Harga Minyak di Bawah $ 30, Pertamina Belum Bisa Turunkan Harga
Kamis, 21 Januari 2016 | 00:21
Jakarta - PT Pertamina (Persero) belum bisa menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia meski harga minyak mentah dunia sudah di bawah US$ 30 per barel.
Masih tingginya biaya produksi ditambah dengan sejumlah ongkos transportasi dan berbagai biaya lainnya membuat Pertamina masih menahan harga tetap hingga Rabu (20/1).
Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan hingga saat ini pihaknya belum melakukan penyesuaian harga sesuai harga keekonomiannya karena terbentur dengan anjloknya harga ekspor dan impor.
"Sekarang yang jelas kita terpukul di upstream (hulu), agar tidak rugi kita harus kurangi cost production hingga 30%, beda ceritanya jika kita sudah tidak memproduksi minyak mentah dan hanya mengimpor seluruhnya," ujar Dwi usai menghadiri diskusi Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) di Jakarta Pusat, Rabu (20/1).
Ia mengungkapkan dampak dari turunnya harga minyak mentah internasional tidak bisa serta-merta menurunkan harga produk BBM tertentu di Indonesia yang sudah menganut harga keekonomian dan tidak mendapat subsidi dari pemerintah.
"Jadi akan kita lihat dulu indikator komponen pembentuk harganya, kita berharap harus ada cross subsidy (subsidi silang) antara upstream dengan downstream (hilir) dalam kondisi seperti saat ini," tambahnya.
Dikatakannya yang paling menentukan harga BBM saat ini adalah biaya transportasi untuk memindahkan BBM dari kilang-kilang Pertamina ke sejumlah tempat penyimpanan.
http://www.beritasatu.com/ekonomi/34...kan-harga.html
Karyawan Pertamina Dihantui PHK dan Potong 'Gaji'
Rabu, 20 Januari 2016 - 15:21 wib
JAKARTA - Guna tetap beroperasi di tengah kondisi anjloknya harga minyak dunia di level USD28 per barel, maka PT Pertamina (Persero) harus berpikir keras dalam melakukan efisiensi.
Selain memangkas 30 persen cost production di hulu, Pertamina melakukan review di hilir. Hal ini dilakukan supaya mengcover kegiatan di hulu di tengah kondisi anjloknya harga minyak.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetijpto menjelaskan di hilir akan dilakukan perbaikan tata kelola, distribusi dan efisiensi. Kemudian renegosiasi dari beberapa kontrak jasa dengan pihak lain, untuk supply dari growth maupun Produk Pertamina.
"Selain itu, masalah bonus dan kesejahteraan karyawan, kalau memang itu kita masih membutuhkan dan memang dalam proses bisnisnya tidak bisa mengejar terhadap ini (anjloknya harga minya), ya kita harus puasa," ujarnya di Aryaduta Hotel, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Dwi menambahkan, langkah paling akhir yang dilakukan Pertamina dalam efisiensi di hilir adalah pengurangan tenaga kerja. Tapi langkah sebelum akhir itu adalah masalah kesejahteraan. "Kita lihat, sampai akhir Januari kita akan coba lihat proses bisnis lain,kalau tidak bisa. Februari awal baru kita ambil kesimpulan," tandasnya.
http://economy.okezone.com/read/2016...an-potong-gaji
Harga Minyak Anjlok Tapi BBM Mahal? Pertamina: Untuk Tutupi Kerugian Hulu
21 Januari 2016 10:00 AM
Jakarta, Aktual.com — Maraknya penjualan minyak Solar industri yang ditengarai jauh lebih murah dibandingkan dengan Solar subsidi yang dijual PT Pertamina (Persero) di SPBU terus menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat.
Praktek penjualan Solar yang lebih murah ke Industri dinilai justru mengorbankan masyarakat umum karena dengan dalih mendapatkan subsidi dari pemerintah justru mendapatkan harga yang lebih mahal.
Parahnya, Pertamina justru berkilah jika selama ini mahalnya BBM Subsidi jenis Solar yang dijual oleh PT Pertamina (Persero) di SPBU meski harga minyak dunia terus merosot diakui oleh pihak Pertamina karena ingin menutupi kerugian di sektor hulu.
Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto membenarkan, jika sampai saat ini Pertamina memang menahan harga BBM untuk tidak turun.
“Jadi Pertamina melakukan subsidi silang dari sektor hulu dan hilir ketika harga minyak dunia mengalami penurunan. Keuntungan yang diperoleh di sektor hilir digunakan untuk menutupi kerugian disektor hulu ” ungkapnya, Rabu (20/1) kemarin.
Dwi menuturkan, saat harga minyak menurun hingga US$27 per barel, biaya produksi minyak pertamina sekitar US$22-US$24 per barel. Namun biaya tersebut belum ditambah dengan biaya transportasi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya harga minyak dunia yang terus merosot di bawah USD30 per barel akhir-akhir ini, sudah semestinya berimbas pada menurunnya harga jual bensin maupun solar. Bahkan harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).
Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi). Keuntungan yang sangat besar tentunya yang diraih oleh Pertamina dari masyarakat.
Maka sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.
http://www.aktual.com/harga-minyak-a...kerugian-hulu/
Harga BBM Tak Mau Turun, Indef: Pertamina Sengaja Raup Untung Banyak
21 Januari 2016 10:20 AM
Jakarta, Aktual.com — PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak akan menurunkan harga penjualan BBM jenis premium dan solar, sekalipun saat ini harga minyak dunia tengah anjlok-anjloknya sampai di bawah $28 per barel.
Pertamina beralasan kebijakan itu diambil sebagai langkah untuk menutupi kerugian perusahaan di sektor hulu, karena biaya produksi untuk menghasilkan 1 barel minyak membutuhkan modal $22-$24 per barel.
Menaggapi hal tersebut, Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menuding Pertamina sengaja menahan harga untuk meraup banyak keuntungan dari masyarakat.
“Penjualan (BBM) tahun lalu saja Pertamina bisa untung besar. Tapi apa yang dilakukan? Jangan-jangan keuntungan itu hanya untuk dibagi-bagi kepada direksi dan pemegang saham,” tegas dia kepada Aktual.com, Kamis (21/1).
Masalah utama Pertamina adalah mereka tidak transparan ketika mendapat untung besar. Akan tetapi ketika ada kerugian, mereka langsung menginformasikan ke publik. Memang, perusahaan ini bukan perusahaan terbuka, sehingga tidak ada kewajiban untuk melaporkan ke publik. Akan tetapi, karena Pertamina menjual produk untuk kebutuhan publik tentu harus dituntut transparan, apakah untung atau rugi.
“Jangan sampai untung Pertamina hanya untuk pihak tertentu saja. Dan jangan sampai mereka malah terbuka pas rugi atau untung kecil tapi pas untung besar malah diam-diam saja,” cetus Enny.
Mestinya, lanjut dia, dengan keuntungan yang besar itu manfaat besar juga harus dinikmati oleh masyarakat. Caranya, Pertamina bisa memperbaiki kapasitas pelayanannya, juga dapat meningkatkan cadangan dana untuk membangun kilang baru, atau membangun energi terbarukan yang semua itu untuk keuntungan masyarakat.
“Seharusnya ada upaya konkrit menciptakan kedaulatan energi di Indonesia,” saran dia.
Selama ini, kata dia, Pertamina sangat tidak transparan. Padahal, dengan menjual harga tinggi di atas harga kewajaran, mereka bisa mendulang untung besar. “Tapi selama ini mereka (Pertamina) tidak setransparan itu,” tandas dia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya harga minyak dunia yang terus merosot di bawah USD30 per barel akhir-akhir ini, sudah semestinya berimbas pada menurunnya harga jual bensin maupun solar. Bahkan harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).
Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi). Keuntungan yang sangat besar tentunya yang diraih oleh Pertamina dari masyarakat.
Maka sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.
http://www.aktual.com/harga-bbm-tak-...untung-banyak/
Menko Perekonomian: Masyarakat Belum Terbiasa Saja Harga BBM kayak Yoyo
Rabu, 1 April 2015 | 22:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengakui bahwa masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan naik turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) setiap sebulan sekali. Padahal, kata dia, harga BBM saat ini menyesuaikan dengan harga minyak dunia yang berfluktuasi.
"Jadi ini kan karena orang atau masyarakat belum terbiasa saja, dan harga minyak dunia kayak yoyo," ujar Sofyan di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Lebih lanjut, kata dia, berdasarkan pengalaman negara-negara yang sudah melakukan sistem penentuan harga BBM sama seperti Indonesia saat ini, tingkat inflasi tak akan besar. Sebab, para pelaku usaha sudah mempertimbangkan atau menghitung biaya berdasarkan naik turunnya harga BBM.
"Kemarin naik Rp 500, dulu karena inflasi ditahan, kalau harga BBM naik Rp 1.000 maka inflasi naik 1 persen. Sekarang insya Allah rendah (inflasinya)," kata Sofyan.
Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance(Indef) Enny Sri Hartati menilai, keputusan pemerintah kembali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai bukti tak adanya konsep manajemen pengelolaan ekonomi yang baik. Bahkan, Enny mengkritik manajemen yang diterapkan pemerintah itu sama saja seperti manajemen warung kopi. (Baca: Harga BBM Naik Lagi, Pemerintah Dinilai Terapkan Manajemen "Warkop")
Dia menjelaskan, gaya pemerintah mengelola negara, terutama ekonomi saat ini, cenderung reaktif dan hanya berorientasi jangka pendek. Salah satu kebijakan yang dinilai Enny reaktif adalah penghapusan subsidi BBM.
Menurut Enny, kebijakan penghapusan subsidi BBM membuat harga BBM dilempar ke harga pasar. Akibatnya, harga BBM naik turun dengan mudah karena mengacu harga minyak dunia yang berfluktuasi.
Apalagi, kata dia, pengelolaan negara yang dilakukan pemerintah tak memiliki konsep yang jelas. Bahkan, Enny menyebut pemerintah tak memiliki perencanaan kebijakan yang baik. Hal itu yang dinilai Enny sama dengan cara mengelola ala warkop yang terbilang sederhana.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...BBM.kayak.Yoyo
---------------------------
Kalau harga minyak dunia naik, Pemerintah serta-merta menaikkan harga BBM mengikuti harga pasar dunia. Rakyat yang kebingungan, malahan diolok-olok belum terbiasa saja dengan harga yoyo daripada mekanisme pasar. Kalau Pemerintah jujur, pakai mekanisme pasar, seharusnya harga BBM saat ini seharusnya turun donk! Bukan tetap ditahan agar BUMN Pertamina tidak rugi. Yaa perusahaan Pertamina itu yang dirasionalisasi dan disuruh tekan tingkat "kebocorannya" hingga bisa lebih effisien, bukannya malahan menyuruh rakyat mensubsidi BUMN tak sehat seperti Pertamina itu untuk tetap eksis!
Kamis, 21 Januari 2016 | 00:21
Jakarta - PT Pertamina (Persero) belum bisa menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia meski harga minyak mentah dunia sudah di bawah US$ 30 per barel.
Masih tingginya biaya produksi ditambah dengan sejumlah ongkos transportasi dan berbagai biaya lainnya membuat Pertamina masih menahan harga tetap hingga Rabu (20/1).
Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan hingga saat ini pihaknya belum melakukan penyesuaian harga sesuai harga keekonomiannya karena terbentur dengan anjloknya harga ekspor dan impor.
"Sekarang yang jelas kita terpukul di upstream (hulu), agar tidak rugi kita harus kurangi cost production hingga 30%, beda ceritanya jika kita sudah tidak memproduksi minyak mentah dan hanya mengimpor seluruhnya," ujar Dwi usai menghadiri diskusi Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) di Jakarta Pusat, Rabu (20/1).
Ia mengungkapkan dampak dari turunnya harga minyak mentah internasional tidak bisa serta-merta menurunkan harga produk BBM tertentu di Indonesia yang sudah menganut harga keekonomian dan tidak mendapat subsidi dari pemerintah.
"Jadi akan kita lihat dulu indikator komponen pembentuk harganya, kita berharap harus ada cross subsidy (subsidi silang) antara upstream dengan downstream (hilir) dalam kondisi seperti saat ini," tambahnya.
Dikatakannya yang paling menentukan harga BBM saat ini adalah biaya transportasi untuk memindahkan BBM dari kilang-kilang Pertamina ke sejumlah tempat penyimpanan.
http://www.beritasatu.com/ekonomi/34...kan-harga.html
Karyawan Pertamina Dihantui PHK dan Potong 'Gaji'
Rabu, 20 Januari 2016 - 15:21 wib
JAKARTA - Guna tetap beroperasi di tengah kondisi anjloknya harga minyak dunia di level USD28 per barel, maka PT Pertamina (Persero) harus berpikir keras dalam melakukan efisiensi.
Selain memangkas 30 persen cost production di hulu, Pertamina melakukan review di hilir. Hal ini dilakukan supaya mengcover kegiatan di hulu di tengah kondisi anjloknya harga minyak.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetijpto menjelaskan di hilir akan dilakukan perbaikan tata kelola, distribusi dan efisiensi. Kemudian renegosiasi dari beberapa kontrak jasa dengan pihak lain, untuk supply dari growth maupun Produk Pertamina.
"Selain itu, masalah bonus dan kesejahteraan karyawan, kalau memang itu kita masih membutuhkan dan memang dalam proses bisnisnya tidak bisa mengejar terhadap ini (anjloknya harga minya), ya kita harus puasa," ujarnya di Aryaduta Hotel, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Dwi menambahkan, langkah paling akhir yang dilakukan Pertamina dalam efisiensi di hilir adalah pengurangan tenaga kerja. Tapi langkah sebelum akhir itu adalah masalah kesejahteraan. "Kita lihat, sampai akhir Januari kita akan coba lihat proses bisnis lain,kalau tidak bisa. Februari awal baru kita ambil kesimpulan," tandasnya.
http://economy.okezone.com/read/2016...an-potong-gaji
Harga Minyak Anjlok Tapi BBM Mahal? Pertamina: Untuk Tutupi Kerugian Hulu
21 Januari 2016 10:00 AM
Jakarta, Aktual.com — Maraknya penjualan minyak Solar industri yang ditengarai jauh lebih murah dibandingkan dengan Solar subsidi yang dijual PT Pertamina (Persero) di SPBU terus menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat.
Praktek penjualan Solar yang lebih murah ke Industri dinilai justru mengorbankan masyarakat umum karena dengan dalih mendapatkan subsidi dari pemerintah justru mendapatkan harga yang lebih mahal.
Parahnya, Pertamina justru berkilah jika selama ini mahalnya BBM Subsidi jenis Solar yang dijual oleh PT Pertamina (Persero) di SPBU meski harga minyak dunia terus merosot diakui oleh pihak Pertamina karena ingin menutupi kerugian di sektor hulu.
Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto membenarkan, jika sampai saat ini Pertamina memang menahan harga BBM untuk tidak turun.
“Jadi Pertamina melakukan subsidi silang dari sektor hulu dan hilir ketika harga minyak dunia mengalami penurunan. Keuntungan yang diperoleh di sektor hilir digunakan untuk menutupi kerugian disektor hulu ” ungkapnya, Rabu (20/1) kemarin.
Dwi menuturkan, saat harga minyak menurun hingga US$27 per barel, biaya produksi minyak pertamina sekitar US$22-US$24 per barel. Namun biaya tersebut belum ditambah dengan biaya transportasi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya harga minyak dunia yang terus merosot di bawah USD30 per barel akhir-akhir ini, sudah semestinya berimbas pada menurunnya harga jual bensin maupun solar. Bahkan harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).
Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi). Keuntungan yang sangat besar tentunya yang diraih oleh Pertamina dari masyarakat.
Maka sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.
http://www.aktual.com/harga-minyak-a...kerugian-hulu/
Harga BBM Tak Mau Turun, Indef: Pertamina Sengaja Raup Untung Banyak
21 Januari 2016 10:20 AM
Jakarta, Aktual.com — PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak akan menurunkan harga penjualan BBM jenis premium dan solar, sekalipun saat ini harga minyak dunia tengah anjlok-anjloknya sampai di bawah $28 per barel.
Pertamina beralasan kebijakan itu diambil sebagai langkah untuk menutupi kerugian perusahaan di sektor hulu, karena biaya produksi untuk menghasilkan 1 barel minyak membutuhkan modal $22-$24 per barel.
Menaggapi hal tersebut, Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menuding Pertamina sengaja menahan harga untuk meraup banyak keuntungan dari masyarakat.
“Penjualan (BBM) tahun lalu saja Pertamina bisa untung besar. Tapi apa yang dilakukan? Jangan-jangan keuntungan itu hanya untuk dibagi-bagi kepada direksi dan pemegang saham,” tegas dia kepada Aktual.com, Kamis (21/1).
Masalah utama Pertamina adalah mereka tidak transparan ketika mendapat untung besar. Akan tetapi ketika ada kerugian, mereka langsung menginformasikan ke publik. Memang, perusahaan ini bukan perusahaan terbuka, sehingga tidak ada kewajiban untuk melaporkan ke publik. Akan tetapi, karena Pertamina menjual produk untuk kebutuhan publik tentu harus dituntut transparan, apakah untung atau rugi.
“Jangan sampai untung Pertamina hanya untuk pihak tertentu saja. Dan jangan sampai mereka malah terbuka pas rugi atau untung kecil tapi pas untung besar malah diam-diam saja,” cetus Enny.
Mestinya, lanjut dia, dengan keuntungan yang besar itu manfaat besar juga harus dinikmati oleh masyarakat. Caranya, Pertamina bisa memperbaiki kapasitas pelayanannya, juga dapat meningkatkan cadangan dana untuk membangun kilang baru, atau membangun energi terbarukan yang semua itu untuk keuntungan masyarakat.
“Seharusnya ada upaya konkrit menciptakan kedaulatan energi di Indonesia,” saran dia.
Selama ini, kata dia, Pertamina sangat tidak transparan. Padahal, dengan menjual harga tinggi di atas harga kewajaran, mereka bisa mendulang untung besar. “Tapi selama ini mereka (Pertamina) tidak setransparan itu,” tandas dia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya harga minyak dunia yang terus merosot di bawah USD30 per barel akhir-akhir ini, sudah semestinya berimbas pada menurunnya harga jual bensin maupun solar. Bahkan harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).
Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi). Keuntungan yang sangat besar tentunya yang diraih oleh Pertamina dari masyarakat.
Maka sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.
http://www.aktual.com/harga-bbm-tak-...untung-banyak/
Menko Perekonomian: Masyarakat Belum Terbiasa Saja Harga BBM kayak Yoyo
Rabu, 1 April 2015 | 22:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengakui bahwa masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan naik turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) setiap sebulan sekali. Padahal, kata dia, harga BBM saat ini menyesuaikan dengan harga minyak dunia yang berfluktuasi.
"Jadi ini kan karena orang atau masyarakat belum terbiasa saja, dan harga minyak dunia kayak yoyo," ujar Sofyan di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Lebih lanjut, kata dia, berdasarkan pengalaman negara-negara yang sudah melakukan sistem penentuan harga BBM sama seperti Indonesia saat ini, tingkat inflasi tak akan besar. Sebab, para pelaku usaha sudah mempertimbangkan atau menghitung biaya berdasarkan naik turunnya harga BBM.
"Kemarin naik Rp 500, dulu karena inflasi ditahan, kalau harga BBM naik Rp 1.000 maka inflasi naik 1 persen. Sekarang insya Allah rendah (inflasinya)," kata Sofyan.
Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance(Indef) Enny Sri Hartati menilai, keputusan pemerintah kembali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai bukti tak adanya konsep manajemen pengelolaan ekonomi yang baik. Bahkan, Enny mengkritik manajemen yang diterapkan pemerintah itu sama saja seperti manajemen warung kopi. (Baca: Harga BBM Naik Lagi, Pemerintah Dinilai Terapkan Manajemen "Warkop")
Dia menjelaskan, gaya pemerintah mengelola negara, terutama ekonomi saat ini, cenderung reaktif dan hanya berorientasi jangka pendek. Salah satu kebijakan yang dinilai Enny reaktif adalah penghapusan subsidi BBM.
Menurut Enny, kebijakan penghapusan subsidi BBM membuat harga BBM dilempar ke harga pasar. Akibatnya, harga BBM naik turun dengan mudah karena mengacu harga minyak dunia yang berfluktuasi.
Apalagi, kata dia, pengelolaan negara yang dilakukan pemerintah tak memiliki konsep yang jelas. Bahkan, Enny menyebut pemerintah tak memiliki perencanaan kebijakan yang baik. Hal itu yang dinilai Enny sama dengan cara mengelola ala warkop yang terbilang sederhana.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...BBM.kayak.Yoyo
---------------------------
Kalau harga minyak dunia naik, Pemerintah serta-merta menaikkan harga BBM mengikuti harga pasar dunia. Rakyat yang kebingungan, malahan diolok-olok belum terbiasa saja dengan harga yoyo daripada mekanisme pasar. Kalau Pemerintah jujur, pakai mekanisme pasar, seharusnya harga BBM saat ini seharusnya turun donk! Bukan tetap ditahan agar BUMN Pertamina tidak rugi. Yaa perusahaan Pertamina itu yang dirasionalisasi dan disuruh tekan tingkat "kebocorannya" hingga bisa lebih effisien, bukannya malahan menyuruh rakyat mensubsidi BUMN tak sehat seperti Pertamina itu untuk tetap eksis!
rugi melulu
gaji pekerjanya gede2,buat pesta karyawannya, bonus gaji macem2, ngaku rugi...
emang bakal percaya omongan mereka?
gak bakal
yang ada Masih KURANG (nyedot duit), bukannya masih rugi
gak bakal
yang ada Masih KURANG (nyedot duit), bukannya masih rugi
sampe kapanpun menurut ane pertamina bakal rugi trs cz msh bnyak tumpangi oleh oknum" yg hanya memikirkan keuntungan pribadi
saat harga minyak turun ane maklumin pertamina rugi cz harga jual sm modal u/ produksi ga seimbang
nah saat harga minyak naik hrs smstinya pertamina untung gede
saat harga minyak turun ane maklumin pertamina rugi cz harga jual sm modal u/ produksi ga seimbang
nah saat harga minyak naik hrs smstinya pertamina untung gede
bagi saya, mo turun/naik gak masalah, yg penting stok bbm sll ada.... titik!
pas untung gede, karyawan pertamina yang dapet bonus gede.
pas rugi, teriak2 minta rakyat untuk subsidi gaji karyawannya
berapapun harga minyak, judulnya sama! "Perta-rugi"
pas rugi, teriak2 minta rakyat untuk subsidi gaji karyawannya
berapapun harga minyak, judulnya sama! "Perta-rugi"
sekarang di minta subsidi buat hulu pertamina yang merugi.... aya aya wae...
Memang betul harga jual premium adalah harga rugi. Brapa phn harga minyak dunia saat ini
Penyebabnya karena kegoblogkan yg dilestarikan.
Datangnya premium adalah harga ron90+harga nafta+ongkos campur = lbh besar dari atau sama dgn harga pertamax.
Sementara harga jual dibawah pertamax.
Selisihnya adalah kerugian pertamina atau subsidi.
Penyebabnya karena kegoblogkan yg dilestarikan.
Datangnya premium adalah harga ron90+harga nafta+ongkos campur = lbh besar dari atau sama dgn harga pertamax.
Sementara harga jual dibawah pertamax.
Selisihnya adalah kerugian pertamina atau subsidi.
Quote:Original Posted By dekute ►
sampe kapanpun menurut ane pertamina bakal rugi trs cz msh bnyak tumpangi oleh oknum" yg hanya memikirkan keuntungan pribadi
saat harga minyak turun ane maklumin pertamina rugi cz harga jual sm modal u/ produksi ga seimbang
nah saat harga minyak naik hrs smstinya pertamina untung gede
pernamina sekarang banyakan import gan buat konsumsi di indonesia . klo secara logika jika input lebih murah , harga jual tetap, otomatis untung naik kan ? jadi ngak ada alasan buat bilang rugi .
sampe kapanpun menurut ane pertamina bakal rugi trs cz msh bnyak tumpangi oleh oknum" yg hanya memikirkan keuntungan pribadi
saat harga minyak turun ane maklumin pertamina rugi cz harga jual sm modal u/ produksi ga seimbang
nah saat harga minyak naik hrs smstinya pertamina untung gede
pernamina sekarang banyakan import gan buat konsumsi di indonesia . klo secara logika jika input lebih murah , harga jual tetap, otomatis untung naik kan ? jadi ngak ada alasan buat bilang rugi .
Quote:Original Posted By kellyrp ►
Memang betul harga jual premium adalah harga rugi. Brapa phn harga minyak dunia saat ini
Penyebabnya karena kegoblogkan yg dilestarikan.
Datangnya premium adalah harga ron90+harga nafta+ongkos campur = lbh besar dari atau sama dgn harga pertamax.
Sementara harga jual dibawah pertamax.
Selisihnya adalah kerugian pertamina atau subsidi.
lah klo ngak dicampur pertamina malah lebih rugi gan . kilang mereka kan jadi ngak beroperasi . klo nyari untung tinggal ganti aja premium sama pertalite ato pertamax . toh harga pertalite lebih murah ato sama dengan harga pertamax .
Memang betul harga jual premium adalah harga rugi. Brapa phn harga minyak dunia saat ini
Penyebabnya karena kegoblogkan yg dilestarikan.
Datangnya premium adalah harga ron90+harga nafta+ongkos campur = lbh besar dari atau sama dgn harga pertamax.
Sementara harga jual dibawah pertamax.
Selisihnya adalah kerugian pertamina atau subsidi.
lah klo ngak dicampur pertamina malah lebih rugi gan . kilang mereka kan jadi ngak beroperasi . klo nyari untung tinggal ganti aja premium sama pertalite ato pertamax . toh harga pertalite lebih murah ato sama dengan harga pertamax .
mo naik mo turun, tetep saja ngaku rugi
Harga minyak dunia naik, harga pertamina dinaikkan juga. Trus harga minyak dunia turun, harga pertamina masih blom turun. Perusahaan yang gak pernah rugi dong, trus kapan ruginya pak ?
Saatnya pertamina di revolusi mental, karena mental pertamina sampai saat ini masih 32 tahun dan 10 tahun yang penuh kesia-siaan.
Memang PERTAMINA beda.. selalu RUGI..
Quote:Original Posted By ART7 ►
lah klo ngak dicampur pertamina malah lebih rugi gan . kilang mereka kan jadi ngak beroperasi . klo nyari untung tinggal ganti aja premium sama pertalite ato pertamax . toh harga pertalite lebih murah ato sama dengan harga pertamax .
Ya memang begitu selama ini.
Belakangan ini aja kilang di jatim mulai ikut masak premium.
Makanya disebut kegoblokan yg dilestarikan.
Makanya pertamina selalu ngomong rugi soal premium.
lah klo ngak dicampur pertamina malah lebih rugi gan . kilang mereka kan jadi ngak beroperasi . klo nyari untung tinggal ganti aja premium sama pertalite ato pertamax . toh harga pertalite lebih murah ato sama dengan harga pertamax .
Ya memang begitu selama ini.
Belakangan ini aja kilang di jatim mulai ikut masak premium.
Makanya disebut kegoblokan yg dilestarikan.
Makanya pertamina selalu ngomong rugi soal premium.
Quote:Original Posted By zitizen4r ►
---------------------------
Kalau harga minyak dunia naik, Pemerintah serta-merta menaikkan harga BBM mengikuti harga pasar dunia. Rakyat yang kebingungan, malahan diolok-olok belum terbiasa saja dengan harga yoyo daripada mekanisme pasar. Kalau Pemerintah jujur, pakai mekanisme pasar, seharusnya harga BBM saat ini seharusnya turun donk! Bukan tetap ditahan agar BUMN Pertamina tidak rugi. Yaa perusahaan Pertamina itu yang dirasionalisasi dan disuruh tekan tingkat "kebocorannya" hingga bisa lebih effisien, bukannya malahan menyuruh rakyat mensubsidi BUMN tak sehat seperti Pertamina itu untuk tetap eksis!
bikin UU, kalo perlu amandemen UUD, kasih kesempatan pemda untuk mendirikan perusahaan minyak di daerahnya, beri izin untuk ekspansi ke luar daerah ... perusahaan monopoli nasional sudah bukan zamannya lagi ... sudah obsolete
---------------------------
Kalau harga minyak dunia naik, Pemerintah serta-merta menaikkan harga BBM mengikuti harga pasar dunia. Rakyat yang kebingungan, malahan diolok-olok belum terbiasa saja dengan harga yoyo daripada mekanisme pasar. Kalau Pemerintah jujur, pakai mekanisme pasar, seharusnya harga BBM saat ini seharusnya turun donk! Bukan tetap ditahan agar BUMN Pertamina tidak rugi. Yaa perusahaan Pertamina itu yang dirasionalisasi dan disuruh tekan tingkat "kebocorannya" hingga bisa lebih effisien, bukannya malahan menyuruh rakyat mensubsidi BUMN tak sehat seperti Pertamina itu untuk tetap eksis!
bikin UU, kalo perlu amandemen UUD, kasih kesempatan pemda untuk mendirikan perusahaan minyak di daerahnya, beri izin untuk ekspansi ke luar daerah ... perusahaan monopoli nasional sudah bukan zamannya lagi ... sudah obsolete
pertamina menghidupi "orang2 tertentu", itulah makanya pertamina tetap ada sampe sekarang
bisa aja negara mempersilahkan perusahaan minyak asing menguasai dari hulu sampai hilir, jika itu terjadi dijamin harga minyak bakalan murah dan pertamina bakalan tinggal nama
bisa aja negara mempersilahkan perusahaan minyak asing menguasai dari hulu sampai hilir, jika itu terjadi dijamin harga minyak bakalan murah dan pertamina bakalan tinggal nama
kalau rugi terus kenapa ga bubar aja tuh pertamin*?
kan bisa oper ke shell atau total biar mereka yang kelola....
nipu rakyat ngakunya rugi
trik jaman orba udah basi keles
kan bisa oper ke shell atau total biar mereka yang kelola....
nipu rakyat ngakunya rugi
trik jaman orba udah basi keles
Bagi ppertamina-pemerintah, harga keEkonomian BBM tidak berlaku klo harga minyak dunia Turun.
Via: Kaskus.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar