Pages


Rabu, 16 September 2015

10 Omelan yang Pasti Pernah Didengar Gamer Indonesia!

Spoiler for Hot Thread pertama ane:


Special thanks to jagatplay.com yang artikelnya ane coppas


Game, terlepas dari statusnya sebagai salah satu media hiburan yang semakin mainsteam saat ini, bukanlah sesuatu yang dimengerti oleh orang awam. Ada begitu banyak konten, kompleksitas gameplay, genre, platform, hingga pangsa pasar untuk dimengerti. Mengingat hal tersebut, sangat dimengerti bahwa pada akhirnya, orang awam akan berakhir dengan lebih banyak tanda tanya dan rasa sulit untuk memahami apa yang tengah dilakukan gamer atau bagaimana cara sebuah video game bekerja. Ketidaktahuan dan ketidakinginan untuk mengerti ini seringkali menghadirkan stigma bagi identitas kita sebagai seorang gamer, yang terkadang berujung pada omelan atau kata-kata bijaksana yang sebenarnya tidak pernah kita butuhkan. Berita buruknya? Ketika semua ini meluncur dari mulut orang-orang terdekat kita.

Maka, kegiatan gaming kita pun sudah pasti akan “dihiasi” dengan obrolan dan omelan di sana-sini yang biasanya mengarah pada konteks kalimat yang negatif dan memperkuat prejudice yang sebenarnya sudah harus kita pikul. Walaupun demikian, harus juga diakui, bahwa bukan berarti kita di sini berperan sebagai orang suci yang menerima segala sesuatunya tanpa memicunya. Terkadang, kita berada di posisi yang salah. Bahwa rasa cinta kita yang berlebih kepada video game justru berakhir merusak fungsi kita yang diharapkan lain kepada kita, baik di sekolah, kerja, atau hanya sekedar hubungan sosial dengan keluarga atau teman yang lain. Omelan-omelan ini seringkali berakhir menyebalkan, namun terkadang juga jadi pengingat bahwa kegiatan gaming kita memang sudah kelewatan.

Jadi, dari semua jenis omelan yang sempat meluncur dari teman, keluarga, atau bahkan orang asing sekalipun, apa saja omelan yang sudah pasti pernah didengar gamer, terutama yang tinggal di Indonesia? JagatPlay memilih 10 menurut versi kami, sesuatu yang juga pernah kami rasakan:
Spoiler for 1:
“Listrik mahal, oi!”


Sebagai anak sekolah yang masih menjadi “parasit” untuk orang tua dan pendapatan rumah tangga, kita memang tidak bisa berbicara banyak ketika dua orang yang paling kita sayangi tersebut mulai mengeluarkan komplain-komplain keras soal naiknya biaya di dalam rumah. Jika listrik naik? Maka bisa Anda prediksi, kesalahan akan mengarah ke Anda semua! Fakta bahwa Anda terus berada di depan layar televisi, menyelesaikan sebuah game yang bisa memakan waktu hingga ratusan jam, dengan televisi dan konsol yang terus menyala memang menjadi argumen yang justru akan memberatkan Anda. Yang bisa Anda lakukan? Terkadang hanya menunduk diam, menerima semua komplain yang ada, mengerem waktu permainan selama beberapa hari, dan kemudian tampil “full power” lagi ketika kondisi hati orang tua mulai tenang. C’mon, you must have done this..

Spoiler for 2:
“Ya elah, lompatin aja pagarnya napa..”


Ini mungkin hal yang paling menyebalkan di semua omelan ketika Anda tengah mencicipi sebuah game. Orang awam tidak mengerti bahwa video game dibangun atas keterbatasan mekanik gameplay tertentu yang terkadang tidak bisa dirasionalisasikan dengan akal sehat. Hasilnya? Mereka mulai menerapkan hal tersebut ketika tengah menonton Anda bermain game. Maka munculah komentar seperti “Serang musuhnya terus, gak usah gantian!” ketika Anda memainkan game RPG, atau “Lompatin aja pagarnya, pendek begitu” ketika Anda memainkan sebuah game action adventure dimana posisi karakter Anda harus bergerak jauh mengelilingi area hanya untuk mencari jalan masuk di antara pagar sangat rendah yang mengelilinginya. Orang-orang awam ini memang tidak punya niat jahat. Omelan ini lebih terasa seperti sebuah ekspresi ketertarikan untuk ikut terlibat, namun tidak punya media yang tepat untuk menyalurkannya. Walaupun pada akhirnya, jika berlebihan, Anda bisa mulai membalik meja dan kursi.

Spoiler for 3:
“Belajar dulu!”


Ini adalah bentuk cinta kasih dan kepedulian, yang terlepas dari betapa menyebalkannya ia terdengar, selalu meluncur dari mulut orang tua dan kakak Anda ketika Anda tengah bermain game atau baru mengemukakan ketertarikan untuk menyalakan PC atau konsol Anda. Rumus dari usaha untuk memastikan Anda mengerjakan fungsi Anda sebagai pelajar keluar lewat kombinasi dua kata “ajaib” yang seringkali tidak efektif namun terus saja meluncur dari mulut mereka. Benar sekali, “Belajar dulu!” atau “Kerjakan PR dulu!” yang biasanya akan diikuti dengan tatapan mata melotot untuk menunjukkan supremasi mereka sebagai “alpha” di dalam keluarga. Triknya menyikapinya selalu sama. Masuk ke kamar, membuka buku, sedikit membaca sana-sini selama setengah jam, dan keluar dengan tatapan mata bebinar-binar sembari mengatakan, “Sudah” dan kembali lanjut bermain game.

Spoiler for 4:
“Gantian, Mama mau nonton TV”


Apa yang paling penting di keluarga? Keinginan Anda untuk menyelesaikan sebuah game yang sudah hampir memasuki tahap cerita akhir atau sinetron yang ditonton oleh mama di malam hari? Pertama, Anda mungkin akan menyangkal, bahwa di tengah kelelahan proses belajar atau bekerja yang sudah Anda lalui hari ini adalah justifikasi yang tepat bagi keinginan Anda untuk memuaskan kebutuhan gaming Anda. Lalu Anda mulai berargumen dan mengeluarkan pendapat dan ini dan itu untuk berujung pada kesimpulan yang tampaknya sekarang kita semua sadari: Tidak ada yang lebih penting di dunia ini, selain sinetron yang ditonton Mama!

Spoiler for 5:
“Save sekarang atau papa matiin!”


Omelan ini juga seringkali timbul karena sebagian besar orang awam tidak pernah tahu jelas bagaimana cara sebuah video game bekerja. Mereka mungkin mengerti kata “Save” karena ia sering menjadi alasan yang Anda lontarkan dan teriakkan setiap kali Anda diminta untuk memberhentikan game yang tengah dimainkan. Tapi sejujurnya, sedikit orang awam yang mengerti dan memahami seberapa krusialnya proses save yang ada, dan tentu saja – seberapa besar implikasi yang mungkin terjadi jika Anda tidak melakukannya. Anda mungkin sudah mencoba menjelaskan mengapa Anda harus menunggu tempat Save dulu sebelum mematikannya, untuk memastikan progress karakter atau cerita untuk tercatat. Tapi semua kata terbata-bata dan cepat Anda tidak secepat tangan Ayah yang kini sudah menggapai colokan listrik yang ada. Yang Anda tahu setelahnya? Layar hitam, rasa kesal, dan memikirkan semua grinding kenaikan level yang harus Anda ulang setelah 45 menit terakhir permainan tadi. Sementara di sisi lain, ayah Anda tanpa ekspresi hanya meminta Anda untuk turun makan bersama keluarga. Nasi goreng hari itu, terasa begitu hambar.

Spoiler for 6:
“Gede gini masih main game, enggak malu?”


Video game juga sampai saat ini masih diasosiasikan sebagai industri hiburan yang didesain untuk anak-anak. Bisa dimengerti memang, karena ia bersifat fun, interaktif, dengan penuh karakter fiktif dan tema fantasi yang berat. Ditambah dengan begitu banyak iklan di masa lalu yang mengasosiasikan hal yang sama, sulit untuk menghapus citra “Game adalah mainan anak-anak” dari benak orang awam. Hasilnya? Ketika Anda sudah beranjak remaja dan menempuh pendidikan akhir atau bahkan mulai bekerja dan mengumpulkan uang sendiri, Anda masih akan dilihat sebagai orang yang gagal untuk tumbuh dewasa. Seorang pria yang terlihat tua di luar, namun masih anak-anak di dalam hati. Maka pertanyaan seperti ini sering meluncur, “Gede gini enggak malu masih main game?”, yang di otak kita, sulit untuk ditangkap nalar. Apa hubungannya rasa malu dan video game ketika kita masih memainkannya dengan pakaian lengkap?

Spoiler for 7:
“Ngabisin duit aja kamu beli begituan..”


Gaming bukanlah hobi yang murah, apalagi jika Anda berjuang untuk mulai beralih ke game-game original untuk mendapatkan pengalaman gaming yang lebih optimal, terutama di sisi multiplayer. Maka dari uang jajan yang Anda tabung atau gaji yang Anda dapatkan per bulan, Anda mulai menyisihkannya untuk memastikan uang Anda cukup untuk memiliki game yang sudah Anda incar lama. Orang awam tidak pernah mengerti seberapa mahalnya sebuah game original, apalagi ketika menyangkut Collector Edition. Maka ketika orang tua, pacar, atau bahkan istri / suami Anda mulai melakukan proses interogasi yang berakhir dengan fakta akan harga game yang sebenarnya, maka kalimat sakti ini akan keluar, “Ngapain kamu beli beginian? Habisin duit aja..” sebagai senjata. Tidak ada hal yang bisa Anda lakukan karena berusaha menjelaskan tidak akan membuat otak mereka lebih tercerahkan soal keajaiban industri game itu sendiri. Yang bisa lakukan? Berjalan menjauh dan memikirkan skema lebih kompleks bagaimana agar pembelian selanjutnya bisa dilakukan dengan lebih sembunyi-sembunyi. Aksi stealth yang harus melampaui apa yang dilakukan Solid Snake ataupun Sam Fisher.

Spoiler for 8:
“Kamu kok males sih?”


Ini adalah bentuk konspirasi dunia, energi, atau apapun di dunia ini untuk membuat Anda terlihat buruk di depan mata orang yang Anda sayangi. Pernahkah Anda melalui hari seperti ini? Dari pagi Anda sudah bangun pagi, mandi, sekolah, mengerjakan PR, sedikit belajar, mempersiapkan proyek kerja kelompok hingga malam hari dan berusaha menyisihkan sedikit waktu untuk bermain game? Berita buruknya, aktivitas produktif Anda dari pagi hingga siang ternyata tidak pernah dilihat oleh orang tua. Satu-satunya yang mereka temukan dengan mata kepala mereka sendiri, adalah Anda berada di depan televisi, memainkan video game, dan duduk di sofa dengan santai. Anda langsung di-cap tidak melakukan apapun hari ini dan tidak berkontribusi apapun untuk memastikan Anda tampil produktif di sekolah ataupun pekerjaan Anda. Semua kerja keras Anda hari itu ditutup dengan kalimat sederhana, “Kamu kok gak ngapa-ngapaiin sih? Bantuin mama deh..”, yang kemudian kembali diikuti dengan meletakkan kontroler di atas lantai dengan bendera putih berkibar di atas kepala.

Spoiler for 9:
“Keluar main, jangan di kamar terus!”


“Real world: The visual is good, but the gameplay sucks,”, salah satu ungkapan gamer yang terkenal ini tidak akan pernah dimengerti oleh orang awam. Ada anak-anak, remaja, atau orang dewasa lain yang penuh dengan energi dan menyalurkan hal tersebut lewat interaksi sosial, berteman, bertemu dengan lebih banyak orang, dan bersenda gurau di sana-sini. Normal sosial melihat orang-orang seperti sebagai orang dengan kemampuan sosial yang “sehat” dan direkomendasikan, yang kemudian membentuk persepsi orang awam terhadap masalah tersebut. Mereka lalu mengabaikan bahwa kita termasuk orang-orang yang berada di sisi kebalikan, bahwa kita jauh lebih nyaman dengan video game di depan mata, kipas angin di sebelah kiri yang meniup pelan, dan sedikit snack untuk cemilan di area gapaian tangan. Keinginan kita untuk menikmati hari kemudian dilihat sebagai sesuatu yang tidak sehat. Oh c’mon, i’m just trying to enjoy my life here!

Spoiler for 10:
“Kamu kalau main game terus, gedenya mau jadi apa?”


Pertanyaan terberat, terbesar, yang seolah meluncur dari boneka Susan milik Ria Enes (anak tahun 2000-an mungkin tidak kenal dengan sosok ini) namun dalam format yang lebih psikotik. Sebuah stigma yang susah diubah, yang bahkan sempat menjadi panas karena jadi prejudice yang juga didukung oleh salah satu motivator ternama dengan jutaan pendukung di media sosial. Gamer seringkali dilihat sebagai calon orang gagal. Mengapa? Karena kita dlihat sebagai orang yang selalu hanya berada di depan layar televisi tanpa mengembangkan ketertarikan pada aspek hidup yang lain sama sekali. Kita dilihat tidak produktif dan tidak punya kehidupan sosial yang sehat. Dua hal yang dianggap sebagai komponen paling krusial untuk sukses luar biasa secara finansial di masa depan. Ketakutan ini memang bukan tidak beralasan, namun hanya terjadi jika dilakukan secara berlebihan. Sementara sebagian besar dari kita yang menikmati game sebagai pelarian dari dunia nyata, berfantasi, dan kembali lagi menghadapi kerasnya dunia dengan logis harus bertarung dengan stigma yang sama. Jadi, gedenya mau jadi apa?


Di atas adalah 10 omelan yang tampaknya sudah pasti pernah didengar oleh gamer dimanapun, khususnya di Indonesia. Kami, JagatPlay, tentu saja tidak langsung berakhir menyimpulkan bahwa semua omelan ini penuh dengan rasa benci yang mendalam. Sebagian besar dari mereka mengakar pada absennya pengetahuan soal industri game, cara game bekerja, dan gamer itu sendiri. Sementara tidak sedikit yang juga dipengaruhi oleh stigma-stigma yang terus menerjang, bahkan dari media-media ternama sekalipun, apalagi jika ia diasosiasikan dengan sesuatu yang negatif. Berita baiknya? Jika ia meluncur dari orang tua, pacar, atau teman hidup, tidak sedikit darinya yang justru mengakar pada kepedulian dan rasa kasih sayang. Sesuatu yang tentu saja, pantas kita syukuri.

Bagaimana dengan Anda sendiri? Dari semua omelan yang pernah Anda terima sebagai gamer, omelan apa yang menurut Anda sudah pasti pernah didengar orang lain yang juga memikul identitas yang sama? Feel free to comment and expand the list!



Sumber : Jagatplay
nyuci piring dlu bru maen game
realita banget itu gan hahaha
ah sudahlah
sudah lewat kek gini
main game melulu gak pernah belajar,ntar kalo nilai raport nya ada yang merah ps nya ibuk sita
kalo ane"tidur udh malem,maen ps terus"
kapan mau belajar maen game trus
hahahaa..
ane bgt gan..
hahahha
Kalimat ini yang paling ane denger Gan “Kamu kalau main game terus, gedenya mau jadi apa?” Tapi semenjak 2 tahun ini ane ga pernah maniak lg main game udah plong nih kuping ga denger kalimat itu lagi
Quote:Original Posted By lekdsater
ah sudahlah
sudah lewat kek gini


sudah lewat tapi sampe sekarang masih ane alami gan
Quote:Original Posted By dic05.mof


sudah lewat tapi sampe sekarang masih ane alami gan

wagaha awas dah
ampe bini ente nanti marah2
Quote:Original Posted By mgustynugroho
Kalimat ini yang paling ane denger Gan “Kamu kalau main game terus, gedenya mau jadi apa?” Tapi semenjak 2 tahun ini ane ga pernah maniak lg main game udah plong nih kuping ga denger kalimat itu lagi


bagus gan main game cuma buat hiburan aja asal gk maniak bagus kok
dari pada hiburan lain yg lebih habisin uang
paling sering ya masalah listrik
Ema mau nonton tv gan sebagai anak soleh kita kudu nurut
jadi inget masa lalu
Quote:Original Posted By lekdsater

wagaha awas dah
ampe bini ente nanti marah2

masih mending main game gan dari pada main cewe lain
btw ane masih jones ini
Paling sering kena repet, ngabisin uang aja sama yg bgituan
Quote:Original Posted By dic05.mof

masih mending main game gan dari pada main cewe lain
btw ane masih jones ini


bener ntuh gan
Quote:Original Posted By dic05.mof


bagus gan main game cuma buat hiburan aja asal gk maniak bagus kok
dari pada hiburan lain yg lebih habisin uang


Sering-sering olahraga Gan biar hilangin kebiasaan main game yg berlebihnya

Boleh maen game kalo pas libur!
Via: Kaskus.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar