidak punya uang untuk makan dia masih bisa makan dengan hasil kebun.

“Sekarang itu duit Rp 100 enggak bisa buat apa-apa, kalau dulu satu sen saja sudah bisa makan kenyang. Sekarang seribu saja makan enggak kenyang,” tandasnya.


Nah lo... enak jaman dulu katanye.. Mana pendukung repotnasi yang tukang naikin gedung dpr dulu? sekarang sudah pada duduk dikursi empuk senayan...Dulu jaman mbah harto Indonesia haram peringkat 2 Sea Games.. jaman Mbah Harto.. PSSI masih di peringkat 60 Dunia... Lhah jaman repotnasi? Indonesia selevel ama timor leste..
Jaman mbah harto...... lanjutin dah gan...
Wah semangat juang yang hebat mbah




suka miris kalo liat ibu-ibu terlihat masih muda & seger kadang sambil gendong anak sambil nyadong / bawa mangkuk, kalah ama mbah tumirah
itu anak cucuk nya pada kmn
kasihan gan masa tua di habiskan untuk berjualan
Belilah, meski kita tidak butuh

Ane nonton nih kemaren sore..
Emang hebat banget si nenek, dia milih hidup sendiri dan gak mau ngerepotin keluarga nya..

Quote:Original Posted By approve.cc
itu anak cucuk nya pada kmn


Ikut nitip pertanyaan bang
salut sama perjuangan nenek ini,masih ttp mau bekerja walaupun umur sudah lanjut
baru kmaren sore ane nonton gan

Salut gan sama nenek ini, setidaknya dia berusaha. Kalau agan ada yang mampir ke stasiun itu usahain beli kacangnya gan meskipun agan gak doyan kacang.
nenek yang perkasa...
ini semalem ane liad d itam putih gan perjuangan beliau sgt patut dicontoh
Quote:Original Posted By sitch_07
Belilah, meski kita tidak butuh



Setuju sama agan ini
wah hebat simbah

semoga tetap sehat mbah
alamak 111 tahun.

anugrah panjang umur dan sehat.

semoga di berikan kesehatan dan ke bahagiaan dunia akhirat. Amiinn.. Termasuk kita dan orang tua kita..
Via: Kaskus.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar